Lisa tersenyum sembari menatap hamparan tanaman hijau yang sangat luas dihadapannya. Memejamkan matanya lalu menghirup udara segar yang membuat hatinya tenang. Lisa tersentak sejenak sesaat setelah sesak di dadanya kembali menghujaminya.
"Jangan sekarang, aku hanya ingin menikmati ini sebentar" Lisa meremas kuat baju bagian dadanya. Meringis pelan untuk menyalurkan rasa sakitnya.
"Sangat menyakitkan, eum?" Lisa mendongak tatkala suara lembut sang kakak mengalun di telinganya.
"Unnie" Lisa melirih pelan sambil tersenyum saat melihat sosok Rosé yang mulai duduk di sampingnya.
"Jangan memukul dadamu sendiri, itu akan menyakiti dirimu sendiri. Unnie tidak suka melihatnya" Lisa hanya memperhatikan tangannya yang perlahan digenggam oleh Rosé dan Rosé meletakkan tangan Lisa di lengannya.
"Kalau sakit, cengkram saja lenganku" Lisa menjatuhkan setetes air matanya. Ia bodoh karena ceroboh saat itu, ia hanya membuat semua orang repot dengan kondisinya sekarang. Ia bahkan merasa tak berguna.
"Pabbo, jangan menangis di depan umum, memalukan" Rosé menghapus air mata yang terus saja keluar dari mata Lisa. Menangkup wajah Lisa dengan kedua tangannya, Rosé menatap dalam mata hazel adiknya itu.
"Musuh terbesar dalam dunia ini adalah dirimu sendiri. Jadi kau tidak boleh menyerah dan putus asa. Ingat, semua masalah pastu ada jalan keluarnya, dan kau pasti bisa melewatinya....sendiri" kedua tangan itu terjatuh lemas ke pangkuan Rosé sendiri. Gadis blonde itu menunduk lalu mulai menangis dalam diam.
"Unnie....wae geurae? Kenapa aku harus sendiri jika ada kalian di sisiku? Ayolah, kalian harus ada di sampingku dan berjalan bersamaku" Lisa mengguncang kedua tangan Rosé, bahkan Lisa seketika melupakan rasa sakitnya.
"Kau harus bisa sendiri. Tak semua orang akan terus berada di sampingmu. Kita sudah diajarkan dan sudah belajar untuk bisa hidup mandiri sedari dulu"
"Aniyo, Lisa yakin unnie akan terus berada di sisiku"
"Lisa! Berhenti bersikap seperti ini! Kau tahu? Setiap kali aku melihatmu, rasa bersalah selalu menghantuiku sampai aku mau mati rasanya. Mimpi buruk serta bayang-bayang dirimu selalu menghampiriku tanpa henti, itu benar-benar menyiksaku Lisa!" Tubuh kurus itu seolah membeku. Lidahnya seketika kelu sampai ia benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ini kali pertamanya Rosé membentak Lisa, dan kata-kata itu yang membuat Lisa sakit hati.
"Ini semua bukan salah unnie. Ini kes--"
"Ani, Lisa-ya!" Rosé bangkit dari duduknya, berdiri menatap Lisa dengan linangan air matanya.
"Ini akan menjadi kali terakhirnya aku datang. Jaga dirimu dengan baik dan cepat pulang" Rosé melangkah cepat meninggalkan Lisa yang terduduk di bangku taman rumah sakit sendirian.
*******
Lisa harus kembali terduduk bosan di ranjang rumah sakitnya. Jessica datang bersama Hyeko dan langsung menyuruhnya untuk kembali ke kamar saat melihat Lisa menangis sendirian di bangku taman. Lisa menceritakan semuanya, tapi dengan paksaan dari Jessica.
"Sudah, jangan dipikirkan. Lisa tahu? Imo dan halmeoni akan terus berada di sisi Lisa. Apapun keadaan Lisa, kita akan selalu disini bersama Lisa. Imo dan halmeoni akan ke mansion malam ini, jadi biar Jaehyun, Bambam, dan Seulgi yang menemanimu, eoh? Imo sudah menghubungi mereka, hanya mereka teman-teman terlamamu yang imo kenal" Jessica tersenyum sambil menatap wajah pucat Lisa. Tangannya terangjat untuk mengelus pipi Lisa.
"Lisa tidak boleh ikut? Lisa rindu rumah" kedua sisi bibir Lisa tertekuk kebawah. Ia sangat ingin pulang, bertemu dengan Jisoo, Jennie, Rosé, Sooyoung dan Sungjae adalah keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Say "If" [ E N D ] ✔
Teen FictionKata 'jika' atau 'seandainya' pun takkan mampu mengembalikkan sesuatu yang sudah hilang atau pergi.