12. Someone Behind Us

280 72 13
                                    

⚔⚔⚔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚔⚔⚔



"Memangnya harus?"

"Iya, Pangeran."

"Kalau begitu katakan pada mereka aku tidak datang."

Wajah tanpa ekspresi Hendery menjelaskan begitu malasnya Sang Pangeran dalam kegiatan apapun itu yang berurusan dengan politik Istana. Mendengar nada seriusnya yang kian tiada celah untuk dibantah, membuat sang ajudan terpaksa membuat alibi kepada petinggi.

"Yangyang."

Pemuda itu melirik Hendery yang berada di sudut jendela besar, "Jika kau bisa melaksanakan semua perintahku, kau bisa dibebastugaskan menjadi ajudan dan meraih pangkat yang lebih tinggi, bagaimana menurutmu?"

Perkataan dengan selipan tawaran belaka itu membuat sunggingan di bibir Yangyang terbit. Pangeran sangatlah polos menilai hal-hal seberat itu.

"Tidak bisa, Pangeran. Menjadi ajudanmu bukanlah hal yang mudah."

"Tidak mudah katamu?" Hendery menyela. Nadanya terkesan meremehkan dirinya sendiri.

Yangyang menelengkan kepala, ia menunggu pria itu melanjutkan.

"Menjadi ajudan Pangeran amnesia sepertiku tidak mudah katamu? Ayolah, Raja Castopelan sudah membuat keputusan yang salah perihal pewaris tahta."

Yangyang mendekati tempat dimana Hendery sedang berdiri tegak. Ia menatap side profile pemuda itu dengan tatapan nelangsa. Bagaimanapun juga, ia sudah menganggap Pangeran sebagai Tuannya yang baik hati. Selama menjadi penjaga Hendery, Yangyang tidak pernah merasa di susahkan sedikitpun. Hendery memang kekanakan, tetapi selama ini Yangyang tidak pernah merasa dihargai oleh seseorang yang berada lebih tinggi daripada derajatnya.

"Kau baik, Pangeran."

Hendery terkekeh culas, "Menjadi baik tidak selalu menguntungkan."

Tiada balasan mengudara diantara kedua manusia itu. Angin sepoi musim penggugur menelusup ke sela-sela ventilasi udara di kamar Hendery, membuat ranjang di balut kelambu itu beterbangan.

"Makanlah, melelahkan bukan menjadi tamengku terus menerus?" Pertanyaan yang tidak perlu jawaban itu tidak lagi pernah dibalas oleh Yangyang.

Mata ajudan tersebut memandang Hendery yang sedang meraih jubah biru gelapnya di sudut ruangan. Semenit kemudian Hendery melihat tampilan wajahnya melalui pantulan cermin. Diusapnya dahi mulus itu dengan perasaan gamang.

Usaha ia dan Ivona tidak menghasilkan apa-apa. Hanya membuang waktu dan tenaga, tetapi bila tidak dilakukan, maka waktu mereka juga akan terbuang sia-sia. Ingatan tentang terakhir kali mereka menembus dunia ini pun perlahan terhapus.

Hendery benar-benar merasa asing. Ingatannya sama sekali tidak berbekas barang sedikitpun.

"Makan." Ujar Hendery lebih tegas, tatkala sudut matanya menangkap tubuh tegap ajudannya yang seakan memberi tatapan kasihan.

Lost In Wonderland✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang