Gais aku ada project baru lagi di akun Blackpandora_Club judulnya "Le Winston The Seas" disana aku jadi tokoh namanya Leora, silahkan dicek 👌💖
....
Guncangan-guncangan dirasakan tubuh Marsih tatkala pedati menggilas kerikil serta tanah yang tidak rata. Ia terdiam menatap kosong ke arah luar jendela kayu, kearah jalan setapak yang tidak ia kenali. Entah kemana lelaki asing ini akan membawanya pergi lagi, dirinya tak berani bertanya. Sesekali ia melirik pria yang tengah membaca sebuah buku di depannya, buku yang saking tipisnya membuat Marsih malas mencari tahu apa itu.
Sinar matahari yang mulai meninggi bersanding apik dengan udara pagi yang sejuk. Marsih ingin sebenarnya menanyakan akan kemana Adriaan akan membawanya pergi, namun rasa takut dan cemas memaksanya untuk tetap diam bungkam dan menimbang atas keraguannya itu.
Suasana hening ini begitu membuat Marsih tertekan, disatu sisi ia ingin segera pulang kembali ke pelukan sanh ibu, namun disisi lain ia takut akan lelaki di depannya ini. Mata hitamnya memberanikan diri melirik Adriaan dan mengalihkan pandangan disaat mereka hampir bertatapan.
"Kemana Tuan akan membawaku?" entah dari mana datangnya keberanian Marsih untuk bertanya hal yang sangat menganggunya saat itu.
Ia melihat Adriaan mulai menutup buku yang barusan ia baca. Marsih meremas gaun emasnya kencang, khawatir akan jawaban yang akan pria ini katakan atau lebih parahnya Adriaan akan marah. Raut wajahnya menegang, keringat mulai sesekali jatuh dari keningnya.
"Ke rumah pamanku, lalu sepulangnya dari sana kita pergi ke pasar untuk membeli beberapa hal yang akan aku dan kau perlukan nanti," ucapnya dengan menaruh buku tipis itu tepat di sebelah kanan kakinya.
Marsih hanya mengangguk pelan, ia mengusap peluh keringat yang sempat jatuh di keningnya dengan kasar. Lalu kembali memandangi jalan di luar jendela. Adriaan mengambil sesuatu dalam saku jas miliknya, sebuah sapu tangan dengan bordiran bunga anyelir dan sebuah nama di ujungnya. Ia menyodorkan sapu tangan itu ke arah Marsih untuk membersihkan keringatnya.
"Pakailah ini, jangan rusak gaunmu hanya untuk mengelap keringat," ujarnya datar.
Perempuan ini mulai mengambil sapu tangan itu dengan canggung dan mulai mengelap keringatnya pelan. Ia kemudian menyadari sebuah tulisan yang tertera pada ujung sapu tangan berwarna salem itu.
"Milik Alysia... " gumam Marsih tak sadar, dengan segera ia menutup mulutnya yang secara tak sadar mulai membaca tulisan itu.
Wajah Adriaan sedikit terkejut akan gumaman kecil Marsih barusan. Ia menatap wanita pribumi dihadapannya ini dengan satu alisnya yang naik, tatapan penuh kebingungan, jarang sekali ada orang pribumi yang paham dan bahkan bisa membaca sebuah tulisan selain orang terpelajar, Marsih bahkan membacanya dengan sangat lancar. Ia menggelengkan kepalanya pelan dan bertanya untuk memastikan apakah yang ia dengar barusan itu benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]
Historical FictionBerkisah tentang seorang gadis bernama Marsih, hidupnya yang sengsara membuat hati Marsih tegar akan segala cobaan yang selalu menerpa hidupnya. Tak terkecuali ketika sang ibu menghembuskan nafas terakhir, ia hanya dapat menguburkan sang ibu dengan...