16. Peringatan Pria Tua

3.2K 533 104
                                    

"Tidak!" hardik Alysia cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak!" hardik Alysia cepat. "Kau akan mengirimku pergi setelah pernikahanku, tapi sekarang kau ingin menghancurkan pernikahanku juga?!" lanjutnya emosi.

Suasana ruang kerja baru Adriaan sore itu sedikit tegang. Alysia kini tengah berdebat alot dengan sang kakak. Adriaan pasti sudah gila! Tentu saja dirinya mengatakan bahwa ia menolak mentah-mentah keinginan kakaknya yang ingin membawa Marsih sebagai pasangan saat di pernikahannya nanti. Namun kakak keras kepalanya itu tetap saja bersikukuh ingin membawa Marsih ikut serta ke pernikahannya.

Wajah Alysia seakan terlipat dengan alis yang berkerut, rahang yang menggertakan satu sama lain, dan bibirnya yang sedikit mengerucut. Melihat itu, Adriaan tahu betul kalau adiknya saat ini tengah murka. Marsih bukanlah anak pejabat besar pribumi, ia juga bukan anak saudagar kaya, atau anak priayi. Dirinya hanyalah seorang gundik yang entah kenapa kakaknya pelihara. Dalam hal apa Alysia memiliki kewajiban untuk mengundangnya? Tapi diri Adriaan sendiri sangat menginginkan Marsih untuk hadir disana nanti menemaninya.

"Ini acara pernikahanku, Kak! Jangan kacaukan resepsi sakral ini dengan Kakak yang membawa seorang pelacur!" cecar Alysia, wajahnya memerah dan urat-urat di lehernya keluar saat ia mengatakan itu, menandakan emosi dan penekanan dalam setiap katanya.

"Dia akan jadi pendampingku, tak peduli kau setuju atau tidak." seakan tidak memperdulikan amarah adiknya, Adriaan mengambil secangkir teh chamomile dan meminumnya pelan.

"Coba saja bawa gundik itu kalau Kakak berani. Aku akan melucutinya di depan publik!" ancam Alysia pada kakaknya, ia seakan sangat membenci keberadaan Marsih dalam kehidupan Adriaan. Alysia beranggapan kalau Marsihlah pembawa semua nasib buruk yang terjadi pada mereka belakangan ini.

Adriaan menghela nafas berat. Alysia adalah anak yang jujur, ia selalu menepati semua janji-janjinya, tak terkecuali semua ancaman yang ia titahkan juga akan terjadi jika keinginannya tak tersampaikan. Pernah suatu ketika saat ia berumur sembilan tahun, ia bercekcok dengan seorang anak petani pribumi. Anak petani itu dengan lancang meludahi gaun kesayangan Alysia karena gadis itu berkata bahwa pribumi adalah kaum kotor.

Saat itu Alysia sangat murka, amarahnya terbakar melihat gaun cantik miliknya kotor terkena ludah orang rendahan, ia mengancam akan meratakan tanah sawah milik ayah anak itu. Dan yang terjadi setelahnya ialah petani serta keluarganya mati mengenaskan oleh centeng suruhan Patrick dan tanah sawah milik mereka benar-benar diratakan oleh gadis itu. Jadi saat ini, Adriaan tahu kalau adiknya tidak tengah bermain-main dengan ancaman barusan. Walau sang paman telah mati, tapi Alysia pasti memiliki seribu satu cara untuk menyakiti Marsih.

Raut wajah Alysia masih terlihat kesal. Ia akan terus melawan jika kakaknya terus memaksa untuk membawa pelacur itu ikut serta di acara pernikahannya. Mana sudi ia bertatapan dengan wajah wanita pribumi pemuas nafsu itu saat hari ia mengikat janji dengan kekasihnya, sungguh memalukan Adriaan memiliki selera serendah itu.

"Baiklah, mari buat kesepakatan." Adriaan memijit ujung batang hidungnya pelan.

Alysia memutar bola matanya malas. Apalagi yang kakaknya rencanakan ini? Tak menjawab, Alysia hanya menyilangkan kedua tangannya sembari menunggu apa yang Adriaan ingin tawarkan padanya ini.

𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang