CLEFT [60]

525 43 70
                                    

Hari ini. Disebuah masjid megah di kawasan Jakarta akan dilangsungkan ikatan suci antara dua orang yang katanya saling mencintai.

Dua orang wanita menatap putri cantik mereka yang sudah dipoles make up natural, mengenakan gaun pengantin yang membalut tubuh cantiknya. "Amora, setelah ini kamu resmi menjadi istri orang sayang." ucap salah satu wanita yang sedari tadi berkaca-kaca.

Amora adalah nama panggilan kesayangan dari dirinya untuk anak gadis satu satunya itu. Amoranya yang tidak ia rawat sendiri karena sikap gila kerjanya. Jadilah Amora kesayangannya dirawat oleh adik iparnya sendiri.

"Mom, makasih udah mau dateng ke Indonesia buat aku." ucap Steffi tulus. Ia memeluk Mommy nya dengan lembut.

"Ya masa mommy absen di pernikahan kesayangannya mommy?"

Steffi tersenyum lembut, lalu atensinya beralih ke Bunda. Bunda menatapnya sendu. "Bunda kenapa Bun?" tanya Steffi pelan.

Bunda menggeleng kecil. "Rasanya campur aduk liat kamu begini De," lirih Bunda. "Bunda seneng, akhirnya kamu nemuin pendamping hidup buat kamu. Yang bakal jagain kamu, yang bakal bikin kamu bahagia, yang bakal bikin kamu merasa sempurna. Tapi, di satu waktu Bunda juga ngerasa sedih. Karena setiap kali Ayah sama Endy gak di rumah, selalu ada kamu yang nemenin Bunda, yang dengerin celotehan Bunda, yang bikin Bunda ngerasa sempurna jadi seorang Ibu." kata Bunda yang mulai bergetar suaranya.

"Bunda harap, Bunda gak benar-benar kehilangan kamu," lirih Bunda yang sudah memeluk Steffi hati-hati.

"Ah iya, kata Daddy, Ayah yang bakal jadi wali kamu hari ini sayang," kata Mommy tiba-tiba.

Steffi tertegun, "kenapa bukan Daddy, Mom?"

"Karena Daddy udah mengijinkan Ayah untuk menjadi wali kamu. Kata Daddy, Ayah yang memang lebih berhak untuk itu. Karena, Ayah pasti cinta pertama untuk kamu, Amora."

Steffi tersenyum getir. Padahal, jujur saja, ia menginginkan Daddy untuk menjadi walinya hari ini. Karena biar bagaimanapun, cinta pertama Steffi adalah Daddy dan Ayah. Cinta pertama untuknya bukan hanya Ayah, tapi Daddy pun juga. Lantas kenapa Daddy tidak mau menjadi walinya.

Seorang pemuda tampan, gagah, memasuki room brides di masjid itu. Steffi tersenyum melihatnya. Pemuda tampan itu berjongkok di hadapan Steffi, lalu mengambil kedua tangan gadis itu untuk ia genggam. "It's your day," katanya tegas. "Dia bakal bahagia kalau liat lo bahagia." lanjutnya lagi.

"Ndy, mau peluk," ucap Steffi tiba-tiba.

Endy tersenyum kecil lalu memeluk Steffi dengan begitu tulus. Rasanya ia tidak ingin melepaskan gadis ini untuk dinikahi laki-laki manapun.

"Gue tetep jadi adek lo kan Ndy?"

"Iya sayang, lo tetep kesayangan gue."

Mommy dan Bunda tersenyum melihat interaksi dua saudara itu. Hati mereka menghangat.

Endy mengurai pelukan mereka. Pemuda itu menatap lembut Steffi yang hari ini  dalam hitungan menit akan menjadi seorang istri. Bukan lagi menjadi Steffi adik kecilnya. Pacarnya. Gadisnya. Bahkan hidupnya. Beberapa menit kedepan, ia resmi melepaskan Steffi dari hidupnya.

Endy memandang Steffi dengan berkaca-kaca, ia tangkup pelan wajah cantik berpoles make up itu dengan hati-hati. "Gue boleh tanya satu hal sama lo cantik?" tanya Endy begitu lembut.

"Apa?"

"Lo beneran yakin sama keputusan lo ini?"

Steffi diam. Ia mencerna pertanyaan Endy dengan lamban. Steffi menggigit bibirnya sendiri dan tersenyum getir. "Gue gak tau," cicitnya ragu-ragu.

CLEFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang