Epilogue

5.2K 419 52
                                    

Tiga hari sudah berlalu, namun susana berkabung tak kunjung berkurag ataupun berakhir. Kesedihan itu menempel erat pada diri mereka seolah telah menajdi teman baik.

Kepergian seseorang yang kita sayang memanglah tidak mengenakkan. Apalagi saat orang itu pergi di saat kita masih memiliki kesalahan yang belum ditebus dan pesan yang belum tersampaikan.

Sama halnya dengan ketiga gadis dan kedua wanita itu. Mengurung diri dikamar dan menangis selama tiga hari berturut-turun tidak juga mengisi kekosongan dihati mereka.

"Unnie tahu, pasti sulit bagimu untuk bernapas bebas. Napasmu terdengar sangat berat kali terakhir unnie bersamamu. Maaf, aku hanya memberikan luka selama kau ada," Rosé terduduk di ranjangnya sambil mengenggam sebuah foto Lisa yang sedang tersenyum lebar berukuran A4.

Baru tiga hari berpisah, rasanya sudah begitu rindu akan sosok gadis berponi yang selalu bisa menaikkan mood mereka saat sedang merasa down.

"Maaf, karena sudah hidup dalam keegoisan selama ini." Kalimat itu terus keluar dari mulut Rosé selama tiga hari belakangan ini.

"Hari ini tanggal 11, Lisa-ya. Kau ingat? Hari ini ulang tahunku," air mata Rosé kembali mengalir membanjiri wajahnya. Hari ulang tahun yang seharusnya menjadi hari yang bahagia, kini semuanya hanya angan-angan dan kesedihan saja yang tersisa.

"Maaf, sudah egois dan mengabaikanmu."

Rosé menangis kencang hingga tubuhnya berguncang hebat. Tak ada lagi sosok Lisa yang mendatanginya dan memeluknya, tak ada lagi tawa dan kebahagiaan yang ditimbulkan dari Lisa. Semuanya lenyap oleh waktu dan maut.

******

Jika saja Jennie bisa memutar waktu, rasanya ia pasti melakukan itu. Mengulang saat-saat di mana ia dan ketiga saudaranya bercamda dan tertawa bersama di pinggir sungai Han saat hari pertama turun salju beberapa tahun lalu.

Ditemani oleh sebuah laptop yang menampilkan foto-foto sang adik yang sudah ia simpan dari dulu. Jennei rindu aura positif dari Lisa, Jennie juga rindu segala sesuatu yang berkaitan dengan Lisa.

"Sekarang kau sudah tak sakit lagi, Lisa. Rasa sakit itu sudah lenyap, bersama denganmu yang kini sudah tidak bisa dilihat atau bahkan sentuh. Tolong hukum unnie atas semua ini, sayang. Unnie tidak akan bisa hidup tenang jika kau tidak menghukum unnie."

Rasa bersalah dan kesedihan sudah menyatu. Rasa sakit yang luar bisa membekas di hati Jennie sampai kapanpun dan tak akan pernah hilang.

Sekarang hanya foto yang bisa ia lihat. Serta sebuah rekaman di mana Lisa sedang menari bebas sebelum kecelakaan itu terjadi. Jennie ingat, Lisa pernah bilang padanya jika ia akan menjadi penari hebat dan terkenal nantinya.

"Unnie terlambat menyadari dan menyesalinya, Lisa. Maaf," hanya tangisan yang ada. Tak ada lagi tawa atau bahkan senyuman.

"Jennie unniemu ini sangat merindukanmu, sayang. Sampai bertemu nanti, malaikat kecilku."

*******

Entah sudah berapa kata maaf Jisoo lontarkan untuk Lisa. Sudah tak terhitung banyaknya, namun rasa bersalah itu tidak juga berkurang, malah semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

"Kau adik yang kuat, Lisa. Hidup dalam rasa sakit yang tak berakhir, bukankah itu melelahkan?" Jisoo memilih untuk putus kontak dengan semua orang. Termasuk Seokjin yang dari kemarin sudah terus-menerus menghubunginya tapi Jisoo abaikan.

"Maaf, karena selalu membuatnu menunggu. Apa itu alasan kenapa kau pergi dari unnie, sayang?"

Jisoo, Jennie, dan Rosé memang memutuskan untuk tidak langsung kembali ke Korea. Mereka menetap di Amerika karena tak ingin berjauhan dengan sang adik.

Can I Say "If" [ E N D ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang