18. Terenggutnya Kesucian

4.7K 531 108
                                    

Malam kala itu penuh kesunyian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam kala itu penuh kesunyian. Hanya suara derikkan jangrik yang berada di luar bangunan rumah terdengar sampai ke dalam. Tak dapat dipungkiri memang, di luar bagian belakang rumah ini berdiri semak belukar yang tinggi menjulang bersama alang-alang, maka tak heran hewan kecil seperti jangkrik dan serangga lain hidup berhabitat disana.

Sebuah selimut tersandar sempurna di punggung Marsih, rupanya dia sedikit merasa kedinginan malam itu, dirinya berharap sehelai selimut akan membuat tubuhnya lebih hangat. Marsih tidak dapat tidur, pikirannya terus melayang membawanya pergi memikirkan hal-hal rumit tentang Adriaan. Di tangannya berdapat sebuah buku yang sedang ia baca dengan harapan sekiranya membaca dapat membantu dirinya supaya mengantuk dan tertidur.

Dengan cahaya lampu petromaks ia membalik halaman demi halaman. Buku ini bercerita tentang perjalanan seorang gadis bernama Alice di dunia khayalannya. Marsih bukan tipe orang yang menyukai buku dongeng, karena menurutnya dongeng hanya bualan belaka. Namun ia tak dapat menolak membaca buku ini saat melihat kata 'wonderland' yang membuat dirinya tertarik dan ingin segera membacanya.

Betapa beruntungnya gadis bernama Alice itu, hidupnya penuh dengan warna di dunia yang penuh keajaiban. Tidak seperti dirinya yang selalu hidup sengsara. Apakah Marsih kurang bersyukur? Bukankah ia seharusnya bersyukur atas kehidupan layak yang Tuhan berikan dan atas makanan yang masih dapat ia nikmati hingga hari ini? Atau Marsih memang harus menuntut Tuhan untuk takdir yang membawanya hidup dalam naungan lelaki Belanda, yang menjadikannya seorang gundik?

Telinga Marsih mengangkap suara bising dari luar kamarnya, seperti suara orang yang tengah berteriak dan berargumen hebat. Ia mengerutkan keningnya, suara bising ini, apa yang terjadi disana? Marsih mematikan lampu petromaksnya dan menyalakan saklar lampu. Ia melepaskan selimut dari tubuhnya dan mencoba mendekati sumber suara.

Ia berjalan keluar kamar, menyusuri lorong yang panjang dan dingin. Langkahnya berhenti saat ia menatap ke arah lantai bawah, ke ruang tamu. Disana ia melihat seorang pembantu wanita yang tengah dibentak oleh Adriaan. Lelaki itu sudah kembali rupanya, Marsih kira ia akan menginap di kediaman Dylan, namun ternyata dirinya salah.

Setelah melihat itu, dengan cepat Marsih menuruni tangga, setengah berlari. Ia mencoba membantu pembantu wanita yang bahkan ia tidak tahu siapa namanya itu untuk menghadapi Adriaan yang tengah tersulut emosi.

"Perempuan jalang! Inlander bodoh!" bentakkan Adriaan kencang pada wanita pembantu tak bersalah itu.

Adriaan mengangkat tangannya tinggi, sebuah tanda kalau ia akan segera melayangkan sebuah tamparan keras pada pembantu wanita malang itu. Dengan cepat Marsih segera mendatangi keduanya. Pembantu wanita itu tampak begitu ketakutan, wajahnya tertunduk dan tubuhnya bahkan sudah ambruk ke tanah saking takutnya pada Adriaan.

"Meneer! Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Marsih sedikit berteriak untuk menghentikan aksi Adriaan itu.

"Nyai! Lihatlah pembantu bodoh ini, dia dengan lancang mencoba menyentuhku! Siapa kau pikir dirimu ini?" bentaknya murka.

𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang