Sulung dan bungsu Yook itu tampak berjalan sembari bergandengan tangan memasuki area mansion milik keluarga Yook. Setelah berbagi sedikit cerita di pantai tadi, mereka merasa labih baik. Hubungan yang tadinya merenggang kembali berjalin lagi secara perlahan. Lisa bahagia tentu saja.
"Mau makan sesuatu?" Lisa menghentikan langkahnya lalu menatap wajah sang kakak yang sudah tampak membaik.
"Mau. Apa unnie akan memasak?"
"Eoh. Sudah lama unnie tidak memasak untukmu, bukan?" Lisa mengangguk menyetujui. Jisoo terlalu sibuk untuk sekadar memasak untuknya.
"Kalau begitu, kau mandi dulu sekarang. Setelah itu, turunlah dan kita akan makan bersama" Lisa kembali mengangguk antusias lalu berlari menaiki tangga.
"Ya! Yook Lisa, jangan berlari nanti kau terjatuh!" Teriak Jisoo dari bawah. Entah ia sadar atau tidak, kini sikapnya yang perhatian dan hangat perlahan kembali.
********
Lisa menghela napasnya lalu tersenyum. Rasanya begitu segar setelah selesai mandi. Sebelum ia memutuskan untuk turun kebawah, diambilnya sebuah tabung kecil berisikan beberapa pil berwana putih. Lisa menatap sendu pada pil-pil itu dan ia mengeluarkannya sebanyak tiga buah. Tangan kurusnya meraih satu gelas air dan menengguknya bersamaan dengan tiga buah pil yang terasa pahit itu.
"Tiga pil. Semoga kau tidak menganggu sisa hariku hari ini" ujar Lisa sembari menepuk pelan bagian dadanya. Sebenarnya, pil yang diresepkan Bambam itu hanya boleh diminum maximal dua pil dalam satu hari. Tapi Lisa sudah meminum lima pil itu dalam hari yang sama. Lisa tak mau sesak di dadanya kembali menyiksanya, ia mau menikmati waktu-waktunya bersama dengan Jisoo.
Satu minggu yang lalu, tepat hari dimana Lisa sudah boleh dipulangkan ke rumahnya. Sebenarnya, Lisa sudah sadar dari satu bulan yang lalu. Tapi karena tidak mau mengambil risiko, Bambam memutuskan untuk terus memantau Lisa selama satu bulan lamanya di rumah sakit. Walaupun keadaan gadis itu kian membaik, Bambam enggan melepaskan Lisa seperti kali terakhir. Bambam tak mau Lisa kembali dalam keadaan darurat.
Gadis bertubuh kurus dan tinggi itu menuruni tangga dengan perlahan. Setelah melihat Jisoo yang sedang berkutat di dapur, Lisa tersenyum. Kakinya mempercepat langkahnya lalu berlari kecil ke arah Jisoo dan memeluk Jisoo dari belakang. Lisa meletakkan dagunya pada bahu sang kakak sembari memperhatikan apa yang sedang Jisoo buat.
"Apa itu, unnie?" Lisa mengerutkan keningnya saat melihat Jisoo terus saja mengaduk cairan yang sedikit kental dan berwarna cokelat bening.
"Gula," jawab Jisoo seadanya.
"Gula? Apa yang akan kau buat?"
"Tanghulu. Kali terakhir unnie membuatnya bersama Jennie. Dan hasilnya tidak enak, jadi unnie akan mencobanya lagi kali ini dan unnie pastikan ini enak agar kau menyukainya" jawab Jisoo sembari menoleh pada Lisa sekilas. Lisa tersenyum, itu yang Jisoo tangkap melalui sayap matanya.
"Tak enak pun akan tetap aku makan sampai habis" Jisoo tertawa kecil mendengarnya. Adiknya itu memang tak pernah mengecewakannya.
"Kau bahagia, Lisa-ya?" Lisa mengangguk diatas bahu Jisoo. Tentu saja Lisa bahagia, hampir satu tahun lamanya Lisa melewatkan banyak hal bersama kakak-kakaknya. Melewati perayaan dan hari ulang tahun keluarganya, bahkan dirinya sendiri. Saat hari-hari istimewa itu tiba, pasti gadis itu sedang mendekam di kamar rawatnya ataupun di ruangan menyeramkan yang benar-benar dingin.
"Ulang tahunmu sudah berlalu dari beberapa bulan yang lalu. Dan saat itu kita tidak merayakannya, jadi bagaimana kalau kita merayakannya sekarang? Kau mau?" Dalam hati, Lisa bersorak kencang. Hanya satu kata yang bisa mendeskripsikan keadaannya sekarang yaitu bahagia. Ulang tahun yang beberapa bulan lalu ia lewati dengan kesepian dan kesendirian, sekarang ia akan mendapatkan gantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Say "If" [ E N D ] ✔
Teen FictionKata 'jika' atau 'seandainya' pun takkan mampu mengembalikkan sesuatu yang sudah hilang atau pergi.