11. PERUMAHAN DINAS PASPAMPRES

1K 26 0
                                    

Tiga minggu setelah menikah, aku diboyong ke rumah dinasnya yang berada dibogor, Jawa Barat. Setelah satu minggu kami honeymoon baru sampai disana, rumah dinasnya bagus, bersih, rapi.

Perumahan dinas Paspamres ini lebih mirip apartemen dengan tipe 45 m² dan total 35 unit per tower. Hunian persegi berlantai lima itu telah dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) seperti jalan lingkungan, saluran air. Ada sekitar 4 gedung dan tempatku tinggal digedung pertama dekat dengan pos provost, jauh berbeda dengan asrama batalyon TNI AD.

Meylina bingung mau mulai dari mana untuk menata barang-barang mereka, banyak perabotan yang belum ditata ditempatnya.

"Sayang mas shalat dhuhur dimasjid dulu ya, nanti setelah shalat dhuhur baru kita mulai menata perabotannya." Ujar mas Jamari

"Iya mas."

Mas Jamari pergi untuk shalat dimasjid perumahan dinas. Setelah mas Jamari ke masjid aku segera mengambil air wudlu untuk shalat dhuhur.

"Mau masak apa ya hari ini?" tanyaku sendiri.

Setelah shalat dhuhur Meylina memilih kedapur memasak makanan untuk makan siang mereka.

"Assalamualaikum." Ujar Jamari sepulang shalat dari masjid langsung menuju dapur dan tiba-tiba memelukku dari belakang membuatku berjenggit kaget.

"Eh, mas udah pulang?" tanyaku

"Hem."

"Ganti baju dulu gih, terus abis itu kita makan."

Mas Jamari tidak menjawab ia masih memelukku tak berniat melepas tangannya dari perutku, bahkan menenggelamkan wajahnya diceruk leherku.

"ih mas geli tau, udah sana ganti baju koko nya dulu." Ujarku berusaha melepaskan tangannya diperutku.

"Iya iya."

Setelah selesai makan siang kami pun langsung beberes perabotan rumah.

"Mas ini kayaknya lemarinya kurang geser ke kiri deh." Ujarku melihat posisi lemari dikamar kami.

"Bentar dek ini mas lagi ngatur sofanya." Mas Jamari mengeraskan suaranya dari ruang tamu.

Aku melangkah menuju ruang tamu. "Udah sampe sofanya mas?"

Kami berdua sepakat untuk belajar mandiri. Beli perabotan rumah pun dengan uang sendiri. Mas Jamari enggan dibantu orang tuanya meski ayah Wijaya menawari ingin membelikan rumah untuk kami. Ia tetep kekeh untuk tinggal sementara dirumah dinas sambil menabung untuk membeli rumah sendiri. Mas Jamari tipikal pria yang gengsi, dalam artian ingin selalu mandiri tidak menyusahkan orang lain walaupun ia dalam keadaan membutuhkan sekalipun. Aku bangga karena mas Jamari selalu bekerja keras untuk kehidupannya tanpa meminta bantuan orang tuanya.

"Udah. Baru sampai tadi." Ucap Mas Jamari sambil merapikan posisi sofa.

"Mas kopernya tadi ditaruh dimana?aku mau masukin baju ke lemari." Tanyaku.

"Disamping meja tv dek."

Aku berlalu menuju kamar untuk merapikan dan memasukan baju-baju sembari duduk disamping ranjang. Mas Jamari datang dan membantuku memasukannya dilemari. Setelah selesai dia mengikutiku duduk disamping ranjang sembari menatapku.

"Sayang besok mas udah mulai berangkat dinas."

"Ohiya. Berangkat pagi jam berapa mas?"

"Sekitar jam 7 dek. Mas apel dulu."

"Iya udah besok aku masakin pagi ya mas."

"Iya dek." Jawab mas Jamari.

"Oh iya adek disini berbaur ya sama tetangga, harus rukun, jaga nama baik mas, rutin juga ikut kegiatan." Tambah mas Jamari.

"Iya mas."

"Adek juga jangan cengeng kalo sewaktu-waktu mas ditugasin, harus siap kapan pun mas tingggal tugas ya, karena mas tidak selalu diMako Paspampres."

"Iya mas aku sudah siap kok dengan resiko menjadi seorang istri prajurit." Setelah menikah aku belum pernah mendengar keuntungan menjadi istri prajurit, mas Jamari selalu memberitahu resiko-resiko menjadi ibu persit bahkan sebelum pernikahan. 'Ibu persit itu harus kuat, sabar, mandiri, sederhana' itu yang selalu diucapkan mas Jamari. Memang tidak mudah menjadi Persit kerap ditinggal tugas, tapi aku bangga melepas suamiku bertugas demi menjaga NKRI. Karena tidak semua wanita bisa menjadi seorang Persit.

Drrrrrdrrrrt.

"Assalamualaikum, iya bu?" Ujar mas Jamari.

"...."

"Siap!nanti malam kerumah bu." Ucap mas Jamari sambil mengakhiri panggilan.

Aku memperhatikan mas Jamari, ingin tahu siapa yang menelfonnya.

"Siapa yang telfon mas?" Tanyaku.

"Bu Dana."

"Bu Dana siapa mas?" Tanyaku lagi.

"Ketua organisasi anak ranting BS ll Paspampres sayang. Nanti malam adek disuruh menghadap."

"Dimana mas?"

"Deket kok sayang, digedung kedua rumahnya."

"Tapi mas anterin kan?" Tanyaku cemas.

"Iya pasti. Istirahat dulu dek pasti kan capek habis beres-beres." Ujar mas Jamari berbaring diranjang sambil menepuk kasur sebelahnya menyuruhku tidur.

"Iya mas." sambil kurebahkan badanku disebelah mas Jamari.

***

Kubuka mataku hari sudah sore badanku terasa berat sekali, mas Jamari memelukku erat sampai aku susah untuk bangun. Jam diatas sofa single kamar menunjukan pukul 16.00 WIB.

Aku membangunkan mas Jamari untuk mandi dan melaksanakan shalat ashar.

"Mas bangun shalat ashar dulu." Ujarku sambil menepuk lengannya.

Mas Jamari hanya berdehem, enggan melepas pelukannya. Aku berusaha melepaskan pelukannya, tetapi susah!

"Mas ih bangun!"

Ia menggeliat melepas pelukannya membuatku lega.

Aku beranjak dari tempat tidur untuk segera mandi dan menunaikan shalat ashar. Sebelum suara mas Jamari menghentikan langkahku.

"Mau kemana dek?" Tanya mas Jamari.

"Mau mandi mas sekalian shalat ashar." langkahku menuju kamar mandi.

Setelah selesai aku langsung menyiapkan mukena.

"Dek mau mas imamin?"

"Iya mas." Ujarku sambil memakai mukena.

"Tunggu mas bentar ya?"

"Iya mas."

Setelah beberapa menit menunggu mas Jamari langsung memakai peci dan mengimamiku. Sampai rakaaat keempat selesai.

💂💂💂💂💂💂💂

Yeayy aku publish 2 chapter sekaligus. Maaf ya author lagi mood nulis soalnya💚

My Danru PaspampresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang