Chapter 8

5.6K 696 264
                                    

JENO masih duduk memandang kosong, di dalam ruang tamu apartemen mewah Haechan. Renjun ada di hadapannya bercengkerama dengan Jackson. Mereka membicarakan tentang tempat asal Jackson dan marganya, yang tentu saja semuanya adalah kebohongan. Sofa panjang empuk dengan bahan kulit sesekali memantul saat Renjun membenarkan duduknya, sekali dua kali terkekeh kecil memeluk Jackson karena cerita anak itu.

Temaram lampu ruangan yang memancar, jatuh menyinari mereka bertiga. Jeno memilih bungkam dan tidak ikut campur dalam percakapan mereka. Ia mengulas senyum seolah menunjukkan rasa suka cita melihat interaksi Jackson dan mantan kekasih ayah dari anak itu. Kenyataannya, hatinya dihantui rasa ragu.

Ia baru saja menelfon Jaemin ketika berada di kamar tadi, di sela-sela waktunya membersihkan dan mengobati luka pada bahu. Akibat tusukan dari senjata tajam Jaehyun yang dikerahkan sekuat tenaga. Karena tak segera diangkat, ia memutuskan untuk mengakhiri panggilan tersebut dan memilih keluar setelah memantapkan hati bicara lagi pada mantan sahabat kecilnya.

Drrrt... Drrt....

Getaran ponsel dalam saku celananya membawa Jeno mengalihkan pandangan dari keakraban Jackson dan Renjun. Ia sempat terpaku bagaimana cara Jackson tertawa dan saling bertukar kontak fisik dengan sang dokter spesialis bedah di sampingnya. Bahkan Jeno yang seorang pembunuh bayaran profesional itu tidak bisa membedakan apakah si kecil sedang bersungguh-sungguh atau menyuhguhkan sebuah sandiwara.

Jeno merogoh ponselnya dan melihat siapa yang baru saja menghubunginya. Nama Nana tertera disana. Menghembuskan nafas kasar, pria kekar itu segera berdiri dan keluar dari ruangan. Renjun sempat menoleh sebentar dan penasaran tapi panggilan Jackson menyita dan memaksa untuk tetap tinggal disana.

Pria bermarga Lee itu berjalan menjauh keluar dari apartemen mewah Haechan menuju lift. Setelah masuk dan pintu lift tertutup sepenuhnya, Jeno baru mengangkat telfon tersebut.

"Yoboseyo?" Dari ujung telfon mengalun suara berat Jaemin menyapa telinga sahabatnya.

"Nana?"

"Ada apa? Tidak biasanya kau menghubungiku mendadak seperti ini Jeno-ya?"

"Ah, iya aku hanya ingin memastikan saja padamu. Jackson dan ..." Ucapan Jeno sempat tertahan. Ia meneguk ludahnya kasar lalu melanjutkan. "... dan Ryu sudah berangkat ke Korea?"

"Ya, kemarin. Apa kau sedang bersama mereka?"

"Tidak. Tidak. Aku hanya bertanya." Jeno gelagapan dibuatnya.

"Mereka berangkat bersama Chenle dan Yuna. Kurasa sekarang sudah sampai disana. Aku masih menunggu kabar dari Chenle."

Jeno terdiam cukup lama. Ia menimang-nimang kalimat yang berikutnya akan keluar dari mulutnya, berharap Jaemin tidak akan curiga. Wajahnya tampak gusar dan hal itu membuat hembusan nafasnya terdengar di telfon, memancing kecurigaan Jaemin disana.

"Ada apa? Kau ingin memberi tahukan apa padaku?"

Apa Jeno harus mengatakannya? Ia bimbang dalam diamnya. Satu-satunya tujuan Jeno menelfon Jaemin adalah memberi tahukan penyerangan Jaehyun dan mafianya terhadap calon penerus keluarga Na berikutnya. Mendengar dari ketenangan nada bicara tuan Na, Jeno bisa menyimpulkan bahwa berita ini belum sampai pada Jaemin.

Rasa setia kawan memaksa Jeno untuk memberikan kabar ini. Entah apa yang akan Jaemin lakukan berikutnya, Jeno harus bisa memilih kalimat yang meyakinkan Jaemin agar tak menumbuhkan rasa curiga bahwa anak semata wayang tuan Na sedang bersama dengan Renjun sekarang ini, dan mungkin akan tinggal bersama di kemudian hari.

"Ada penyerangan. Jackson dan Ryujin terpisah. Saat ini istrimu masih belum ditemukan," ujar Jeno pada akhirnya, membiarkan dahinya menempel pada pintu logam lift yang sedetik kemudian berbunyi.

The Son ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang