24 - My Sweetheart (2)

18 3 0
                                    

🔹🔸🔹🔸🔹Bismilllah🔸🔹🔸🔹🔸

Jangan lupa vote dan komen, ya

🔸🔹🔸🔹Happy Reading🔸🔹🔸🔹

[Hai, Sayang! Mama sama Papa hari ini mau berangkat ke Jerman. Katanya Papa mendadak ada kerjaan di sana. Ya udah, Mama ikut sekalian mau main ke rumah sahabat Mama. Maafin Mama karena gak bisa ngajak kamu sekarang. Mmm ... bukan gitu, sih. Cuma Mama gak mau aja ganggu kamu lagi ... hehe. Berduaan sama istri kamu, maksud Mama.

Udah, ya. Inget pesan Mama yang satu ini. Jagain istri kamu. Jangan buat dia marah, ngambek, apalagi nangis. Awas aja kalo sampe kejadian. Mama pecat kamu jadi anak! Oh, iya satu lagi. Kata Papa mulai sore ini kamu urus pekerjaan di kantor. Nanti ada Om Beni yang bakal bantuin kamu.]

Zevan melempar ponsel hitamnya ke arah sofa berwarna cokelat susu, yang terletak di pinggir ruang keluarga. Sudah tiga jam lamanya, ia menunggu Mola di depan pintu kamar. Tak jarang juga, cowok berpenampilan tak karuan itu mengetuk-ngetuk pintu dan mengucap ribuan kata maaf untuk sang gadis yang berada di dalam. Namun, tak ada sedikit pun sahutan yang ia dapat selama ini.

Zevan menjambak kasar rambut hitam kecokelatannya. Cowok bertubuh jangkung itu menjadikan dinding di hadapannya sebagai sasaran empuk kekhawatirannya. Tak peduli dengan keadaan kedua tangannya yang memar dan luka akibat memukul dinding tersebut.

"Sayang, maafin aku," lirihnya.

Zevan kembali mengetuk-ngetuk pintu kayu berwarna putih itu. Ia sangat berharap, jika Mola akan menghampirinya dan menerima kata maaf yang telah ia lontarkan ribuan kali. Belum ada respon apa pun yang Mola tunjukkan sampai sekarang. Hal ini membuat pikirannya semakin berkecamuk. Sesuatu hal yang tidak diinginkan, sempat terlintas di otaknya. Jangan sampai hal itu terjadi. Sungguh, Zevan tidak akan sanggup menerimanya.

"Mola, buka pintunya! Jangan bikin aku makin takut kayak gini."

"Sayang, please ... buka pintunya. Aku gak mau kamu kenapa-napa, Sayang."

Zevan sangat cemas kali ini. Entah kenapa cara berpikirnya tiba-tiba buntu seketika. Mau tak mau, hanya satu cara yang dapat ia lakukan sekarang. Mendobrak pintu, solusi yang tepat di saat cowok itu tidak memiliki kunci untuk membuka pintunya. Pasalnya, kunci cadangan seluruh ruangan pada apartemen ini disimpan oleh Ghani.

"Kamu mundur, Sayang."

Zevan mengambil ancang-ancang sebelum bertindak. Cowok itu memasang gaya kuda-kuda andalannya. Dengan satu kali tendangan, pintu itu sudah terbuka lebar. Sontak saja ia memasuki ruangan tersebut untuk mencari keberadaan sang istri tercinta. Netranya menelisik setiap sudut yang bisa dijadikan tempat persembunyian Mola.

Tubuhnya melemah kala ia tak berhasil menemukan seseorang yang selama ini ia cari. Kamar mandi pun sudah ia periksa, tetapi Mola memang tidak ada di sana. "Mola, kamu di mana? Jangan ninggalin aku sendirian di sini," mohonnya.

Penglihatan Zevan tak sengaja menangkap sosok gadis yang tengah berdiri tegak di dekat pagar besi pada balkon apartemen itu. Sudut bibirnya terangkat. Untaian rasa syukur, ia ucapkan berkali-kali sembari menghampiri perempuan yang sangat ia cintai itu. Tepat berada di belakangnya, membuat jantung Zevan kembali berdebar untuk ke sekian kalinya. Sulit sekali menyebut namanya, seakan-akan suaranya tercekat di tenggorokan.

"Maafin aku, Mola Sayang."

Zevan memeluk tubuh mungil itu dari belakang. Ia meletakkan dagu pada bahu istrinya dan sesekali mengecup pelan pipi gembul itu. Mola sempat memberontak. Namun, mau bagaimanapun juga, tenaga cowok jangkung itu lebih kuat dibandingkan dengan gadis mungil yang tingginya hanya sepundak saja.

"Aku janji gak bakal ngulangin hal itu lagi. Maaf banget karena aku udah bentak kamu. Aku gak sengaja, itu kelepasan, Sayang. Aku serius, gak bohong."

"Mola takut, A. Soalnya Bapak gak pernah bentak Mola sama sekali," lirihnya seraya membelai lengan kekar Zevan yang melingkar di pinggangnya.

"A Zevan harus janji sama Mola, gak bakal ngebentak Mola kayak tadi lagi, ya."

Cowok pemilik tahi lalat di hidung itu memutar tubuh Mola, hingga berhadapan dengannya. Jaraknya pun sangat dekat. Hidung mancung keduanya hampir saja bersentuhan. Deruan napas saling menyahut saat Zevan mengikis jarak di antara keduanya. Mola hanya bisa memejamkan mata kala merasakan ada sesuatu yang menempel di hidungnya. Ia yakin itu hidung mancung milik suaminya.

"I'm promise, my sweetheart," bisik Zevan yang membuat Mola merasa geli di bagian telinganya.

"Lama-lama Mola bisa abis kalo diciumin mulu sama A Zevan," protes Mola sembari menyilangkan tangannya di dada.

"Kamu harus tanggung jawab udah bikin aku bolos hari ini. Caranya kamu wajib nepatin janji yang pernah kamu bilang ke aku tadi malam."

"Janji yang mana? Emang Mola ada janji, ya?"

"Cium serba seratus, Sayang. Jangan pura-pura lupa, deh!"

***

"Sayang, kaos putih sama jas buat kerjanya mana?"

"Dasi yang tadi sore aku beli, ditaro di mana, Sayang?"

"Nah, udah ketemu, nih. Tolong pasangin dasinya dong, Sayang."

Mola mengangguk dan menghampiri lelaki yang tengah mematut diri pada cermin besar di hadapannya. Mola meminta Zevan untuk menunduk, agar memudahkan dirinya memasang dasi pemuda berjas hitam dengan kaos putih panjang sebagai dalamannya itu. Gadis berbulu mata lentik itu sangat senang lantaran ini merupakan hal pertama yang ia lakukan selama menjadi istrinya Zevan.

Selepas beres semuanya, Zevan langsung menyerahkan ponsel berwarna rosegold kepada sang istri yang baru saja mengerutkan dahi lantaran tak paham dengan maksud cowok itu melakukan hal tersebut.

"Buat hubungin aku kalo kamu mau pergi ke mana-mana atau kamu kenapa-napa di sini. Bisa langsung telepon, ya," terang Zevan. Gadis itu menarik lengan Zevan untuk duduk di tepi ranjang.

"Insyaa Allah ... nanti Mola telpon A Zevan. Alhamdulillah, Mola paham dikit-dikitlah cara make HP ini ... karena waktu di kampung, Mola sering minjem HP-nya Teh Naya." Mola menyengir kuda ketika Zevan mengusap lembut surai hitam berkilau yang panjangnya sepunggung.

"Aku berangkat dulu, ya. Jaga hati kamu buat aku. Jangan sampe oleng ke cowok lain."

"Seharusnya, Mola yang bilang itu ke A Zevan. Pokoknya, A Zevan jangan macem-macem di luaran sana. Awas aja kalo berani macem-macem. Entar Mola masak A Zevan jadi tempe bacem."

"Tidak akan pernah terjadi, Sayang. Karena aku hanya mencintaimu. I love you so much, my wife."

"Love you too, my husband."

🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸

Woke, mantap

Lanjut, jangan?

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang