13. Tubuhku Adalah Milikku!

4.3K 645 68
                                    

Jarang² minta vote wkwk, VOTE DULU YAAA! MAKASIW

...

Rintik hujan masih awet membasahi bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rintik hujan masih awet membasahi bumi. Suasana dingin pagi buta dengan matahari yang masih belum menampakkan sosoknya. Marsih turun dari dokar tak jauh dari rumah milik Adriaan. Ia menatap pria tua pemilik dokar itu dan menunduk lemah, sebagai tanda terima kasih telah berbaik hati mau membawanya menumpang di dokar berisi rumput untuk pakan ternak itu.

Marsih tak mengenal pria tua itu, ia hanya kebetulan tengah mencari tumpangan dan menemukan sebuah dokar pengangkut pakan ternak yang searah dengannya. Kemudian Marsih memohon agar dapat ikut. Pria tua itu memperbolehkannya walau Marsih berkata ia tak dapat membayarnya untuk sekarang namun pria tua itu hanya diam mengangguk. Mungkin pria baik itu memang sengaja diutus Tuhan untuk membantunya.

Satu kilatan petir menyambar kencang, menciptakan sebuah cahaya putih di gelapnya langit. Menampakkan siluet tubuh Marsih yang basah kuyup oleh air hujan. Gaun indah putihnya kini telah tak berbentuk, lumpur, tanah, dan robekkan menghiasinya kini. Kakinya berjalan pelan, mencoba mendekati pekarangan rumah Adriaan yang sudah diujung mata.

Langkahnya oleng, berusaha menyeret kakinya menuju rumah pria asing itu. Ia berhenti saat sudah berada tepat di depan rumah besar bernuansa hijau muda tersebut. Menatap ke arahnya dengan tatapan murka, dua hari sudah ia disekap disana, dan akhirnya dapat melarikan diri. Namun apa? Kini ia malah menyerahkan tubuhnya sendiri untuk dijadikan alat pemuas nafsu. Ingin sekali dirinya tertawa kencang atas kemalangan nasibnya, tapi sayang ia tak memiliki cukup energi untuk itu.

Marsih menelan ludahnya lambat, kerongkongannya kering sehabis berteriak menangisi mayat Jinem, kuku jari tangannya patah karena ikut menggali tanah, matanya sembab dan sekujur tubuhnya lebam karena pembuluh darahnya pecah akibat terlalu letih. Tak ada lagi gadis cantik disini, hanya ada gadis dengan perawakan mengerikan dengan dendam yang membara.

Tapi itu adalah hal bagus, karena perawakannya sekarang ia jadi memiliki alibi untuk berkata bahwa ia sempat tersesat di pasar dan hampir diperkosa oleh pria-pria jahat. Entah Adriaan akan mempercayainya atau tidak, itu semua bergantung pada seberapa lihainya gadis ini berbohong serta berkilai.

Tubuhnya menggigil dan semakin melemah, kepalanya kini pening mulai memberat. Ia harus cepat-cepat masuk ke dalam rumah itu sebelum kehilangan kesadaran. Marsih menarik nafas dalam, berharap rencananya kali ini tidak akan ia sesali dikemudian hari.

Dengan perlahan Marsih kembali berjalan. Pintu kayu ukiran itu sudah terlihat, tersisa lima langkah lagi sebelum ia sampai. Kepalanya semakin pusing dan mulai tak terkendali, sekuat tenaga ia mulai mengetuk pintu kayu itu pelan. Hingga semakin lama berubah menjadi ketukan cepat dan tak terkendali.

Kesadaran Marsih semakin membuyar, kepalanya sungguh pening seakan ada godam besar yang kini tengah memukul-mukul kepalanya kencang. Pintu terbuka, menampilkan Adriaan dengan pakaian tidur birunya yang terlihat begitu terkejut melihat Marsih berada di hadapannya.

𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang