🔹🔸🔹🔸🔹Bismillah🔸🔹🔸🔹🔸
Selamat membaca
Jangan lupa vote dan komen, ya.
🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹
"Angkat kakinya, Richal!"
Richal mendengkus dan kembali mengangkat satu kakinya ke atas sambil menjewer telinganya. Cowok itu memutar bola mata malas saat mendengar kekehan kecil dari orang-orang di sampingnya.
"Pa, berapa lama lagi?" tanya Zevan sambil berloncat-loncatan untuk menjaga keseimbangan.
"Sebentar lagi, ya. Kira-kira ... satu jam lagi," jawab Ghani santai sambil menyeruput secangkir kopi buatan istri tercinta.
"What?!" pekik ketiga cowok itu bersamaan. Padahal sudah satu jam lamanya mereka dihukum seperti itu. Mereka juga sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Akan tetapi, Ghani masih saja belum puas memberi hukuman kepada mereka.
"Om, Ferdi kan gak salah. Kenapa harus dihukum juga, sih?" Ferdi mencebik kesal.
Bukannya menjawab, Ghani malah tersenyum sinis saat menatap raut wajah Ferdi yang masam itu. Pria paruh baya itu berjalan mengampiri mereka. Sorot matanya menatap tajam satu per satu cowok yang baru saja menunduk itu. Seketika nyali mereka menciut karenanya.
Ghani memegang pundak kanan Ferdi. Sontak saja tubuhnya menegang. Mencoba mendongak sembari memohon keselamatan di dalam hatinya. Dengan sangat takut-takut, ia memberanikan diri menatap iris coklat gelap milik pria itu.
"Kalian udah bersahabat dari kelas 1 SMA. Jadi, kalo satu dihukum, ya, dihukum semua," ujar Ghani dan bersedekap dada.
"Dih, kenapa Bang Edwin gak dihukum juga, Om? Ini gak adil," protes Ferdi. Ia tak terima kalau Edwin diberi kebebasan begitu saja, sedangkan dirinya tidak. Walaupun ada alasan logis yang membuat Edwin harus segera pergi dari rumah Zevan.
Ghani menaikkan sebelah alisnya. "Emang kamu mau jemput pacar juga kayak Edwin?"
"Ah, gak bisa jawab, tuh." Ferdi menatap sinis Zevan.
"Jomblo akut sampe bangkrut," timpal Richal.
Richal tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya sendiri. Ia memang suka begitu. Mulutnya susah direm. Kadang cowok itu sampai babak belur karena Ferdi sudah terlanjur emosi menghadapi tingkah anehnya.
"Berisik lo! Gue lagi males berantem hari ini. Mood gue udah jelek. Jangan dijelekkin lagi. Entar kek muka lo ... jelek." Ferdi membalas dengan ucapan yang lebih pedas.
Richal mendelik. "Wah, sekate-kate lo. Gini-gini gue sodaraan sama Justin Bieber."
"Idih, ngarep! Justin Bieber mana mau punya sodara kek lo," ejek Ferdi.
"Berantem lagi, Om tambahin hukumannya nanti!" Semuanya membisu. Tak ada yang berani membuka suara. Mereka tahu kalau Ghani tidak akan pernah bermain-main dengan ucapannya.
Ghani melirik arloji biru gelap yang melingkar di pergelangan tangannya. "Hari ini, Om lagi baik. Jadi, kita sudahi dulu hukumannya."
Ketiga cowok itu langsung terkapar di atas lantai kamar Zevan yang tidak beralas. Ghani hanya menggeleng memperhatikan posisi tidur mereka yang sangat tidak normal. Bagaimana tidak? Zevan menungging, Richal telungkup sambil mengemut ibu jarinya, dan Ferdi yang bergaya seperti orang yang tengah kayang.
"Nanti Papa coba rundingin sama Mama tentang keinginan kamu, Nak." Ghani mengusap kepala Zevan dengan penuh kasih sayang.
Sebenarnya, ia tak tega mengekang anaknya dengan berbagai macam aturan yang dibuat. Namun, mau bagaimana lagi? Semua yang dilakukannya untuk kebaikan Zevan juga. Ia tidak mau Zevan terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|
Teen FictionHARAP JAGA KEWARASAN DAN DILARANG KETAWA SAAT MEMBACA! * Bismilllah. Sebelum membaca, alangkah baiknya teman-teman follow akun saya dulu, ya. 🌹🌷🌹 Teror demi teror datang mengusik rumah tangga Zevan dan Mola yang tergolong masih seusia jagung. Pa...