"Tolong bapak, ibu keluar dulu. Biar saya periksa."
"Iya dok." ucap Jamari lemas.
Jamari terus jalan mondar-mandir kesana-kemari. Pikirannya hanya tertuju pada Meylina. Hatinya terus merapalkan doa.
"Nak duduk dulu, sini." ujar bunda.
Jamari terus menunduk tanpa berkata. Hatinya tidak tenang seperti ini terus bertanya kenapa istrinya.
"Nak kamu ingat jika sedang gelisah seperti ini harus menemui siapa?" tanya bunda yang sedari tadi mengelus lengan Jamari.
"Bun apa-apaan ini!apakah lebih penting membahas ini?" Bunda kaget mendengar suara Jamari yang seakan membentak.
"Jamari.. " Panggil bunda lembut namun sengaja ditekan. Jika bundanya sudah memanggil nama berati bundanya tengah kecewa. Selama ini bunda tak pernah memanggil nama hanya sebutan 'nak' saja.
Mata Jamari melihat sorot mata bundanya tapi pikirannya masih tertuju pada istrinya.
"Shalat lah agar hatimu tenang. Minta petunjuk pada Rabb mu. Disetiap kesusahan pasti ada kemudahan." terdengar begitu lembut ucapan bundanya.
Tatapan sendu mata Jamari yang menatap bundanya lalu bundanya mengangguk.
Jamari lantas berlalu melangkah menuju masjid rumah sakit menunaikan ibadah shalat subuh. Walaupun sudah iqoma, Jamari masih bisa menjadi makmum masbuk.
Lihatlah pintu masjid terbuka lebar bagi siapa pun yang akan beribadah dan bertaubat termasuk pendosa seperti Jamari.
Sajadah terbentang panjang seakan berkata 'walaupun tidak ada pundak untuk bersandar tapi masih ada sajadah untuk bersujud'. Sombong sekali jika tidak mau bersujud dihadapan Allah swt. Padahal doa yang dipanjatkan disaat sujud terdengar dilangit.
Setelah shalat hatinya menjadi lebih tenang. Benar apa kata bundanya shalat adalah obat penenang disetiap gundah.
Kali ini Jamari mengangkat tangannya untuk berdoa. Doa kali ini sangat berbeda dari biasanya, lebih khusyuk' lebih mantap, tak terasa air matanya kembali berlinang. Sungguh manusia benar-benar lemah dihadapan Tuhan-Nya.
Saat selesai menunaikan shalat Jamari mendapat pesan dari bundanya untuk segera keruang inap Meylina. Dokter akan menyampaikan suatu yang penting. Jamari bergegas keluar masjid.
"Bunda." panggil Jamari.
Bunda menoleh setelah berbincang dengan dokter yang menangani Meylina tadi.
"Pak Jamari mari ikut saya ke ruangan saya. Ada sesuatu yang akan saya sampaikan." ujar dokter melangkah ke ruangannya.
"Silahkan duduk pak!" titah dokter.
Jamari menatap sang dokter, harap-harap cemas. "Bagaimana kondisi istri saya dok?" tanya Jamari yang sudah tidak sabar menunggu penjelasan dokter.
"Begini pak, saya akan menyampaikan berita duka mengenai kondisi istri bapak."
Jamari terus mendengarkan penjelasan sang dokter.
"Istri bapak mengalami pendarahan pasca melahirkan, yang mengakibatkan istri bapak kehilangan banyak darah dan koma."
Deg
Jantung Jamari seakan berhenti berdetak. Otaknya sulit mencerna perkataan dokter barusan. Wajahnya pucat pasi, mulutnya tak sanggup berbicara. Jangankan berbicara mengedipkan matanya saja terasa sulit. Tubuhnya melemas seketika seperti tak bertenaga.
Sedari tadi Jamari hanya bisa mendengarkan tanpa berucap sepatah kata pun. Setelah dokter menjelaskan semua Jamari langsung pamit keluar.
Jamari tak langsung ke ruang inap Meylina melainkan pergi ke toilet. Menangis tergugu didepan kaca washtafel, setelah sekian lama tak menangis. Terakhir kali Jamari menangis tergugu saat pengumuman lolos seleksi Bintara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Danru Paspampres
Romance^^My First Story^^ Takdir yang membawaku padanya, bagaikan ikan di air dan sayur di gunung. Walaupun ikan yang jauh dilaut dipertemukan dengan sayur didarat dalam satu piring. Ibaratkan jodoh walau terbentang jarak berkilo kilo meter jika memang jod...