27 | pergi

4.8K 654 130
                                    

;

Terhitung hampir sudah enam bulan Sunghoon tidak sadarkan diri. Selama itu pula Sunoo hanya bisa berharap. Berharap akan adanya suatu keajaiban. Tapi nyatanya, itu tidak pernah ada.

Sunoo baru saja pulang dari sekolah, masih mengenakan baju seragamnya. Membawa sebuket bunga untuk biasanya ia taruh di samping nakas ranjang Sunghoon, mengganti bunga sebelumnya yang sudah layu.

Hari ini, hari terakhir ujian kenaikan kelas. Sekolahnya akan libur panjang. Tapi, lagi-lagi untuk membuka matanya Sunghoon tidak melakukannya.
Masih senantiasa lengannya dengan selang infusan yang terhubung dan beberapa alat lainnya yang memenuhi tubuhnya.

Sunoo duduk di samping ranjang Sunghoon. Memegang jemari tangan pucat miliknya mengelus lembut punggung tangannya.

Tangan ini adalah, tangan yang ingin sekali Sunoo genggam. Tangan yang selalu mencubiti pipinya. Sunoo merindukannya.

Gorden jendela sedikit tersibak angin hujan dari luar. Menjadi saksi bisu Sunoo yang hanya tersenyum getir melihat Sunghoon yang tak kunjung membuka matanya.

"Sunghoon, kamu pernah bilang kalau aku sama kamu itu selalu terikat sama tali takdir yang sama. Kamu bilang takdir mempertemukan kita dengan cara yang nggak pernah terbayang dan setelah semua ini, aku pikir takdir juga pasti bisa memisahkan kita dengan cara yang nggak pernah terduga.."

Hening.

Tidak ada jawaban.

Setetes air mata perlahan turun membasahi pipi Sunoo, bisa dibilang bukan waktu yang sebentar, untuk Sunoo menunggu Sunghoon.

Tak pernah lelah dirinya untuk sekadar berkunjung menemui Sunghoon. Walaupun hingga saat ini tidak ada perubahan besar. Secara perlahan harapannya terkikis.

"Sunghoon, kalau kamu dengar aku. Aku cuman mau bilang aku kangen kamu. Aku mau ketemu sama kamu. Rasanya kita kayak LDR-an padahal aku sama kamu cuman teman ya? Aku mau bilang sekarang walaupun ini terlambat. Aku sayang kamu juga."

Lagi-lagi hening.

"Sunghoon, ayo jawab! Jangan diem aja."

Sunoo tersenyum tipis. Percuma saja, ekspetasinya terlalu tinggi setelah melihat realita yang sebenarnya.

Beberapa ketukan di pintu, membuat Sunoo cepat-cepat menghapus air matanya dan mengalihkan pandangan pada pintu. Menyadari bahwa Papahnya datang.

"Dek, udah makan hm?" Tanya Papah Sunoo dan beralih duduk di samping Sunoo.

"Udah Pah." Bohong Sunoo. Bahkan dari pagi Sunoo belum sarapan sama sekali. Entah mengapa rasanya makan saja Sunoo tidak seperti biasanya yang sangat lahap. Mungkin kalau di pikir-pikir Sunoo hampir kehilangan banyak berat badannya.

Sunoo kembali memperhatikan tubuh Sunghoon dengan banyak alat hampir memenuhi tubuhnya. Alat yang membantu Sunghoon untuk bisa bertahan sampai saat ini.

"Pah.." saut Sunoo.

"Hm?"

"Pah, apa adek harus susul Sunghoon aja ya?"

"Hush, adek ngomong apa sih. Sunghoon nggak kemana-mana dia masih ada sama kita."

Sunoo gelengkan kepalanya tidak setuju, "Nggak pah, Sunghoon udah tinggalin adek dari hari itu. Sunoo yang bikin Sunghoon kayak gini, Sunoo egois pah! Sunoo benci sama diri Sunoo! Sunghoon cuman bisa hidup karena ada semua alat ini!" Tunjuk Sunoo.

"Berhenti ngomong kayak gitu. Kamu sama aja doain yang enggak-enggak buat Sunghoon. Kamu juga nggak bisa terus salahin diri sendiri karena kamu egois.."

Tied up; [Sungsun] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang