Waktu berlalu dengan sangat cepat. Tak terasa waktu liburan mereka selama seminggu akan berakhir esok hari. Rosé menepati janjinya, selama seminggu senyuman Lisa selalu terukir indah di wajah kecilnya.
Lisa menatap butiran salju yang turun perlahan menutupi permukaan tanah. Segelas teh hangat menemani paginya hari ini.
"Besok, ya?" Lisa bergumam sembari tersenyum kecil. Musim dingin memanglah kesukaannya.
"Tak apa, jika memang semuanya harus kembali seperti semula, setidaknya aku sudah menghabiskan waktuku selama seminggu berharga ini" Lisa menyesap kembali teh hangatnya. Namun setelah berhasil menelannya, tiba-tiba saja rasa sakit di dadanya kembali lagi. Gadis itu membungkuk sembari memukul- mukul dadanya keras, berharap rasa sesak di dadanya hilang.
Lisa bergerak merangkak setelah meletakkan gelasnya asal, ia meraih ponselnya lalu mendial salah satu nomor yang ada di kontaknya.
"Bam-ah, eotteokhae?" Tubuh lelaki itu menegang dikala ia mendengar suara lirih Lisa dari seberang sana.
"Lisa-ya, kau dengar aku? Hey! Hey! Dengar aku, tarik napasmu lalu buang" Lisa bersender lemah pada sisi ranjangnya. Mengikuti arahan Bambam dengan perlahan. Setiap menarik napasnya, rasanya dada Lisa seperti dihantam puluhan batu besar.
"Ap-po" Lisa berucap lemah. Bambam masih bisa mendengarnya dari sana, tapi ia tak bisa berbuat apapun, jarak mereka saling berjauhan.
"Jangan ditahan, Lisa. Teriak saja jika sakit, itu bisa membantumu. Jika kau menahannya, itu tidak akan baik untukmu" Bambam berseru dari seberang sana. Lisa memejamkan matanya, berusaha menghilangkan rasa sakit itu, tapi rasanya sangat sulit.
"Lisa-ya! Neo eoddiseo?" Lisa membuka matanya lemah. Bahkan guratan kelelahan sangat terpampang jelas di wajah gadis itu.
"A-akan aku hubungi lagi nanti" Lisa mematikan panggilannya dengan Bambam secara sepihak. Sebelum berakhir, Bambam dapat dengan jelas mendenger ringisan dari Lisa.
Dengan cepat Lisa lamgsung meletakkan ponselnya lalu berlari kecil ke kamar mandi. Ia membasuh wajahnya yang terlihat sangat pucat lalu setelah itu ia keluar dan mendapati Rosé yang sudah duduk di pinggir ranjangnya.
"Baru selesai mandi?" Lisa menggeleng lemah sembari tersenyum.
"Kau sakit? Wajahmu pucat sekali, Lisa-ya" Rosé melangkah lebar mendekati Lisa. Menyentuh lembut wajah adiknya yang sangat pucat dan juga suhu tubuh Lisa yang sangat panas.
"Karena musim dingin mungkin. Lisa tak apa, unnie. Hanya terserang flu ringan saja" Rosé memeluk hangat tubuh Lisa. Sesekali mengecup pucuk kepala adiknya itu.
"Jangan sakit, melihatmu seperti itu akan membuat unnie sedih" Lisa memejamkan matanya. Menikmati kehangatan yang dirasakan didalam pelukan Rosé.
"Mau berjalan-jalan, unnie?" Rosé melepaskan pelukannya. Menatap bingung pada adiknya itu.
"Kau sakit, Lisa. Diluar juga suhunya sangat dingin"
"Unnie tahu aku suka salju, kan? Lagipula aku tidak boleh melewati hari terakhirku di Jeju dengan sia-sia" Rosé menghela napasnya pelan. Ia menatap lama mata Lisa lalu mengangguk menyetujui.
"Hanya sebentar. Pakai berberapa lapis baju tebal, unnie akan kembali setelah mengambil mantel unnie" Lisa menatap punggung kakaknya yang keluar dari kamarnya. Matanya kembali terpejam lelah dikala ia berusaha sekeras mungkin menahan mati-matian rasa sakitnya dari tadi.
"Kau bisa, Lisa. Pasti" Lisa membuka kedua matanya lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil beberapa jaket tebal dan memakainya.
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Say "If" [ E N D ] ✔
Teen FictionKata 'jika' atau 'seandainya' pun takkan mampu mengembalikkan sesuatu yang sudah hilang atau pergi.