CLEFT [59]

647 47 54
                                    

Jangan lupa komentar bawelnyaa per paragraf hehe

***
Siap gak siap. Suka tidak suka. Mau atau tidak. Kehilangan tetap saja kehilangan. Takdir membawanya sampai pada titik itu.

Patah hati paling menyakitkan memang kehilangan salah satu orang yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup kita. Kata orang, LDR paling berat adalah beda keyakinan. Tapi tidak bagi seorang gadis yang pikirannya kacau saat ini.

Ini tahun kedelapan sejak kejadian itu. Yah, waktu memang berlalu dengan cepat untuk kalian. Tapi tidak untuk Steffi. Hari-harinya seperti dihantui oleh perasaannya sendiri karena kehilangan salah satu orang dihidupnya. Orang yang pernah memahaminya dengan begitu baik.

Kala itu, Steffi seketika ambruk mendengar penuturan dokter. Rasanya seperti nyawanya direbut paksa detik itu juga. Saat kesadarannya kembali, satu hal yang ia harapkan. Semua itu hanyalah mimpi buruk. Ia ingin seseorang menariknya kembali ke dunia nyata.

Namun sayang beribu sayang, apa yang terjadi memang telah terjadi. Steffi ditinggalkan oleh orang yang sama sekali tidak ia harapkan untuk melakukan itu.

Steffi berada di hadapan sebuah makam, ia letakkan bucket bunga di atas pusara itu. Ini memang harinya untuk berkunjung. Setiap kali mengunjungi makam itu, tidak pernah Steffi tidak menitikkan air matanya. Selalu saja ada sesak yang tertahan di hatinya.

Singkat saja.

Ia rindu.

Terlampau rindu malah.

Steffi mengusap pelan nisan itu dengan ukiran nama yang membuat senyumnya getir. "Assalamualaikum ganteng," bisik Steffi lembut.

"Waalaikumsalam cantik." jangan kalian kira itu sahutan dari orang lain atau semacamnya. Itu adalah sahutan dari Steffi sendiri.

"Setiap gue kesini. Gue salam, jawab salamnya sendiri. Gue muji lo, gue sendiri yang muji balik. Sedih ya gue?" katanya kemudian.

Steffi memandangi makam yang selalu saja bersih dan rapi. Makam yang tidak pernah terlihat tidak terjamah. Selalu terlihat dirawat begitu baik.

Makam itu selalu dihiasi dengan taburan bunga yang segar setiap hari. "Lo pasti seneng deh, rumah lo gak pernah kotor. Soalnya selalu ada yang jengukin lo di sini kan?" kata Steffi lagi.

Steffi sedih. "Gimana di sana? Lo ketemu siapa aja?" tanya Steffi bermonolog. Steffi terkekeh pelan.

"Pasti udah ada yang nemenin lo ya. Lo pasti dapet bidadari yang cantiknya ngalah-ngalahin gue deh." ucap Steffi kecil.

Steffi masih ingat dengan jelas bagaimana paras tampan pemuda yang ada di dalam makam dihadapannya. Senyum tipisnya, bola matanya, kharismatiknya. Semua masih terekam jelas dalam memorinya.

"Singkat tapi bermakna." ucapnya lagi. "Gue gak pernah ngebayangin kalau kehilangan lo akan semenyakitkan ini." bisik Steffi lagi.

Steffi terisak sejenak, ia berusaha mengontrol dirinya agar tetap terkendali. Meredam sesaknya agar napasnya bisa stabil.

"Gue cerita boleh ya?" kata Steffi lagi.

Steffi memamerkan tangan kirinya yang dihiasi cincin. "Gue udah dilamar. Dan gue udah tunangan," bisik Steffi lagi. "Bulan depan, gue nikah," adu Steffi lagi.

Steffi mengusap nisan itu berkali-kali. "Meskipun gue nikah, lo tetep punya tempat di hati gue. Lo akan selalu jadi cerita yang paling indah buat gue kenang." kata Steffi sambil menghapus jejak air matanya.

"Gue hari ini gak bisa lama-lama nemenin lo. Jadi, gue harus pamit sekarang. Pasien gue nungguin soalnya." kata Steffi pamit. Steffi memang seorang dokter sekarang ini. Tentunya dengan banyak perjuangan untuk mendapatkan itu.

CLEFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang