CLEFT [22]

434 35 15
                                    

Hari-hari Steffi kini berjalan tanpa Endy. Benar-benar tanpa laki-laki itu. Tidak ada chat, telpon, bahkan videocall lagi dari Endy. Kalau ditanya apakah gadis itu kehilangan Endy. Jawabannya tentu saja iya.

Biar bagaimanapun, Endy sudah sangat lama ada di hidupnya. "Kamu serius sama keputusan kamu sendiri De?" tanya Bunda yang menyiapkan makanan di meja.

Bunda sedari tadi memperhatikan Steffi yang sedang melamun. Gadis itu bertopang dagu dengan melihat makanan dengan tatapan kosong. "De, yakin emang bisa tanpa Endy?" tanya Bunda lagi.

"Bun, aku kan ngelakuin ini juga buat dia."

Bunda menghela napas, mengambil piring dan mengisinya dengan makanan untuk Steffi. "Makan dulu, dari kemaren-kemaren kan kamu gak makan. Liat tuh badan, makin gak berisi. Nanti kalo Ayah tiba-tiba pulang dan liat putri kesayangannya ini kurus, Bunda yang diomelin. Bakal dikira gak dikasi makan kamu sama Bunda yang cantik ini."

Bunda sengaja banyak bicara, agar Steffi juga mau memberi respon. Tapi sayang sekali, usaha Bunda sia-sia. Gadis itu hanya menatap datar makanannya tanpa mau memakannya sedikitpun.

"Ininiih yang Bunda gak suka. Kamu kalo lagi kenapa-napa sama Endy, susah makan jadinya. Liat aja yaa De, habis ini Bunda bakal ke apartement nya  Endy dan ngomelin tuh anak. Bisa-bisanya bikin kamu uring-uringan kayak gini."

"Jangan, Bun. Aku yang salah. Aku yang minta dia ngelepasin aku."

"Emang kamu burung dilepas-lepasin begitu?! Gak ada ya. Bunda bakal tetep nyamperin tuh anak dan minta penjelasan."

Steffi menatap Bunda dengan tatapannya yang memohon. Gawat kalau sampai Bunda beneran ngomel ke Endy. Nanti dia kira, Steffi ngadu yang enggak-enggak. "Bun, jangan ya? Kasian Endy."

"Yaudah, kamunya makan kalau gitu."

Steffi mengangguk, ia terpaksa makan biarpun sedikit. Daripada membiarkan Bunda mengomel pada Endy.

Setelah selesai makan, Steffi kembali ke kamarnya. Rasanya ingin kembali menangis saja karena mengingat Endy. Perasaan bersalah akhir-akhir ini memenuhi hatinya sendiri. Kenapa ia begitu gegabah kali ini.

Ponselnya bergetar dan menampilkan notip pesan yang masuk.

Bumblebee

Tmnn jln
19.26

Gue lagi males ke mana-mana, Bay
19.26
Lain kali aja ya?
19.26

G
19.28
Gue otw skrng
19.28

Jangan, Bay
19.28
Sumpah, gue lagi gak mau kemana-mana
19.28
Lo sama yang lain dulu aja
19.29

G pdli
19.30
Jln sm gue!
19.30
Msh ingt kn stts lo sbg pcr gue?
19.30

Steffi menghela napas dan hanya membaca pesan terakhir dari Iqbaal. Moodnya lagi kacau, malah tambah dibikin kacau. Steffi tak beranjak sedikit pun dari posisinya yang rebahan di atas ranjang.

Hampir setengah jam setelah chat masuk Iqbaal, Bunda mengetuk pintu kamarnya dan masuk. "De, ada Iqbaal di bawah."

"Biarin aja Bun. Bilang kalau aku tidur."

Bunda menggeplak pelan tangan Steffi. "Gak boleh begitu De. Anak orang jauh-jauh ke rumah, masa gak ditemuin?"

Akhirnya dengan malas Steffi bangun dan menemui Iqbaal di ruang tamu. "Udah gue bilang jangan, Bayyy. Ngapain masih ngotot ke sini?"

"Gue suntuk. Ayo jalan."

"Gue juga suntuk. Tapi gue gak mau jalan."

"Yaudah pacaran di sini aja."

CLEFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang