Mungkin hari ini adalah salah satu hari yang paling menyenangkan untuk Marsih. Mengapa? Karena malam ini selepas bekerja, Lasmi mengajaknya untuk datang ke sebuah pasar malam di desa sebelah yang letaknya tak jauh dari tempat mereka berdua tinggal. Ia tak pernah pergi ke sebuah pasar malam sebelumnya. Bayangkan betapa senangnya wajah Marsih mendengar bahwa Lasmi mengajaknya untuk pergi bersama.
Setelah bekerja, ia membersihkan rumah, membuat jamu, membantu ibunya makan dan minum, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya dengan cepat, jauh lebih cepat dari biasanya. Ia tidak ingin terlambat barang satu menit pun, gadis ini melakukan semuanya dengan tak lupa seutas senyuman kecil ia sunggingkan pada bibir tipisnya ini. Sudah lama ia tidak keluar dan melihat banyak orang berkumpul untuk bersenang-senang.
Marsih tidak mungkin mengatakan pada ibunya bahwa ia akan pergi malam ini, untuk itu ia bermaksud membuat sang ibunda ini terlelap terlebih dahulu sebelum ia pergi, Marsih tidak ingin sang ibu khawatir dengan kepergiannya. Lagipula mana mungkin para belanda akan datang ke sebuah pasar rakyat? Terdengar sangat tidak etis untuk kaum kelas atas seperti mereka.
Setelah berhasil menidurkan sang ibunda, Marsih menyisir rambut hitam pekatnya dan tak lupa mengikatnya ke belakang dengan rapih. Ia tidak memiliki sesuatu yang bagus untuk dipakai dan hanya memiliki satu buah sandal yang ia baru saja pungut dari tempat sampah hotel tempatnya bekerja. Ia berfikir bahwa sandal ini masih layak pakai dan masih tergolong baru, mengapa ada orang yang menyia-nyiakan barang seperti ini? Jadi tanpa ragu ia memungutnya.
Ia membuka pintu kayu rumahnya dengan perlahan dan menutupnya kembali dengan hati-hati pula untuk meminimalisir suara yang dapat ia timbulkan. Marsih berjalan menyusuri perkampungan kumuh tempat ia dibesarkan, lantai yang becek pasca hujan siang tadi dan kegelapan malam menyelimuti karena tidak ada seorang pun orang disini yang mampu membiayai penerangan jalan kumuh ini. Mereka bahkan tidak dapat membiayai menerangi gubuk mereka, sepenting apa hingga harus menerangi jalan?
Lasmi membuat janji untuk bertemu di belakang hotel untuk berangkat bersama, lalu disinilah Marsih berlari dengan semangat ke arah Lasmi yang juga tampak bahagia melihat keberadaannya. Mereka berjalan bersama ke sebuah terminal delman-delman dan menaiki sebuah delman pengangkut barang. Mereka lebih memilih delman pengangkut barang dibandingkan dengan delman yang benar-benar dikhususkan untuk membawa orang karena harganya yang relatif lebih jauh lebih murah, walaupun itu berarti mereka harus berhimpitan dan berdesakan duduk berdampingan bersama dengan barang-barang yang akan dibawa ke pasar malam itu juga.
Marsih menikmati indahnya angin malam Kota Surabaya, melihat pemandangan jalanan dan persawahan yang gelap dan dingin. Ia tidak pernah keluar desa sebelumnya, keluar rumah saja mungkin jarang apalagi mustahil baginya untuk keluar desa yang ia kini tengah lakukan. Sang ibu akan sangat khawatir padanya jika ia mengetahui hal ini dan akan memarahi gadis ini tentunya. Namun mau bagaimana pun, Marsih masih muda dan jiwa eksplorasi serta ingin tahu miliknya sedang melonjak tinggi. Maka janganlah kau salahkan perbuatannya yang melanggar kata orangtua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]
Historical FictionBerkisah tentang seorang gadis bernama Marsih, hidupnya yang sengsara membuat hati Marsih tegar akan segala cobaan yang selalu menerpa hidupnya. Tak terkecuali ketika sang ibu menghembuskan nafas terakhir, ia hanya dapat menguburkan sang ibu dengan...