28 - Tragedi Gudang Sekolah (2)

29 3 0
                                    

🔹🔸🔹🔸🔹Bismilllah🔸🔹🔸🔹🔸

Mampir, yuk! Part terakhir di WP, lho!

🔸🔹🔸🔹Happy Reading🔸🔹🔸🔹

"Hai, Kak Mola! Namaku Ammara.”

Mola menerima uluran tangan Ammara dan tersenyum lebar seraya mengangguk. "Nama Mola ... Dahlia Endah. Ammara boleh panggil Kak Mola atau Mola aja. Gak apa-apa, kok. Terserah. Hehe ...."

Ammara tersenyum dan menggandeng tangan Mola. Mereka berjalan melewati koridor lantai 2 sembari berbincang-bincang hangat menunggu baskara terbenam sempurna. Kaki mereka menapaki satu per satu anak tangga.

Baru saja berjumpa, tampaknya mereka seperti sudah kenal beberapa tahun lamanya. Akrab sekali, bercanda dan tertawa sudah tak asing lagi mereka lontarkan di sepanjang perjalanan menuju ke arah belakang sekolah.

"Kita mau ke mana, Ammara?" tanya Mola yang mulai bingung saat tangannya ditarik paksa oleh gadis berbadan ideal tersebut.

"Udah, Kakak ikut aja. Aku punya kejutan di sana buat Kakak," sahut Ammara sembari mencubit gemas pipi gembul kakak kelasnya itu.

"Kita mau ke taman sekolah?" Sontak saja Ammara menggeleng dan merangkul pundak Mola sembari berbelok ke kanan, menuju tempat yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Mereka memasuki sebuah ruangan besar nan temaram yang dipenuhi dengan berbagai sarang laba-laba, meja dan kursi yang sudah tak layak pakai, dan debu-debu yang berterbangan membuat Mola bersin seketika.

Tempat apa ini? Baru pertama kalinya Mola melihat ruangan segelap ini di sekolah barunya, bahkan tak ada seseorang pun yang berada di dalam sana, kecuali dirinya dan Ammara.

"Ammara, kenapa pintunya ditutup?"

Ammara tersenyum sinis di tengah kegelapan. Tubuh idealnya berjalan mendekati Mola yang sedari tadi hanya memandang sekeliling dengan raut wajah tak mengerti.

Gadis itu merogoh saku rok abu-abu selututnya. Ia menunjukkan sebuah foto lelaki dan perempuan yang tampak tak ada jarak di antara keduanya dengan latar tempat di taman belakang sekolah ini.

Foto tersebut sukses membuat mata Mola membola sempurna. Ia tak menyangka jika ada seseorang yang mengambil gambarnya bersama sang suami selepas upacara tadi. Padahal ia yakin, jika di taman itu benar-benar sepi, tak ada seorang pun yang ada di sana selain mereka berdua.

"Abis ngapain kalian berdua di sana? Ngelakuin hal yang enggak-enggak, ya?" tanya Ammara dengan kasar menyenggol pundak gadis yang lebih pendek darinya itu, hingga Mola terjatuh dan kepalanya terbentur lantai.

"Mola gak ngapa-ngapain, Ra." Mola berusaha bangkit sendiri, walau tangannya sedikit terkilir karena ulah adik kelasnya.

"Hah! Gak ngapa-ngapain? Gak usah bohong deh, Kak! Mana ada maling ngaku maling!" geram Ammara seraya mendorong tubuh Mola sampai terjungkal dan punggungnya terantuk kaki meja yang dipenuhi berbagai paku di setiap sudutnya.

Mola meringis dan mengusap pelan punggungnya yang terasa remuk. "Mola gak ngapa-ngapain. Punggung Mola sakit, Ra."

"Masa bodo! Aku gak peduli, Kak!"

Kepala Mola berputar ke samping saat sebuah tamparan melayang di pipinya. Tak sadar, buliran kristal tumpah dari kedua netranya. Mengelus lembut pipinya yang memerah dan terasa perih di setiap detiknya.

"Semua orang gak ada yang ngertiin aku! Aku suka sama Kak Zevan dari kelas 1 SMA! Bayangin, Kak! Dua tahun aku ditolak mulu sama dia. Audisi terakhir kemarin juga dia gak mau nerima cinta aku, Kak!"

"Sedangkan Kak Mola yang baru aja dateng di kehidupan Kak Zevan, kenapa bisa akrab secepat itu?! Kenapa?! Bahkan, berita kalian berpacaran sudah tersebar luas se-SMA ini. Aku udah belajar move on, Kak. Tapi semuanya sulit, yang ada aku bisa gila karena coba lupain dia!"

"Jadi, aku mohon sama Kakak buat putusin Kak Zevan sekarang juga. Jangan sampai cara licik aku yang bakal misahin kalian berdua nantinya!"

"Gak bisa, Ra! Gak bisa segampang itu!" Akhirnya, gadis itu masih kuat untuk bersuara, walau badannya terasa lemah dan tak berdaya.

"Apa harus aku yang mengajarkan arti penyesalan yang sebenarnya, hm?" Ammara mendekat dan berjongkok di hadapan Mola. Ujung jari telunjuknya menari-nari di bahu perempuan berhijab putih itu.

Seperti teringat sesuatu, kejadian seminggu lalu kembali terlintas di otaknya. Ingin berbicara, tetapi suaranya kian tercekat di tenggorokan. Apa yang harus Mola lakukan sekarang? Pasrah saja disiksa oleh si adik kelas, atau melawan dalam keadaan yang tak memungkinkan?

"A–ammara, jangan-jangan kamu yang—"

"Beres," gumam Ammara seraya menepuk-nepuk kedua telapak tangannya, seakan-akan ada debu yang menempel. Gadis 16 tahun itu membuang tongkat besi yang ia gunakan untuk memukul bagian belakang kepala lawan bicaranya yang sudah tak sadarkan diri itu.

"Hei, preman botak! Keluar kalian dari tempat persembunyian. Cepat bawa cewek ini ke lokasi yang sudah saya kirimkan ke nomor kalian. Saya akan ke sana setelah urusan saya selesai di Cafe Tanpa Nama. Awas aja kalo dia sampe kabur. Kepala kalian sebagai gantinya. Paham?!"

"Siap, Bos!"

🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹

Alhamdulillah. Finally cerita ini tamat

Eits, bagi yang masih penasaran, cerita ini berlanjut di novel, lho

Langsung hubungi saya jika ingin memesan

Terima kasih banyak

Selamat Hari Raya Idulfitri 1442 H

Taqabbalallaahu minnaa wa minkum

Shiyaamanaa wa shiyaamakum

Taqabbal, yaa kariim

Aamiin yaa robbal aalamiin

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang