CLEFT [40]

413 42 61
                                    

Sebelum baca, jangan lupa commentnya per dialoggggg, karena itu yang bikin saiaaa semangat nuliss, huhu.

Selamat membacaa

***

Setelah mengobrol banyak dengan Iqbaal di rooftop rumah sakit. Mereka berniat kembali ke ruang rawat Bunda. "Sana ke toilet dulu." kata Iqbaal pada Steffi saat mereka sudah di koridor yang dekat dengan ruangan Bunda.

"Ngapain gue ke toilet? Gue gak pengen pipis."

"Mata sembab begitu. Cuci muka. Ntar dikira Bunda sama yang lain, gue yang bikin lo nangis."

"Keliatan banget ya sembab nya?" tanya Steffi sambil menatap Iqbaal.

"Iya."

Steffi menggigit bibir bawahnya. "Gue pulang aja deh Bay. Gak jadi ke Bunda." katanya pasrah. Daripada Bunda dan yang lain melihat kondisi Steffi yang seperti ini.

Iqbaal menyentil pelan kening Steffi. "Gak usah durhaka sama Bunda. Lo sakit siapa yang jagain? Bunda kan? Giliran Bunda yang sakit, lo kelayapan." omel Iqbaal gak tau situasi.

Steffi menunduk, "di sana udah ada Afi." cicit Steffi sendu.

"Kalo ada Afi emang kenapa?"

"Udah ada yang ngurusin Bunda. Gue jadi ngerasa gak berguna nanti."

Iqbaal menarik lembut pergelangan tangan Steffi dan membawa gadis itu menuju ruang rawat Bunda. "Ayo masuk," kata Iqbaal sambil menunjuk pintu ruangan dengan dagunya.

"Gue mau pulang aja."

"Masuk."

Steffi menggeleng, ia hendak pergi namun langkahnya dihalangi oleh Iqbaal. "Masuk," kata Iqbaal sambil mengarahkan tubuh Steffi ke hadapan pintu.

"Bay, gue gak mau." lirih gadis itu tercekat.

"Bunda butuh anak perempuannya." kata Iqbaal kecil. "Lo anak gadisnya Bunda kan?" tanya Iqbaal menyudutkan gadis itu.

"Gue cuman keponakannya, Bay. Sedangkan di dalem, udah ada anak sama calon mantunya Bunda. Jadi kayaknya, Bunda udah gak butuh gue lagi."

Iqbaal membalikkan tubuh Steffi agar menghadap dirinya. Dinaikkannya pelan dagu gadis itu agar mau menatapnya. "Bayangin kalo Bunda denger pernyataan lo barusan. Apa lo pikir Bunda gak akan sakit hati denger itu?"

"Lo picik banget sampe mikir kayak gitu." lanjut Iqbaal tajam. "Masuk sana, minta maaf ke Bunda."

Steffi berdecak, ia masih enggan untuk masuk. Iqbaal yang greget langsung membuka pintu dan sedikit mendorong tubuh Steffi untuk masuk.

"Adeek," sapa Bunda lembut.

Steffi tersenyum kikuk lalu menoleh ke arah Iqbaal. Iqbaal memberi isyarat agar gadis itu mendekati Bunda. "Sana," bisik Iqbaal pelan.

Afi yang melihat kehadiran Steffi, sedikit menyingkir dari Bunda. Steffi duduk di tepi ranjang Bunda dan mengelus punggung tangan Bunda dengan lembut. "Gimana keadaan Bunda sekarang?" tanyanya canggung.

Bunda mengernyit heran. "Dek, kamu kenapa?" tanya Bunda saat menyadari perubahan putrinya.

Steffi menggeleng kecil dan terseyum lembut pada Bunda. "Bunda gimana keadaannya? Mana yang sakit Bun?" tanya Steffi lagi.

"Bun, dia cemburu liat Afi nyuapin Bunda."

Steffi sontak menoleh menatap tajam Iqbaal yang berkata demikian. Anjing emanggg si Iqbaal, batinnya geram. Gak bisa apa tuh mulut gak bikin gara gara sama Steffi.

CLEFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang