Gea, Erwin serta kedua kembar ini melongo ketika melihat rumah Nabila yang agak kosong. Di ketuk pun tidak ada sambutan. Kaca rumah nampak berdebu tidak dibersihkan berhari-hari.
Gea kebingungan, apa mungkin Nabila pulang ke kampung tanpa memberi kabar kepadanya terlebih dahulu. Dan salahnya, Nabila juga tidak menceritakan perihal orang tuanya kepada Gea.
Cibro dan Cibra mengintip-ngintip jendela. Menelusuri sampai pandangan yang mereka lihat tak terlewat sedikitpun. Karena terlalu fokus, pada akhirnya kepala mereka sama-sama terbentur.
"Aduh lu napa sih!" Celetuk Cibra meringis.
"Elu pekok!"
Erwin menghela napas melihat keduanya, "Bego."
Gea menggigit tangannya, "Jangan-jangan Nabila pulang kampung lagi."
Erwin beralih menatap Gea, "Lu tau kampungnya mana? Kita datengin bareng-bareng."
Gea menggeleng, "Ngga tau gue, Win. Dia ngga pernah cerita."
🖤🖤🖤
Nabila duduk di kasur milik Ibu dan Bapaknya, ia menyapu lembut seprei putih peninggalan almarhum sang Ibu tercinta. Tangannya menyentuh sarung bantal yang sering orang tuanya tiduri, mengingat betapa masih terasa hangatnya seprei yang sudah ia cuci.
Nabila baru ingat, sebelum Ibunya meninggal. Wanita paruh baya itu berpesan untuk membuka laci lemari, entah itu apa isinya. Ia berjalan menuju lemari, lemari yang berwarna coklat kayu dengan kaca besar terpampang di depannya.
Sebelum membuka laci, Nabila membuka pada bagian yang tempat menggantung baju. Disana, ia menemukan baju Ibu dan Bapaknya tergantung bersih. Baju jubah dan gamis yang warnanya terang, putih. Tidak tahan melihat semua ini, Nabila meneteskan air mata. Kini ia sendiri, tak ada seorangpun kecuali Zaan.
Zaan, kucing itu nyenyak dalam tidurnya. Mahluk kecil itu tidak tahu apa-apa, tapi setidaknya bisa membuat Nabila tenang dengan mengelus kepalanya.
Penyesalan dan rasa bersalah terus datang menghantui pikiran Nabila. Tak tanggung-tanggung, bahkan belakangan ini ia jarang tidur, membuat bawah matanya menghitam. Padahal ia tak pernah mengalami insomnia. Mungkin rasa cemas Nabila yang berlebihan.
Sepi, hening dan sendu. Ruang kamar kosong. Tak ada suara. Bahkan jika ada pun, mungkin tetangga sebelah yang memberi Nabila makanan. Dalam fase ini, Rima tetap menjaga Nabila, memberikannya uang jajan serta makanan yang penuh di kulkas. Tapi, Nabila tidak ingin itu. Ia hanya...ingin melihat orang tuanya. Terdengar sederhana, tapi itu mustahil.
Kembali dengan posisi di depan lemari. Nabila perlahan membuka laci, ia mendapati sebuah kotak hitam. Sekilas terlihat seperti kotak handphone, tapi ini bentuk persegi. Seperti kotak jam tangan tapi lebih besar.
Nabila membawa kotak itu lalu duduk di atas kasur. Tangannya membersihkan debu kecil yang menempel di sana. Matanya tetap sendu, tak ada ekspresi sama sekali. Setelah dibuka, mata Nabila terbelalak, ia menutup mulutnya dengan tangan saking tak percaya.
Ternyata isi kotak itu adalah sebuah kain, kain hitam yang biasanya disebut cadar. Sungguh, ini membuat perasaan Nabila campur aduk. Ia ingin menangis sekeras mungkin, tapi ia tak merasa tak bisa menangis lagi karena sudah kebanyakan menangis. Sakit.
Ia hanya menemukan cadar. Ia berpikir Ibunya akan menyelipkan sebuah kertas kecil berisi tulisan. Ternyata tidak ada. Nabila meraba cadar itu nampak baru, dan ia mencium juga bau wangi. Wangi tangan sang Ibu.
🖤🖤🖤
"Ah Izza aku ngga mau putus sama kamu iiihhh!" Audi merengek seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Arogan dan Putri Mawar (Komplit✓)
ChickLit📌SEBELUM BACA FOLLOW DULU📌 Happy reading bestie Tiba tiba menikah, dan tiba-tiba tinggal satu atap dengan gadis tak di kenal, otak lemot dan tidak pandai dalam hal pelajaran. Tiada hari tanpa emosi bagi seorang lelaki biasa macam Izza. Bukan, mel...