Semalaman Jamari tidak pulang, bukan tidak mau pulang tapi latihan gabungan yang mengharuskannya berada di markas. Semalam juga banyak notif panggilan tak terjawab dari ayah dan bunda selama teleponnya di matikan. Khawatir?sudah pasti tapi Jamari mencoba memanage emosi dan pikiran agar terus fokus latihan. Begitulah tentara harus siap mengedepankan urusan militer di banding urusan pribadi. Karena jiwa dan raganya untuk nusa bangsa.
Pagi ini Jamari baru bisa pulang dan langsung menuju ke rumah sakit. Saking khawatirnya tidak sempat ganti baju dan masih mengenakan seragam PDL. Sampai suster dan perawat terus menatap minat. Tahu sendiri lah tentara kan selalu di jodohkan dengan dokter atau perawat. Padahal kan jodoh Allah Azza Wa'Jalla yang atur.
Sampai di pintu ruang inap, saat Jamari hendak membuka knop pintu pundaknya ditepuk dari belakang.
"Ayah." Jamari memeluk nya.
"Baru pulang kamu?" tanya ayah sambil menepuk-nepuk bahu Jamari.
"Iya yah. Gimana keadaan Meylina?"
"Istrimu baik-baik saja, semalam sempat pendarahan." jelas ayah.
Jamari terkejut mendengar penuturan ayahnya. Jika sampai Meylina kehilangan calon bayinya sudah pasti Jamari akan menyalahkan dirinya sendiri. Dia bukanlah ayah dan suami yang baik. Belum resmi menjadi seorang ayah saja sudah lalai.
Seringkali memang manusia lupa bukankah takdir sudah tertulis di Lauhul Mahfuz. Mengapa manusia selalu mengkhawatirkan dan menyalahkan apa yang sudah Allah swt. kehendaki?kita tidak perlu khawatir ikuti saja alur skenario nya suatu saat kita tahu bahwa memang ini yang terbaik. Karena butuh waktu untuk mengerti apa maunya Allah swt.
"Innalillahi memangnya Meylina sempat jatuh yah. Gimana kondisi bayinya, baik-baik saja kan yah?"
"Tidak, istrimu pendarahan setelah bicara dengan Letda Siwi. Alhamdulillah bayinya selamat."
Jamari kaget. "Loh memang Siwi menemui Meylina yah?"
"Lebih jelasnya tanyakan pada istrimu."
Jamari tidak habis pikir kenapa Siwi selalu mengganggu kehidupan rumah tangganya. Semenjak pertemuan di perbatasan Siwi selalu menghubunginya tapi tidak pernah Jamari tanggapi. Tetapi kali ini tindakan Siwi lebih parah, sudah berani mengusik kehidupan Jamari dan menyakiti istrinya sampai masuk rumah sakit. Jamari sudah pasti tidak akan tinggal diam, Jamari tidak peduli mau Siwi anak jenderal maupun pejabat.
Jamari masuk ke dalam ruang kamar Meylina dan langsung memeluknya. "Dik."
"Bun ayo keluar dulu cari sarapan." ujar ayah.
Bunda mengangguk dan beralih pandang pada Jamari dan Meylina. "Bunda keluar sebentar ya nak?"
"Iya bun." Jawab Jamari dan Meylina serentak.
Sepeninggal ayah dan bunda suasana ruang inap menjadi sunyi. Selang berapa lama isakan tangis yang terdengar oleh Jamari.
"Hey dik kenapa nangis?Marah sama mas ya, mas minta maaf semalam ada latihan gabungan. Jangan nangis lagi ya." Jamari mengusap air mata Meylina.
Meylina semakin menangis tergugu, membuat Jamari semakin merasa bersalah. Dia pun masih kaget atas kejadian yang dialami istrinya. Entah bagaimana Jamari menghilangkan trauma healing pada Meylina. Hanya pelukan hangat yang bisa menenangkan Meylina.
"Mas aku minta maaf, hampir saja kita kehilangan anak kita." sambil menyalami tangan jamari.
"Tidak apa dik. Adik tidak salah kok. Sudah, sudah yang terpenting anak kita baik-baik saja." sambil mengusap-usap kepala Meylina.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Danru Paspampres
Romantizm^^My First Story^^ Takdir yang membawaku padanya, bagaikan ikan di air dan sayur di gunung. Walaupun ikan yang jauh dilaut dipertemukan dengan sayur didarat dalam satu piring. Ibaratkan jodoh walau terbentang jarak berkilo kilo meter jika memang jod...