JAEMIN datang sedikit terlambat. Renjun dan Sungchan sudah masuk ke dalam rumah. Ia memarkir mobil di pinggir jalan, jauh dari bangunan rumah. Tuan Na yang hanya menggunakan pakaian ala kadarnya mulai memutar akal.
Matanya yang setajam elang menangkap sebuah mobil yang diketahui akan masuk ke dalam kediaman Jung, diberhentikan.
"Ada apa ini?" Sang supir membuka jendela depan, menyentak Jaemin yang berlaku tak sopan.
"I don't speak Korean. Sorry." Jaemin tersenyum lebar. "I speak violence," sambungnya lalu melancarkan bogem mentah dengan tenaga setengah.
Buagh!
Jaemin memukul sopir tersebut hingga pingsan. Seorang pria tua berumur 80 tahun yang diduga sebagai salah satu tamu undangan, mengeluarkan pistol dan mencoba menarik pelatuk dengan tubuh dan tangan yang gemetaran.
"Kau diam saja kakek. Kalau banyak tingkah, akan kubunuh disini." Jaemin masuk menggulingkan tubuh sopir tadi agar tidur di seat samping kemudi dan memposisikannya seolah sedang tidur.
Kakek di belakangnya mengokang pistol, memancing desahan malas dari tuan Na. Jaemin menoleh ke belakang, mengubah kursi menjadi terbaring hingga ia kepalanya sejajar dengan pinggang kakek tersebut.
Pistol si kakek direbut dengan sangat mudah lalu siku dilayangkan keras ke wajah kakek tersebut, membuatnya pingsan.
"Dasar kakek-kakek merepotkan. Kenapa orang tua selalu susah diajak berunding? Ugh, aku benci orang tua," gerutunya sambil melucuti pakaiannya sendiri lalu pakaian si kakek dan menukarnya.
Penyamaran selesai, si kakek dipindah di bagasi. Ketika melewati sungai, pakaian Jaemin sendiri dibuang kesana. Si sopir dibiarkan di dalam dengan posisi tak berubah dan mobil masuk ke kediaman keluarga Jung dengan mudahnya.
"Bangsat. Celananya kedodoran. Apa yang kakek itu makan sampai perutnya seperti perut babi?" Jaemin membenarkan celana yang direbutnya beberapa saat lalu, mengencangkan sabuk dan berjalan angkuh masuk.
Penampilannya sudah berganti menjadi pejabat yang masuk dalam daftar tamu undangan. Atasan jas formal dengan dasi pita. Dalaman kemeja putih dan luaran jas hitam dan celana bahan warna senada. Namun untuk sepatu, Jaemin tetap memakai adidasnya karena sepatu kakek tadi kekecilan untuknya.
Parfum si kakek yang menurutnya bau tengik juga sudah disemprotkan sedemikian rupa untuk menyamarkan bau dan menyempurnakan penampilannya. Undangan dikantungi di saku celana dan pistol disimpan di belakang punggung.
Setelah diperbolehkan masuk, Jaemin mengedarkan pandangannya mencari Renjun. Ia tidak mendapati kekasihnya itu dimanapun. Hanya Nakamoto Yuta yang sedang mengobrol dengan salah seorang tamu. Tangan kekarnya melingkar posesif di pinggang pasangan; Sicheng.
Jaemin mengeluarkan HT mini yang berbentuk seperti sebuah earphone tanpa kabel dan menyumpal salah satu telinganya dengan benda itu. Microphone kecil wireless pun ia pasang di balik jas, mulai menyalakannya dengan jam yang melingkar di tangan.
"Kau dimana Chenle-ya?" tanyanya.
"Arah jam 5 hyung."
Jaemin menoleh ke arah yang ditujukan sambil pura-pura membenarkan rambut. Disana ia melihat Chenle ada di balkon yang menjorok ke dalam lantai dua.
Beberapa orang lain yang ia curigai sebagai anak buah Jaehyun juga berada di lantai yang sama, memasang konsentrasi penuh memperhatikan panggung utama.
"Kau membawa teman?" Jaemin kembali bertanya seraya berjalan dan mengambil segelas wine dari nampan pelayan. Ia meminumnya dan membaur dengan tamu yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Son ✦ Jaemren
FanfictionRenjun hanya ingin hidup bahagia, normal selayaknya orang-orang pada umumnya. Namun kehadiran seorang anak laki-laki asing berumur 8 tahun secara tiba-tiba, membawa Renjun harus bertemu kembali dengan Jaemin. BOOK 2 FROM THE STUDENT TRILOGY Copyrigh...