Chapter 21

3.8K 447 204
                                    


Kangen dokter Renjun sama dedek Jackson nggak?


SATU kata yang bisa menggambarkan Jaemin saat ini adalah takut. Ayah satu anak itu takut kehilangan Renjun. Cinta dan kekasih pertamanya sudah mengetahui rahasia yang ia pendam selama ini. Alasan mengapa Jaemin tidak menghabiskan waktu terlalu lama dengan dokter itu adalah karena ia tidak bisa berbohong lagi di depan Renjun.

Sudah terlalu banyak dia membicarakan hal-hal yang bullshit tentang kehidupannya selama ini pada kekasih tercintanya sendiri.

Renjun adalah kekasih terbaik. Kesayangan Jaemin. Jika seseorang bertanya apa yang bisa membuat Jaemin bahagia? Jawabannya masih tetap sama. Kebahagiaan Renjun adalah kebahagiaan Jaemin juga. Terlepas dari kehidupan Jaemin akan semenderita apa nantinya, beban pikiranya akan seberat apa di masa depan, hatinya selamanya milik Renjun.

Bentley Continental GT warna biru milik Jeno ia kendarai dengan kecepatan di atas rata-rata menembus jalanan padat kota. Hingga ketika ia sampai di apartemen Renjun, Jaemin sempat jatuh tersungkur, berlutut di basement, saat keluar dari mobil karena kepanikan melanda. Kepanikan dan rasa lega karena akhirnya bisa menemukan putera tercinta. Yang kini sedang bersama dengan orang terkasihnya.

Tibalah Jaemin pada lantai tujuan. Ia berdiri mengatasi tubuh yang sedikit gemetar dan membiarkan ponsel dalam saku celana yang terus begetar. Tangannya memencet bel unit apartemen Renjun. Rasa gugup menguasainya, membayangkan bagaimana wajah Renjun saat akan menyambut kedatangan Tuan Na.

Saat tangannya turun dari memencet bel, pintu unit di hadapannya terbuka. Yang dilihat Jaemin bukanlah sosok Renjunnya, melainkan Jackson yang mengenakan kaos kaki putih sebagai alas kaki dan baju setelan bermotif buju sangkar berwarna cerah. Perpaduan kuning dan cokelat. Anak itu memekik girang saat mendapati sosok ayahnya terpampang jelas di depan pintu yang ia bukakan.

"Papa!"

Jackson melompat memeluk ayahnya yang sedikit membungkuk agar tubuh mereka bisa menyamakan tinggi. Hati Jaemin sungguh terasa lega melihat anaknya tidak terluka. Jackson bahkan terlihat lebih ceria dari terakhir mereka menghabiskan waktu bersama di Amerika tempo lalu.

"Papa, what took you so long? I miss you so much!" Jackson mempererat pelukannya pada sang ayah, membuat Jaemin sampai tersenyum dan meneteskan sebulir air mata penuh kelegaan, menuruni pipi kanan.

Mereka berdua masih berpelukan di ambang pintu saat dari arah dapur terdengar suara langkah bergema. Jaemin mengusap air matanya cepat dan melihat Renjun membawa sebuah nampan dengan semangkok sup juga tiga cangkir putih berisi minuman. Renjun mencoba memasang raut tegar namun Jaemin yang sudah mengenalnya sejak lama bisa melihat bahwa kekasihnya itu baru saja menangis dalam waktu yang tidak sebentar.

Renjun masih sama. Ia adalah tipe orang yang akan berpura-pura kuat ketika dihadapkan dalam situasi tersulit.

"Papa is here now. Jackson tidak sedih lagi kan?" Jaemin melepas pelukannya bersama Jackson dan mengusap kepala anaknya, memasang senyuman bangga.

"I want you to meet uncle Renjun. Come in Papa!" Si kecil menggandeng dan menarik tangan Papanya bersemangat memasuki apartemen. Ia menyuruh Jaemin duduk di sofa yang sama dengan Renjun. Sedang dirinya berada di tengah-tengah keduanya.

"Uncle Renjun, ini Papa Jackson. Papa keren kan?" Jackson yang sejak lama bersama Renjun selalu menceritakan sehebat dan sebaik apa Papanya, kini akhirnya bisa mengenalkan kebanggannnya pada Renjun.

Situasi di dalam unit Renjun sangat tidak menyenangkan. Jackson yang memang sangat peka dan terlatih untuk menilai situasi tertentu tiba-tiba saja berubah murung saat hanya melihat Papanya dan Renjun tidak mau menatap satu sama lain.

The Son ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang