JAEMIN segera mendekat pada sosok itu. Tidak langsung melepaskan ikatan yang membelenggu pergerakan Jeongin namun mengamati lebih dulu. Wajahnya mulus tak ada bekas berkelahi.
Tuan Na mengurut tengkuk mantan adik kelasnya di sekolah itu, ia bisa merasakan bahwa Jeongin pingsan karena serangan seseorang. Caranya sama dengan yang ia lakukan beberapa saat lalu pada Renjun.
"Akh!" rintih Jeongin ketika Jaemin melepaskan dengan kasar lakban yang membungkam mulutnya.
"Mana Jackson?" tanya Jaemin begitu dingin, ia menatap datar sosok Jeongin yang masih terikat, kesulitan menatap wajahnya karena penyesuaian retina dengan cahaya lampu.
"Seseorang memukulku saat aku bermain dengannya. Ketika aku sadar, hanya kau yang kulihat berikutnya, sunbae." Jeongin menjawab apa adanya tanpa ada yang ia tutup-tutupi.
Pengusaha paling terpandang nomer 4 di dunia itu merasa sangat menyedihkan kala dihadapkan kembali dengan sosok Na Jaemin; kakak kelasnya dulu yang sangat ia puja.
Kenangan-kenangan masa sekolah mereka seketika menyerang ingatannya seperti pukulan beruntun dari masa lalu. Tentang bagaimana sikap dingin Jaemin yang ternyata semakin menjadi setelah 10 tahun tak bertemu.
"Lalu bagaimana kau bisa ada disini? Kupikir kita semua sudah berjanji untuk tidak saling berhubungan lagi satu sama lain. Terutama dengan Renjun."
Jaemin mencengkeram dagu Jeongin begitu kuat, hingga bibir yang lebih muda mengerucut seperti mulut ikan. Ia tak bisa bicara karena cengkeraman itu. Sorot mata Jaemin yang kini memandanginya, menuntut penjelasan yang harus segera Jeongin katakan.
Berhadapan dengan Jaemin selalu berbahaya. Apalagi jika ayah satu anak itu sudah mulai membicarakan tentang Renjun dan anak semata wayangnya.
Jeongin juga tahu, guncangan hebat yang mengurung Jaemin setelah kematian Mark, memperparah rasa frustasi yang lebih tua untuk tetap bisa bersama dengan Renjun. Setelah hari itu, sebelum menghilangnya Jaemin dari kehidupan teman-teman SMAnya di sekolah terelit se-Korea Selatan, Jeongin, Jaemin, Haechan dan Jeno sempat membuat janji satu sama lain.
Di belakang rumah sakit tempat Renjun dan Jaemin dirawat setelah insiden yang meninggalkan trauma hebat pada Renjun, terlihat Jeongin, Haechan, Jeno dan Jaemin duduk di dua bangku taman belakang. Angin sepoi berhembus, mengayunkan rambut Jaemin dan Haechan ke belakang. Dan melakukan hal sebaliknya pada rambut Jeongin dan Jeno.
Mereka berempat duduk berhadap-hadapan. Jaemin masih mengenakan pakaian rumah sakit. Luka-luka bekas penyiksaan ibunya yang sempat infeksi nampak jelas terlihat mata. Bagaimana basah dan merahnya. Bau amis dan nanah yang mengering dan juga bensin yang sempat diguyurkan Jaehyun masih sedikit tersisa baunya meski samar.
Semuanya bisa dilihat Jeno, Haechan dan Jeongin. Jaemin tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Fisiknya hancur dan membuat Haechan semakin yakin bahwa keajaiban telah ditakdirkan pada teman sekelasnya itu hingga Jaemin dan Renjun bisa selamat dari perampokan; dimana semuanya hanya alibi yang dibuat-buat kepolisian saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Son ✦ Jaemren
FanfictionRenjun hanya ingin hidup bahagia, normal selayaknya orang-orang pada umumnya. Namun kehadiran seorang anak laki-laki asing berumur 8 tahun secara tiba-tiba, membawa Renjun harus bertemu kembali dengan Jaemin. BOOK 2 FROM THE STUDENT TRILOGY Copyrigh...