Chapter 16

4.3K 500 207
                                    

SAAT Jaemin dan Renjun berada dalam perjalanan, Tuan Na bisa melihat bahwa orang yang dicintainya jauh dari keadaan baik-baik saja. Tubuh Renjun bergemetar hebat, sebuah gambaran mengerikan 10 tahun lalu terbentuk dengan sangat jelas di dalam pikirannya.

"Injunnie," panggil Jaemin dengan nada yang begitu lembut. Ia menggenggam salah satu tangan Renjun dan mengelusnya.

Mereka terpisah dari Johnny yang membawa sisa-sisa keluarga Jung; Sungchan dan ayahnya, menuju ke rumah sakit dan kemudian akan diantarkan ke rumah lainnya milik keluarga Jung. Untuk menghindari trauma, Sungchan harus dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu.

Polisi datang terlambat ke lokasi. Sisa-sisa terror mafia anak buah Jaehyun tak terlacak lagi dan dengan segera ditutupi isu lain yang dikerjasamai oleh pemerintah Korea Selatan juga kepolisian negara itu.

Masih belum ketemu apa motif mereka melakukan penyerangan, namun jika sampai hal tersebut menyebar terlalu luas, dampaknya akan sangat buruk untuk pemerintahan.

"Injunnie," panggil Jaemin sekali lagi. Ia ingin menghilangkan gemetaran tubuh ringkih di sampingnya tetapi karena sedang menyetir, pergerakannya menjadi terbatas.

Jaemin benar-benar tidak tahu apa yang membuat Renjun sampai seperti ini. Ia tidak mengetahui fakta akan trauma yang diderita pujaan hatinya. Kesempatan-kesempatan yang sudah berlalu melarangnya untuk mendatangi Renjun.

"Kau ingin pulang? Aku akan mengantarmu pulang." Jaemin memutuskan saat tangan Renjun balas menggenggam erat tangannya, menyampaikan kalau ia tidak baik-baik saja.

"Jangan. Aku masih ingin ... bersamamu." Renjun menjawab dengan suara gemetar. Rasa tak nyaman dirasakan di area dadanya yang tiba-tiba saja sesak.

Gambaran tentang penyerangan Jisung yang menewaskan banyak nyawa tak bedosa beberapa saat lalu masih tak mau pergi dari pikiran. Mustahil baginya untuk mengabaikan dan langsung pulang menuju apartemennya dengan Sungchan.

Selain karena ingin masih bersama dengan Jaemin, Renjun tidak mau Jackson yang masih kecil melihat sisi lemahnya seperti ini. Bagi Renjun, seorang anak membutuhkan contoh dari pribadi yang kuat dan baik. Jika ia bersikeras pulang dan bicara dengan anak itu, Renjun takut Jackson akan memandangnya dengan cara yang berbeda.

Jaemin memutar otak. Ia tidak tau akan membawa Renjun kemana lagi dalam keadaan seperti ini. Tempat ramai jelas bukan pilihan. Apalagi sebentar lagi matahari akan terbit. Terlintas dalam pikirannya untuk melakukan hal bodoh dengan membawa Renjun ke rumah ibunya. Tapi mustahil. Membawa Renjun kesana sama saja halnya dengan melakukan tindakan bunuh diri.

Meskipun ibunya sedang ada pekerjaan di luar negeri, Jaemin tetap tidak mau mengambil resiko untuk membawa Renjun kesana. Pilihan terakhirnya hanyalah rumah Jeno. Ayah Jeno tidak pernah pulang. Bahkan Jeno juga sama. Maka, dengan kecerdikannya yang tak masuk akal, Jaemin membawanya kesana.

Ada satu hentakan yang menyebabkan rasa sakit dalam detak jantung Renjun saat Jaemin membawa mobilnya memasuki area rumah Jeno. Meski tidak hafal jalan menuju kesana karena rutenya yang terlalu rumit dan menjebak, Renjun masih bisa jelas mengingat bahwa mereka akan pergi ke rumah Jeno.

"Kenapa ke rumah Jeno?" tanya Renjun pelan hampir berbisik.

Jaemin tak melepaskan genggaman tangannya sejak tadi. Meski hanya tindakan sederhana, elusan jempol dari sang dominan berhasil mengurangi sedikit gemetaran pada tubuh Renjun. Tidak menampik perasaan yang kini sedang mengganggunya. 10 tahun tak bertemu Jaemin, tetap ada perasaan asing ketika mereka hanya berdua saja.

"Aku tidak tau mau membawamu kemana lagi. Sempat terpikirkan untuk ke sungai Han tapi aku tau kau tidak begitu menyukai tempat-tempat seperti itu."

The Son ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang