RENJUN mendorong tunangannya itu agar tak lagi memeluk tubuh mungilnya. Sungchan yang sudah tiga tahun terakhir menjadi pasangannya itu merupakan kenalan dari Winwin. Mereka bertemu di rumah sakit Seoul ketika keduanya masih duduk di bangku kuliah. Renjun di kedokteran dan Sungchan di ilmu komunikasi. Hingga setelah menghabiskan 4 semester disana, yang lebih muda memilih jurusannya diganti.
Sungchan pindah ke jurusan kedokteran karena tidak merasa menemukan jati dirinya di jurusan ilmu komunikasi. Pikirnya, jika seseorang yang jarang bicara dan tidak pandai mengobrol sepertinya masuk ke jurusan tersebut, maka kemampuannya akan meningkat, sehingga ia dapat meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap lingkungan sekitar.
Tapi ternyata pemikirannya sudah salah sejak awal. Jurusan ilmu komunikasi bukan tempat untuk menjadikan seseorang pandai bicara di depan public. Sama halnya dengan jurusan psikologi, yang tak sedikit menganggapnya sebagai tempat untuk menyembuhkan hati. Hingga jurusan kedokteran yang bisa mengobati diri sendiri ketika sakit nanti.
Orang yang hidup di dunia ini tetap akan membutuhkan bantuan orang lain. Mencari jalan pintas agar bisa mengatasi semua masalah hanya mengandalkan diri sendiri, bukanlah jati diri manusia yang sejati.
Dari kesalahan itu Sungchan belajar banyak. Ia bertemu Renjun karena sama-sama tidak menyukai keramaian pesta. Dimana saat itu Winwin dan Renjun diundang di salah satu pesta teman Sungchan. Berawal dari hanya sekedar mengobrol biasa, lama-kelamaan mereka menjadi akrab satu sama lain.
Berujung Sungchan yang kemudian menjadikan dokter spesialis bedah itu sebagai kekasihnya dan pada tahun ketiga hubungan mereka berjalan, Sungchan memutuskan untuk bertunangan dengan Renjun dan tinggal satu apartemen dengannya.
"Jangan diulangi lagi. Terlambat itu bukan sesuatu yang baik, kau mengerti?" tukas Renjun sambil menggembungkan pipi.
"Siap!" Sungchan memasang pose hormat dan mencuri lagi ciuman di pipi tunangannya itu.
Renjun menghela nafas panjang, menerima begitu saja ciuman singkat itu. Tetapi memberikan tangannya saat hampir menerima yang kedua. Dipandanginya sosok tinggi Sungchan sambil berkacak pinggang. Tunangannya sedang menatapnya sambil tersenyum tanpa dosa.
"Apa game lebih penting dari praktek?" tanya Renjun.
Terkekeh kecil, Sungchan mencoba menggoda sang tunangan. "Apa pekerjaan lebih penting dari tunanganmu?"
"Sungchan!" Pukulan ringan itu kembali mendarat di dada yang lebih muda. "Aku serius. Kau ini sudah sering terlambat dan alasanmu selalu bermain game saja. Apa tidak ada hal lain yang bisa dijadikan alasan? Kenapa kau selalu terlambat saat jaga malam?"
Sungchan melenyapkan senyumannya, menatap sendu pada Renjun dan membelai lembut wajah manis itu. "Kalau aku tidak membuat ulah, apa kau akan benar-benar akan memperhatikanku?"
Setelah mengucapkan itu, si pemuda tinggi berjalan meninggalkan tunangannya yang masih diam berdiri. Ia berjalan sedikit tergesa, menyisir rambutnya ke belakang, mengambil kesempatan sesaat untuk menoleh ke belakang, memperhatikan Renjun yang masih terdiam tanpa terbesit satu pun keinginan untuk membalikkan badannya dan menatap sang tunangan.
Langkahnya dilanjutkan dengan lesu saat kembali berbalik ke depan sambil berjalan. Detik berikutnya, baru Renjun menoleh ke belakang. Dadanya sedikit merasa sakit karena perasaan bersalah. Ucapan Sungchan benar-benar berefek padanya. Membawa gumaman kecil terucap dari ranum merah itu
"Maafkan aku Sungchan."
Pun Renjun kembali ke ruangannya untuk membereskan barang-barang. Matanya melirik jam pemberian Sungchan yang melilit apik pergelangan kecilnya. Ia tidak tahu waktu sudah berjalan berapa jam sejak Hyunjin meninggalkannya di rumah sakit menuju makan malam bersama dua sahabatnya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Son ✦ Jaemren
FanfictionRenjun hanya ingin hidup bahagia, normal selayaknya orang-orang pada umumnya. Namun kehadiran seorang anak laki-laki asing berumur 8 tahun secara tiba-tiba, membawa Renjun harus bertemu kembali dengan Jaemin. BOOK 2 FROM THE STUDENT TRILOGY Copyrigh...