03. Ubi Rebus

6.6K 788 56
                                    

Terima kasih atas semua dukungan desakkan serta kritik dan saran

.....

"Yo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yo ... empun empun niki empun wekdale ngaso ...." usir Karso pada para babu yang terlihat sangat lelah dan lesu tersebut.

(Ya sudah sudah ... Ini sudah waktunya istirahat ....)

Marsih bersyukur karena jam kerjanya berhenti sementara, ia akui dirinya lelah, tetapi kejadian tempo lalu saat dirinya salah membuka ruangan itu masih mengganggu pikirannya, bagaimana bisa ia melakukan hal ceroboh seperti itu? Apa yang ibunya akan katakan nanti? Sudah pasti sang ibu akan kecewa dengan dirinya. Kenyataan itu semakin membuat Marsih kalut dalam kebingungan.

Ia duduk menepi di jalanan belakang hotel, mencoba mengistirahatkan kaki-kakinya yang berkedut lelah. Marsih mulai memijat pelan kakinya yang sedikit sakit karena tidak berhenti untuk berjalan kesana kemari.

Gadis ini memikirkan apa yang akan terjadi dengan dirinya nanti, ia merutuki betapa bodohnya dirinya tadi, kenapa ia tidak bertanya terlebih dahulu yang mana yang ternyata ruang istirahat? Sungguh, marsih sangat menyesali kebodohannya. Lalu disinilah ia meresahkan apa yang tadi sempat dirinya lakukan.

Karso melihat Marsih yang tengah duduk di tepi jalan dengan raut wajah penuh kekhawatiran yang tidak dapat digambarkan. Kemudian Karso memutuskan untuk mendatangi Marsih yang mungkin sedang dilanda kesedihan.

"Niki, daharlah," ucapnya sembari melemparkan sebuah ubi rebus, dan duduk tepat bersebelahan dengan Marsih.

(Ini, makanlah)

Marsih yang terkejut langsung menangkap ubi rebus tersebut. Ia tak tahu kalau bekerja disini akan mendapatkan makan siang. Marsih tersenyum bahagia dan mengucapkan terima kasih pada Karso. Akhirnya ia dapat memberikan makanan yang lain untuk ibunya yang mungkin sudah jenuh memakan nasi tiwul.

Karso melihat Marsih memasukkan ubi rebus tersebut ke dalam kantung baju miliknya untuk kemudian diberikan kepada sang ibu. Ia rela kelaparan demi sang ibunda yang tengah sakit.

"Kenapa? Kok ndak dipangan? Ndak suka ubi?" tanya Karso yang tengah terheran-heran melihat aksi gadis itu barusan.

"Oh ndak kok, Kang. Aku suka, cuma belum lapar saja," balas Marsih, ia tak ingin seseorang tahu sesulit apa hidupnya, cukup dirinya dan Tuhan yang tahu.

Tetapi sesaat setelah Marsih mengucapkan hal itu, perut gadis ini memberontak hebat dengan mengeluarkan suara yang cukup besar. Marsih hanya memberikan cengiran polos pada Karso yang tengah terkejut terbelak mata menatapnya. Sungguh demi Gusti Pangeran, kini Marsih sangat sangat malu. Bagaimana bisa perutnya tidak dapat berkompromi dengan kebohongannya? Duh, kini ia hanya dapat tersenyum kikuk pada Karso.

Tanpa ragu, dengan cepat Karso membagi ubi miliknya menjadi dua bagian, memoteknya tidak sama rata dan menyodorkan bagian yang lebih besar kepada Marsih.

𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang