"Apa kau sudah minum jamu yang aku berikan tadi?" tanya Mbok Kalinem serius pada Marsih.
"Sudah, sudah kuhabiskan juga," jawab Marsih.
"Baguslah, jamu itu akan menjaga tubuhmu agar tidak hamil. Aku akan memberikanmu jamu itu setiap hari."
Marsih mengangguk untuk membalas permintaan Mbok Kalinem yang menyuruhnya untuk meminum jamu racikan khusus setiap hari. Entah jamu itu akan bekerja atau tidak, yang pasti setelah berhubungan dengan Adriaan, saat pagi dirinya segera mencuci daerah kewanitannya dengan air berkali-kali, sembari berharap tidak ada satu buah sperma pun yang akan membuahi rahimnya.
"Aku masih tak percaya meneer memperbolehkanmu pergi ke pasar, Nyai," ujar Darmi.
"Dia memang tidak memperbolehkanku tadinya, dia berkata aku harus beristirahat setelah semalam. Tapi aku memaksa dan dia menyerah," jelas Marsih panjang.
Mereka kini tengah berada di pedati, kali ini bukan untuk berbelanja. Tapi Marsih pergi kesana untuk menemui Sugeng. Preman pasar itu pasti dapat membantunya untuk menemukan Karso, Marsih membutuhkan bantuan pria itu sekarang. Lalu disinilah ia bersama kedua pembantunya, berbohong pada Adriaan dengan alasan untuk membeli beberapa kain jarik baru yang Marsih butuhkan.
"Um ... apakah sakit?"
"Apanya?"
"S-saat pertama kau melakukannya dengan meneer, apakah sakit?" tanya Darmi polos yang ingin tahu yang besar.
Marsih menengok dan segera menyentil dahi Darmi dengan gemas, mencoba menghilangkan pikiran kotor dalam otak pembantu muda itu dengan satu buah sentilan. Darmi segera memegangi dahi kepalanya yang sedikit sakit akibat sentilan kecil Marsih.
"Kau tidak seharusnya membicarakan itu di umurmu yang segini," balas Marsih dengan senyum jahil, padahal jarak usia mereka hanya dua tahun lamanya.
"Aku kan hanya ingin tahu," desis Darmi, ia mengerucutkan bibirnya kesal seraya masih memegang dahinya.
Marsih tertawa kecil mendengar cibiran gadis berkepang itu, "Nanti kau akan tau jika sudah bersuami. Tunggu saja sampai saat itu ya?" canda Marsih.
"Sakit, tapi hanya sebentar, itu adalah proses pendewasaan diri," celetuk Mbok Kalinem menjawab rasa penasaran Darmi.
"Kalau begitu aku tak mau jadi dewasa, pasti akan sakit." Darmi menggelengkan kepalanya kuat, menolak untuk menjadi orang dewasa.
"Kita ini wanita, kita harus kuat. Laki-laki mungkin akan mudah mengalami pendewasaan, mereka hanya mendapat mimpi basah lalu selesai. Sedangkan wanita? Menstruasi pertama menyakitkan, kehilangan keperawanan menyakitkan, apalagi saat nanti kamu melahirkan, sakitnya itu luar biasa," ucap Mbok Kalinem pelan, namun hal itu terdengar seperti mimpi buruk ditelinga Darmi.
"Jadi wanita itu sungguh melelahkan," desah Darmi mengeluh, tak terima jika perempuan mendapatkan rasa sakit lebih banyak dibanding laki-laki, tapi laki-laki masih suka menganggap dan memperlakukan perempuan lebih lemah dari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]
Historical FictionBerkisah tentang seorang gadis bernama Marsih, hidupnya yang sengsara membuat hati Marsih tegar akan segala cobaan yang selalu menerpa hidupnya. Tak terkecuali ketika sang ibu menghembuskan nafas terakhir, ia hanya dapat menguburkan sang ibu dengan...