"Nyai! Ada pemberontakan besar di pasar!" ucap Mbok Kalinem, nafasnya terengah-engah karena pasalnya ia baru saja turun dari pedati.
Perempuan tua itu kembali dari pasar membawa sebuah kabar yang mengejutkan. Dirinya tergopoh-gopoh berusaha berlari cepat mendekati Marsih untuk memberi tahu kalau ada sebuah pemberontakan oleh rakyat disana. Pemberontakan antara tentara Belanda yang sedang tidak bersenjata dengan amarah rakyat pribumi yang menolak membayar pajak.
"Tenanglah, Mbok. Ayo masuk dahulu," ajak Marsih menuntun tangan Mbok Kalinem untuk masuk ke dalam rumah.
Namun tangan Mbok Kalinem menahan Marsih, "Tidak, Nyai. Aku harus memberitahumu sesegera mungkin."
"Tak apa, kita dapat lakukan itu di dalam--"
"Nyai, dengarkan aku! Kau sendiri yang bilang bahwa Tuan Adriaan sudah mencurigai dirimu. Maka dari itu aku harus memberitahumu hal ini secepat yang aku bisa," selak Mbok Kalinem.
Marsih menghela nafas, "Baiklah baiklah, ada apa? Apa maksudmu dengan pemberontakan? Apa yang terjadi?"
"Semua orang menggila! Benar-benar sudah tidak terkendali. Rakyat melakukan unjuk rasa besar-besaran! Tentara-tentara cecunguk londoe itu datang, namun mereka semua kalah oleh lemparan batu kali yang besar."
"Gusti Pangeran! Apakah kau ikut terluka, Mbok?"
"Keselamatanku tak penting lagi, kau harus melakukan sesuatu. Adriaan dapat saja menggila karena kabar ini," kata Mbok Kalinem penuh emosi.
"Omong kosong apa ini? Tentu saja keselamatanmu penting, Mbok! Lagi pula aku sudah memiliki rencana untuk menyuruh Sugeng dan Karso melakukan sesuatu."
"Kau ingin menyuruh mereka melakukan apa, Nyai?" tanya Darmi yang sedari tadi berdiri disana penasaran.
"Melakukan sesuatu yang sangat buruk, pada para cecunguk berkulit putih itu."
Mbok Kalinem menatap Darmi dalam, "Melakukan hal yang seharusnya sedari dulu kita lakukan."
Darmi hanya tertegun mendengar rencana aneh yang tidak disebutkan oleh Marsih atau pun Mbok Kalinem. Mereka berdua seperti memiliki kesepakatan untuk tidak membuka rencana di depan Darmi.
"Aku akan menyiapkan Tuan Adriaan minuman dingin lagi, Mbok ... kau pergilah beristirahat, biar Darmi yang akan membantuku."
.oo0oo.
Dengan lambat Marsih membawa sebuah nampan berisi dua gelas es buah segar. Ia berniat untuk melakukan hal yang sama seperti kemarin, yaitu mengorek informasi secara perlahan-lahan pada Adriaan di ruang kerjanya. Namun langkahnya terhenti seketika, saat ia berada di ruang tengah. Nampan ditangannya jatuh begitu saja.
Badan Marsih menegang, tubuhnya menjadi sekaku gelondong kayu jati. Mulutnya sedikit terbuka dengan mata yang membelak kaget. Tepat berjarak beberapa meter darinya Adriaan tengah berdiri tegak angkuh dengan kemeja putih dan celana hitam, dibawah kaki pria itu terdapat Mbok Kalinem yang tengah berlutut pasrah dengan rambut yang terjambak oleh tangan kiri Adriaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]
Historical FictionBerkisah tentang seorang gadis bernama Marsih, hidupnya yang sengsara membuat hati Marsih tegar akan segala cobaan yang selalu menerpa hidupnya. Tak terkecuali ketika sang ibu menghembuskan nafas terakhir, ia hanya dapat menguburkan sang ibu dengan...