27. Deklarasi Perang

2.5K 394 65
                                    

Itu di mulmed Si Karso ya.... Btw part ini panjang kali gais, semoga gak bosen dan... Selamat membaca! 😃💅

....

Jemari lentik Marsih menyibakkan tirai abu-abu yang menutupi jendela kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jemari lentik Marsih menyibakkan tirai abu-abu yang menutupi jendela kamar. Membuka jalan untuk cahaya matahari pagi masuk ke dalam. Membiarkan berkas-berkas cahaya kekuningan mengisi ruangan tidur ia dan Adriaan. Tak lupa Marsih juga membuka sedikit jendela dan menahannya dengan sanggaan besi supaya tak kembali tertutup. Dingin udara pagi semerbak masuk cepat ke dalam sana, membuat Marsih sedikit bergidig ketika semilir angin menyapa leher jenjangnya.

Sudah empat hari berlalu semenjak kematian Mbok Kalinem. Sudah empat hari pula Adriaan mengurung Marsih dalam kamar. Tidak memperbolehkannya keluar bahkan barang satu menit pun, membuat Marsih tidak dapat melakukan banyak hal karena tempat yang terbatas, ia hanya dapat membaca buku lalu terkadang menangis jika mengingat kedua orang tercintanya telah mati. Pembantu akan datang di jam-jam tertentu untuk membawa makanan dan kemudian pintu dikunci kembali dari luar. Namun hari ini, hari kelima, Adriaan membuka kunci pintu kamar, lelaki itu sudah memperbolehkannya keluar kamar, tapi tentu saja tidak keluar rumah.

Rasanya bagai menghirup sedikit udara kebebasan ketika kakinya menapak di lantai luar kamar, walau ia tak sepenuhnya bebas. Marsih dapat akui dirinya bagai burung dalam sangkar emas, ah, mungkin lebih dari sangkar emas. Rumah megah ini yang bisa jadi rumah terbesar di Kota Surabaya.  Ini adalah tempat ia terbelenggu, ia bagai burung dalam sangkar penuh kemewahan. Namun, akan menjadi bodoh rasanya jika ada seseorang yang mau tinggal disini bersama iblis seperti Adriaan. Kemewahan yang pria itu beri, dibayar dengan seberapa menderita batinmu disini.

Tubuh Marsih terasa berat, pundaknya pegal, dan seluruh tubuhnya sakit, layaknya ada yang menggelayuti di belakang, sepertinya Marsih tahu apa yang menggelayutinya. Penyesalan. Semua ini adalah ulah rasa sesal yang menyesakkan. Untuk beberapa hari pertama Marsih tidak dapat tertidur karena selalu memikirkan Mbok Kalinem. Memikirkan betapa bersalahnya ia akan kematian wanita tua baik hati itu. Lalu hari-hari berikutnya ia habiskan di dalam kamar penuh kesedihan, ia bahkan menyalahkan dirinya sendiri yang bisa jadi membuat Mbok Kalinem terbunuh. Yang paling membuat sesak dada Marsih ialah, dirinya tidak tahu dimana dan bagaimana Mbok Kalinem dikuburkan. Apakah wanita itu dapat beristirahat dengan tenang?

Kaki jenjang Marsih berjalan, ia berniat mengunjungi Darmi, yang kata para pembantu lain dia tidak mau menyentuh makanan jika tidak dipaksa, dan sama sekali belum memakan sesuatu yang benar-benar ia telan. Tentu Marsih merasa khawatir pada Darmi, wanita muda itu pasti mengalami duka yang lebih mendalam dibanding dirinya karea Mbok Kalinem sudah ia anggap sebagai panutan dan ibunya sendiri.

Dulu Mbok Kalinem pernah bercerita, kalau Darmi tidak memiliki ayah mau pun ibu, dirinya hidup luntang-lantung sebatang kara sejak kecil. Kemudian secara tak sengaja ia dipertemukan dengan keluarga Adriaan, dan ia sudah bekerja kepada keluarga Adriaan sejak beberapa tahun lalu. Mbok Kalinem merupakan orang yang berperan penting dalam hidupnya, wanita itu membimbingnya penuh kasih sayang, sekaligus satu-satunya sosok terdekat Darmi yang dirinya dapat anggap sebagai ibu.

𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang