CLEFT [49]

378 48 41
                                    

Steffi di antar pulang oleh Bani. Gadis itu tidak langsung istirahat. Ia hanya mengganti baju dan langsung menuju dapur. "Bun, Ade yang masak buat makan malam ya?" katanya saat mendapati Bunda duduk di ruang makan sambil menikmati cokelat panasnya.

"Tumben," celetuk Bunda diiringi kekehannya.

Steffi lalu menuju pantri dan menyiapkan bahan-bahan mentah yang ia perlukan. Semua menu malam ini ia masak sesuai dengan makanan kesukaan Endy. Hitung-hitung sebagai permintaan maafnya.

Setelah hampir 3 jam berkutat di dapur, Steffi menyiapkan makanan di atas meja makan. Tinggal menunggu Endy pulang.

Suara bel rumah membuatnya antusias untuk membukakan pintu. Saat pintu terbuka, yang nampak bukannya Endy, tapi malah Iqbaal. "Ngapain lo?" tanya Steffi heran.

"Mau ketemu Bunda."

"Ngapain?"

"Minta maaf soal kecelakaan itu."

"Telat Anjingg."

Steffi mempersilakan Iqbaal masuk dan duduk di ruang tamu. "Gimana punggung lo?" tanya Steffi peduli.

"Retak doang."

"Retak?" tanya Steffi terkejut.

Iqbaal mengangguk singkat dan menyandarkan pelan punggungnya ke sandaran sofa. "Udah ditanganin dokter?" tanya Steffi lagi.

"Udah. Pake brace sementara waktu."

Steffi menatap sedih Iqbaal. "Harusnya lo gak ngelindungin gue begitu Bay. Lo tendang kek orangnya, ngapain malah meluk gue dari belakang dan ngasih punggung lo cuma-cuma?"

Ceklek

Suara pintu membuat atensi pasangan itu teralihkan. Steffi langsung berdiri dan menghadang langkah pemuda itu. "Gue udah masakin makanan buat kita dinner." kata Steffi antusias seolah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dengan pemuda itu.

"Gue udah makan sama Afi, lo dinnernya sama Iqbaal aja gak papa."

Endy menoleh menatap Iqbaal. "Gue denger lo nyelamatin Adek gue tadi. Makasih. Bilang aja biaya perawatannya, nanti gue tf."

Iqbaal sontak berdiri dan mendorong pundak Endy kuat. "Ibaay!" tegur Steffi pelan.

Endy malas ribut, jadi ia langsung melewati pasangan itu untuk menuju kamarnya sendiri. Steffi menatap Iqbaal kesal. "Ngapain dorong-dorong Endy coba?" tanya Steffi sengit.

"Songong sih."

"Gue ke atas dulu. Lo tunggu sini!" kata Steffi yang kemudian menyusul langkah Endy. Steffi berniat membuka pintu kamar Endy, namun ternyata dikunci. Tumben sekali.

Tok Tok Tok!

Steffi mengetuk pelan pintu kamar itu beberapa kali. "Kita perlu ngomong Ndy," kata Steffi lembut.

Steffi yakin Endy bisa mendengar ucapannya. Namun pemuda itu memilih menulikan diri. "Gue masakin makanan kesukaan lo Ndy." kata Steffi lagi.

Bunda yang mendengar suara berisik dari atas, sontak ke luar kamar. Bunda tidak sengaja melihat Iqbaal yang duduk manis di ruang tamu. Bunda menghampiri pemuda itu dan duduk di hadapan Iqbaal.

Iqbaal menyodorkan tangannya untuk salim, namun Bunda tidak menyambut tangan itu. "Masih berani kamu datang ke sini?" tanya Bunda tajam.

Iqbaal berdehem pelan. "Soal kecelakaan itu, Iqbaal bener-bener minta maaf Bun. Malam itu, semua diluar kendali Iqbaal. Dengan penuh kesadaran diri, Iqbaal nyesel."

"Putusin anak Bunda. Bunda gak mau dia pacaran sama cowok yang gak ngerti tanggung jawab."

Iqbaal menggeleng pelan. "Maaf Bunda, Iqbaal gak bisa."

CLEFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang