07. Burung Dalam Sangkar Emas

5.2K 802 108
                                    

Misi minta vote nya dulu dong~

.....


Marsih menundukkan pandangannya, kini ia berada dalam sebuah kereta kuda, padahal beberapa menit lalu dirinya masih berlutut membersihkan lantai dengan sebuah kain kotor di tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marsih menundukkan pandangannya, kini ia berada dalam sebuah kereta kuda, padahal beberapa menit lalu dirinya masih berlutut membersihkan lantai dengan sebuah kain kotor di tangan. Entah kemana lelaki berjas hitam itu akan membawanya, lebih tepatnya menyeretnya pergi entah kemana. Kini ia merasa benar-benar kikuk kebingungan antara takut, pilu, dan segan. Layaknya seekor anak ayam kecil yang kalang kabut ketika tiba-tiba berhadapan dengan seekor singa. Namun sedikit dia tahu, Marsih paham, dirinya akan mengikuti apapun kemauan lelaki ini, karena jika sudah nyawa yang terancam, apa yang dapat ia lakukan selain menurut?

Sesekali ia melirikkan matanya ke arah lelaki berkulit putih itu, mencuri pandang sekaligus bertanya-tanya mengapa bisa dia bertingkah seolah biasa saja dan tidak ada yang terjadi. Setelah dapat menculik seorang gadis dengan santainya sekan itu adalah hal yang normal. Tidak tahukah bahwa Marsih sangat takut dan ingin sekali melarikan diri darinya. Lalu pertanyaan itu berubah menjadi sedikit rasa kesal kepada lelaki yang tengah membuatnya gelisah saat ini. Seenaknya membawaa dia pergi dan datang bagai sebuah barang.

Jemari lentik Marsih menghapus peluh yang jatuh menetes pada kain jarik, memberhentikan laju keringat dengan ujung lengan yang hampir membanjiri wajahnya. Kemudian ia menelan air liurnya perlahan dengan tatapan yang masih menunduk. Kedua tangan miliknya mengait kencang di atas paha, meremasnya kuat bertingkah seakan seseorang akan mengambil kedua kakinya. Suasana hening dan sunyi ini semakin membuatnya tegang dan terintimidasi, tanpa ada percakapan yang terjadi malah menambah kecemasannya. Ia bahkan sudah tak ingat lagi berapa jauh mereka pergi dari Hotel Simpang tempatnya bekerja.

Kereta kuda itu berhenti, pertanda mereka sudah sampai ditempat tujuan. Lelaki itu membuka pintu kayu dan segera keluar dari kereta itu meninggalkan Marsih yang masih tidak bergerak atau bahkan merubah posisinya. Pria asing itu menengok ke belakang, mengeryit menanyakan dalam benaknya mengapa gadis ini tidak keluar. Marsih meliriknya kecil, membuat mereka bertatap mata secara tidak sengaja. Gadis ini segera memalingkan pandangannya dan kembali menunduk menghadap ke bawah jarik miliknya. Tak sanggup hati saking takutnya dia terhadap lelaki itu.

"Keluarlah." bentak sang lelaki berjas hitam dengan suara bariton yang berat.

Marsih pun sedikit tersentak, ia mulai beranjak dari duduknya, takut-takut kalau nanti pria ini malah menarik tangannya paksa dan membuatnya terperosok ke tanah dari dalam pedati. Lalu Marsih keluar dengan perlahan dengan kaki yang tidak beralaskan sendal, bertelanjang ria membiarkan tanah menyelimuti telapaknya. Marsih mendangak, melihat sebuah rumah besar bernuansa hijau muda serasi dengan hamparan rumput, semak-semak kecil, dan beberapa pohon bunga sepatu yang berada di halaman rumah ini, atau Marsih tebak adalah rumah pria ini.

Rasa kagumnya tidak dapat ia hindari, ia tidak pernah melihat rumah seindah ini sejak sang ibu masih bekerja di rumah orang Belanda tua itu. Ia terpukau, dan tanpa sadar mulutnya terbuka dengan lebar, matanya mengeksplorasi detail-detail rumah ini.

𝐌𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 - [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang