CLEFT [52]

506 51 169
                                    

Baca nya pelan pelan aja, dan jangan lupa komentarnyaaa. Okehhh

***

Bunda merasa sedih melihat keadaan Steffi sehancur sekarang. Sejak kemaren pulang dengan Endy, Steffi langsung mengurung diri dikamarnya. Tidak mau makan malam, tidak mau keluar kamar, bahkan sarapan pagi ini pun tidak sedikit pun yang masuk ke mulutnya.

"De, sarapannya dimakan dong sayang." kata Bunda. "Bunda gak mau ngizinin kamu sekolah kalau gak sarapan. Nanti kalau pingsan di sekolah, siapa yang bakal nolongin coba?" omel Bunda pelan.

Endy menyodorkan sesendok nasi goreng ke hadapan Steffi, hal itu dibalas gelengan singkat. "Makan dulu, sedihnya nanti lagi." kata Endy keukeuh dengan sodoran nasi goreng ke hadapan Steffi.

"Ndy, gue gak mau."

"Terus lo mau sakit dan ngerepotin Bunda, gitu?"

"Kalo lo kenapa-napa, Iqbaal bisa cari cewe lain buat jadi pacarnya. Tapi keluarga lo gak bakal bisa nemuin puteri lain buat gantiin lo."

Steffi akhirnya menyambut suapan dari Endy dengan terpaksa. Daripada Steffi yang tidak sarapan, lebih baik Endy yang tidak sarapan karena asik menyuapi gadis itu makan. Bunda tersenyum lembut melihat interaksi kedua anak anaknya.

"De, Ayah nawarin kamu buat sekolah di sekolahnya Endy. Gimana menurut kamu?" kata Bunda tiba-tiba.

"Ade ngikut Ayah aja, Bun."

"Adenya mau enggak? Kalo enggak, kita gak akan maksa kamu De."

"Terserah, Bun. Aku ikut aja."

Endy meminta Bunda tidak melanjutkan pembahasan itu. "Pikirin aja dulu baik-baik, jangan diiyain karena lo lagi bermasalah sama Iqbaal." kata Endy dewasa.

"Assalamualaikum."

Endy dan Bunda saling berpandangan lalu Endy mengangguk kecil. Bunda lantas berdiri dari duduknya dan menuju ke depan untuk membukakan pintu. Tidak lama Bunda muncul dengan seorang pemuda yang begitu mereka kenal.

"Ajil udah sarapan, sayang?" tanya Bunda yang mengarahkan Ajil untuk duduk disamping Endy.

"Udah Bun." kata Ajil sopan.

Steffi mengernyit melihat siapa yang datang pagi ini. "Kenapa Ajil di sini?" tanya Steffi pada Endy.

"Mulai hari ini, yang ngantar jemput lo Ajil." tutur Endy santai.

"Ajil?" tanya Steffi lagi.

Endy mengangguk kecil.

"Gue bisa berangkat sendiri kalo lo gak bisa nganterin gue Ndy."

"Ini bukan mau gue. Tapi, Ayah."

"A-ayah?" tanya Steffi memastikan.

Steffi langsung menoleh guna menatap Bunda. Bunda menggeleng menandakan kalau beliau juga baru tau soal ini.

"Tes pertama Ajil sebelum masuk militer," jawab Endy sekenanya. Dan jadi calon mantu, batin Endy melanjutkan.

Tidak bisa dipungkiri kalau Ajil memang berhasil menarik perhatian Ayah. Untuk Endy sendiri, fine fine saja semisal mereka menjadi ipar. Toh, Ajil juga sahabatnya sendiri.

Walaupun begitu, jika sampai nanti Endy tau Ajil menyakiti Steffi atau sejenisnya. Maka jangan harap bisa aman, sekalipun Ajil sahabatnya.

"Jadi, selama sama Ajil. Jangan banyak tingkah," ucap Endy mengingatkan.

Steffi cemberut kecil, "emang gue banyak tingkah apa?"

"Iya. Semaunya sendiri."

"Ndy," tegur Bunda halus.

CLEFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang