10 - Pantang Menyerah

41 11 0
                                    

🔹🔸🔹🔸🔹Bismillah🔸🔹🔸🔹🔸

Selamat membaca

Jangan lupa vote dan komen, ya

🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹


"Richal, apa gue salah ngomong kayak gitu sama Mola?"

Zevan memandang langit-langit kamar. Kedua lengannya menyilang di leher bagian belakang. Satu kakinya bertumpu pada kaki yang lain. Mencari posisi ternyaman saat berbaring di atas kasur lantai yang tipis.

Peristiwa tadi kembali terlintas di pikirannya. Perasaan bersalah kian mencuat di dada kala terbayang wajah Mola. Memikirkan suatu hal yang bisa menyelesaikan semuanya. Menentramkan hubungan kedua insan yang mulai merenggang.

"Menurut gue ... lo egois, Van."

Zevan mengangguk, mengiyakan perkataan Richal yang memang benar adanya. Awal mula kesalahan datang dari dirinya yang terlalu egois. Mengorbankan orang lain demi kesenangan dirinya sendiri.

"Terus gue harus gimana? Otak gue buntu. Gak bisa mikir dari tadi." Richal menghela napas lelah. Menatap dalam bohlam lampu yang menyala. Berharap ada pencerahan yang mengantarkannya pada penyelesaian permasalahan sahabatnya.

Sulit mencerna pelajaran di sekolah, tak membuat Richal absen dari kebiasaannya memberikan saran kepada Zevan. Walaupun tidak semuanya diterima, tetapi setidaknya dapat memberikan sedikit penerangan terhadap persoalan yang menghampiri sahabatnya.

Pikirannya berkelana mengitari alam khayalnya. Berupaya menemukan setitik cahaya yang diperlukan olehnya. Menyusun kata demi kata menjadi rangkaian kalimat yang membawanya pada sebuah jalan keluar dan dijadikan sebagai petunjuk masa depan sahabatnya.

"Lo telepon bokap lo. Suruh dia ke sini, buat bantu ngomong sama kedua orang tuanya Mola," jelas Richal.

Richal memejamkan matanya. Menikmati semilir angin yang menyeruak ke dalam badannya. Mengizinkan rasa kantuk yang mulai menguasai tubuhnya. Menghilangkan perlahan kesadarannya. Menyelam ke dalam lautan yang penuh dengan hamparan bunga tidurnya.

Zevan segera mengambil ponselnya yang ada di tas. Mengetikkan pesan panjang kepada papanya. Berharap kedua orang tuanya berkenan untuk datang mendampinginya. Memohon agar ikut membantu mencapai keinginannya yang belum tergapai.

[Assalamualaikum, Pa. Maaf, Zevan ganggu malam-malam. Zevan mau bilang kalau Zevan udah ketemu sama calon istri yang sreg di hati Zevan. Masalahnya, dia nolak permintaan Zevan. Alasannya lumayan banyak, Pa. Jadi, Zevan mohon bantuan Papa dan Mama buat bicarain hal ini sama ibu dan bapaknya dia. Makasih.]

***

"Mola ... tunggu gue!"

Mola tak menggubris teriakan lelaki yang mengejarnya. Ia menambah kecepatan larinya agar semakin menjauh dari pemuda yang menyatakan cinta kepadanya semalam. Lelaki yang tiba-tiba memaksa dirinya menjadi seorang istri di usia belia.

Jalan berbatu tak menghentikan langkahnya yang perlahan mulai melamban. Napasnya terengah-engah sambil menengok ke arah belakang. Mencari sosok laki-laki yang tak berhenti mengejarnya dari tadi.

Tak ada siapa pun. Hanya ada beberapa petani yang berlalu lalang di sekitar sawah, tempat yang ia pijaki sekarang. Mola mengembuskan napas lega sambil menghirup udara pagi yang sangat menyejukkan raga.

"Kenapa lo ngehindar dari gue?"

Suara yang sangat tidak asing di telinga Mola. Suara yang berhasil membuat hatinya menghangat tadi malam. Ingat! Hanya tadi malam. Untuk sekarang, rasa itu perlahan terkikis terbawa ramainya udara di pagi hari yang cerah.

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang