14. Letter And Agreement

275 65 12
                                    

⚔⚔⚔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚔⚔⚔


Bau anyir darah yang tajam memasuki penciuman. Ruangan gelap berdebu itu bagai sebuah bilik kecil tak terurus bertahun-tahun lamanya. Ada beberapa kursi reot dengan sofa merah pudar di sudut ruangan. Lemari buku usang berdiri tegak dengan beberapa ceceran buku yang jatuh tanpa dirisaukan. Sekilas dilihat pun ini lebih seperti sel tahanan daripada basecamp Pangeran sialan yang sudah berani menyanderanya.

Bunyi suara reot kursi menandakan Ivona telah duduk dengan terpaksa. Matanya tak henti-henti melempar kilauan amarah pada Hanzel dan anak buah. Terus terang, Hanzel tidak peduli sama sekali. Ia membiarkan Ivona berteriak sesuka hati, pun mengumpat keras tanpa harus menghukumnya.

"Berteriaklah sekeras mungkin, Nona." Hanzel mengambil tempat di sudut kiri, "Pangeran tidak pernah membuat mangsanya keluar begitu saja."

"Brengsek! Tua bangka cerewet!"

Ivona mendelik sedangkan Hanzel hanya terkekeh. Sepertinya Xiaodejun membawa mangsa yang menantang.

"Berani-beraninya pemuda sialan itu menyeretku! Hei, tua bangka!" Suara tawa cemooh pria berkepala tiga itu mengudara, "Jangan tertawa, sialan! Sekarang lepaskan aku. Bodoh, kau mau saja diperintah iblis brengsek itu?!" Ivona menjerit kesetanan. Seluruh amarahnya bergumul menjadi satu di kepala. Matanya masih menatap tajam Hanzel yang tertawa seakan tak ada hari esok.

"Nona."

Panggilnya tak dihiraukan sama sekali oleh sang gadis. Ivona lebih memilih melempar tatapan kearah jendela kecil di sampingnya.

"Rumor tentangnya memang benar. Pangeran memang iblis, jadi kau jangan pernah menunjukkan ketidaksukaanmu secara langsung kepadanya." Seakan dijeda, Ivona membiarkan Hanzel menyelesaikan kalimatnya, "Sesuatu dilakukan untuk tujuan dan Pangeran melihat tujuan itu ada di dirimu."

"Apa aku terlihat peduli?" Tantang Ivona mendecih kesal karena tali yang ia coba lepaskan malah sedikit menyangkut. Diam-diam gadis itu mencoba melepaskan tali tersebut tanpa diketahui Hanzel.

"Lucu apabila ada seorang gadis yang sekonyong-konyong menolak Pangeran." Mengambil segelas wine dimeja, Hanzel menyesapnya sambil melirik wajah angkuh Ivona.

"Lalu kau pikir ada seorang wanita yang sudi mencintai iblis?"

"Kau adalah wanita itu, tunggu saja."

"Jangan konyol." Tawa pria paruh baya itu tak lagi Ivona risaukan. Biarkan saja ia terlena akan omong kosong belaka. Meskipun seperti itu, Ivona tetap berupaya keras melepaskan tali yang mengikatnya. Berhasil, tali itu sudah terlepas, yang ia pikir kali ini adalah sebuat siasat kecil tentang rencananya.

Ivona melirik pintu yang berjarak tiga langkah dari ia duduk. Setelah memperhitungkan jarak, gadis itu kemudian melirik Hanzel yang sepertinya tengah sibuk dengan berbotol-botol wine dimeja.

Lost In Wonderland✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang