Chapter 17

3.9K 440 170
                                    

HAECHAN yang kedatangannya tidak diharapkan, berdiri dengan separuh wajah tertinggal noda darah. Langkahnya diseret cepat menghampiri dua orang yang kini tengah memandangnya tanpa kata. Salah satunya keheranan bagaimana Haechan bisa tahu lokasi rumah Jeno.

Orang yang pertama dituju Haechan adalah Renjun. Sahabat semasa SMA yang harus saling menjauh karena kesibukan pekerjaan masing-masing itu saling menatap beberapa saat sampai tangan Haechan melayang, menampar pipi Renjun dengan tenaga tak tanggung-tanggung, membuat darah dari telapak tangan menodai pipi sasarannya.

"What the fuck are you doing?!" Jaemin yang kaget tentu saja latah berbicara dengan bahasa sehari-harinya selama ini. Ia mendorong Haechan agar menjauh dari kekasihnya.

Tapi hal yang sama dilakukan pada tuan Na. Penyanyi itu mengangkat kepalan tangannya mengarah langsung pada wajah tampan Jaemin. Namun karena Haechan tidak tahu siapa yang sedang dihadapinya, ia malah berakhir merintih kesakitan.

Hanya dengan satu tangan, Jaemin menghalau kepalan tangan Haechan yang mengincar wajahnya. Lalu dipelintirnya lengan mantan teman sekelasnya itu hingga Haechan memekik kesakitan dengan suaranya yang memenuhi ruangan.

"Ya!!! Sakit! Sakit Jaemin! Lepas!" mohon Haechan yang benar-benar kesakitan.

"Lepaskan dia Jaemin!" Renjun yang baru saja ditampar oleh sahabatnya sendiri, tetap membela Haechan.

Jaemin tak percaya dengan apa yang baru saja Renjun katakan. Bisa-bisanya dia memaafkan Haechan yang sudah menamparnya seperti itu setelah bertahun-tahun tak bertemu. Dalam otaknya, Jaemin masih beranggapan bahwa Haechan belum ingkar dengan janji mereka selama ini.

"Jaemin, lepaskan Haechan!" ulang Renjun di sela jeritan memohon dari temannya yang menggema.

Bagi Jaemin, perintah Renjun adalah mutlak. Pun ia melepaskan cengkeramannya pada lengan Haechan dan membiarkan penyanyi itu lolos, menjatuhkan dirinya di samping Renjun lalu terbatuk-batuk karena debu yang beterbangan setelah tubuhnya terhempas nyaman disana.

"Bagaimana kau bisa mengikuti kami?" tanya Jaemin memulai interogasi. Ketegangan jelas dia rasakan, terhantui janji masa lalu dan juga alasan apa yang membawa Haechan sampai bisa ada disana.

Masih mengibas-ngibaskan debu yang beterbangan di depan wajahnya, Haechan melirik Jaemin tak percaya. Wajahnya mengejek dengan bola mata memutar malas karena pertanyaan bodoh mantan siswa tercerdas seangkatan yang tidak lulus sekolah itu.

"Kau pikir aku tidak ada disana?" balas Haechan dengan cemooh khas.

Renjun di sampingnya memperhatikan sang sahabat sambil menyeka air mata. Suara ingus yang dihirup menjeda kalimat Haechan, membawa tolehan sang sahabat pada Renjun. "Menjijikkan sekali kau ini," cibirnya yang langsung dibalas tamparan kecil pada pipinya oleh Renjun.

"Kau ada di pesta keluarga Jung?" tanya Jaemin yang langsung paham dengan pertanyaan retorik Haechan.

"Kau pikir?" Haechan kembali menatap remeh pada mantan teman sekelas yang pernah membuatnya mengerjakan tugas kelompok seni musik seorang diri.

Renjun yang duduk di sampingnya berusaha membersihkan wajah Haechan dari darah yang menempel, menggunakan tisu yang ia ambil, dari tempat tisu di samping sofa.

Tisu pada tumpukan atas berdebu dan sangat tidak steril untuk membersihkan darah. Maka ia mengambil lima helai lalu membuangnya dan helaian ke-enam serta seterusnya dibawa untuk mengusap wajah Haechan.

Ia masih bertanya-tanya kenapa wajah Haechan berlumuran darah. Keadaannya jelas baik-baik saja tanpa luka yang fatal. Jadi darah siapa yang mengotori wajah temannya ini?

The Son ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang