⚔⚔⚔
Netra hitam segelap malam itu menyesuaikan cahaya saat ia membukanya perlahan. Seluruh tubuh Hendery bergerak tidak nyaman dengan udara luar dari jendela yang entah mengapa sedikit membuatnya meremang. Perlahan tapi pasti, atensinya membeku ketika mendongak keatas.
Pemandangan yang dilihat pertama kali adalah langit-langit perpustakaan, kemudian secara tidak sengaja bergeser ke tempat yang tidak seharusnya.
Yaitu wajah polos Ivona yang tengah tertidur.
"Ona—"
Perkataan pemuda itu terputus sesaat setelah sang gadis menggeram rendah. Posisi kepala Ivona menunduk dengan kedua tangan yang melipat di bawah dada. Jauh dari posisi nyaman.
"Ona, bangun." Anehnya, Hendery masih tetap menitipkan kepala di paha gadis itu. Menatap intens Ivona yang tiba-tiba menggemaskan dari bawah sini.
"Ck. Kalau lo lucu gini, gimana bisa gue tahan, Na?" Gumamnya rendah. Hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Kemudian secara tiba-tiba, pemuda bersurai gelap itu menumpu tangan di pipi. Ia sedikit memundurkan badan tanpa membuat pergerakan yang mampu membuat Ivona terusik.
"Rambut lo bagus." Pujinya, lalu mengambil sejumput rambut Ivona, memainkannya sambil tersenyum bodoh.
Tangan Hendery merambat keatas, sebelumnya ia ragu dengan langkah yang ia buat, tetapi meskipun sedikit meragu, tangannya kini berhasil menyentuh pucuk kepala Ivona. Mengelusnya dengan hati-hati sampai ia menyentuh dahi sang gadis.
"Capek nggak lo berantem sama gue?" Kembali menjadi Hendery yang aneh, cara ia bersuara pun berbeda saat dirinya berbicara pada Ivona kali ini.
Ivona bergerak tak nyaman, beberapa kali kepalanya menoleh kesana kemari hingga ringisan pelan keluar dari bibir tipisnya.
Hendery menyadari pergerakan singkat itu. Dengan pelan ia beringsut duduk tegak, kemudian membawa kepala gadis itu menuju pundaknya, sebelah tangan pemuda itu mengurut leher belakang Ivona.
"Der, sakit banget leher gue..." Keluh Ivona mencari nyaman di ceruk pemuda itu. Hendery melirik, lalu menggumamkan sesuatu.
"Hmm? Nggak denger gue."
"Sakit, Der. Gue bilang sakit."
"Ohh, okey."
Sepersekon kemudian gadis itu bergeming, "Kok okey doang?"
"Lo udah bangun?" Tanya pemuda itu melirik Ivona. Gadis itu menggeleng.
Hendery menghela nafas pelan. Diurutnya kembali leher sang gadis sampai Ivona sekiranya nyaman.
Suara deritan pintu tua menembus ruang-ruang perpustakaan besar. Disusul bunyi debuman singkat akibat benturan ke dinding kokoh milik Syldorince yang terbuka lebar, memberi akses pada siapapun yang masuk. Ketukan sepatu pantofel seseorang bergaung angkuh menapak sepasang kakinya mencumbu lantai marmer yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost In Wonderland✔︎
Fanfic[ "𝑇ℎ𝑒𝑟𝑒'𝑠 𝑛𝑜 ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑜𝑟 𝑢𝑠. 𝐵𝑢𝑡 ℎ𝑒𝑟𝑒, 𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑎𝑠𝑡 𝑤𝑒 ℎ𝑎𝑣𝑒 𝑜𝑛𝑒, 𝑐𝑎𝑛 𝑤𝑒?" ] Setidaknya ada 1 dari 100 orang yang percaya bahwa dunia dua dimensi itu ada. Dari sekian banyaknya manusia yang tidak perc...