🔹🔸🔹🔸🔹Bismillah🔸🔹🔸🔹🔸
Selamat membaca
Jangan lupa vote dan komen, ya
🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹
"Nyai, tolong anterin Bapak ke rumah sakit!”
Mola melangkah tertatih-tatih memasuki rumah yang kini dipenuhi banyak orang lantaran mendengar teriakannya tadi. Bibirnya bergetar menahan tangisan. Menatap sendu wanita tua yang tengah berjalan menghampirinya.
"Kamu Mola? Anaknya Dedeng?"
Mola mengangguk lemas. Sebulir air mata menetes di pipinya. Mendekap erat sosok wanita yang sudah ia anggap sebagai neneknya sendiri. Siti—nenek Zevan—mengusap-usap punggung Mola. Menyalurkan segenap ketenangan dan kekuatan pada gadis yang tampak rapuh di pelukannya.
"Ayo, Om anter! Dia sepupu sekaligus sahabat kecil Om!"
Mola tak dapat membendung air yang menggenang di kedua netranya. Hatinya terharu mendengar penuturan dari sahabat bapaknya itu. Ungkapan rasa syukur kian mengalir di benaknya. Berterima kasih karena Allah telah mengirimkan sosok penolong yang tidak ia ketahui namanya tersebut.
"Zevan, Richal, Ferdi, Edwin ... ikut Om semuanya! Kita bawa mereka ke rumah sakit sekarang juga!"
Keempat cowok itu menggangguk patuh. Mereka berdesak-desakkan saat melewati ambang pintu bersamaan dan panik kala mencari-cari keberadaan sandalnya yang hilang. Lalu, dengan gerakan cepat, mereka mengejar Mola yang kini tengah berlari melewati jalanan sempit di depan kediaman mereka.
Hanya satu tikungan yang harus mereka lewati. Di sana tampak Mola yang tergesa-gesa menerobos masuk ke rumah yang tidak terlalu besar di hadapannya. Ghani yang baru saja tiba, langsung masuk ke sana dan menyuruh keempat cowok itu untuk membantunya.
Zevan menginjakkan kaki di rumah Mola yang sangat terasa asing baginya. Rumah yang tidak besar dan tampak remang-remang karena pencahayaan yang tidak begitu banyak. Jendela-jendela ruang tamu tertutup gorden, menyulitkan sinar sang mentari untuk masuk dan menerangi ruangan ini.
Terdengar suara tangisan perempuan dari arah belakang. Zevan yakin pasti letak kamar mandi di rumah ini ada di belakang. Ia dan ketiga sahabatnya tergopoh-gopoh menghampiri suara tangisan yang kian memekakan telinga mereka.
Zevan melangkah perlahan mendekati Mola yang sedang memeluk lutut di samping pintu kamar mandi. Hatinya ikut perih merasakan kesedihan yang menimpa Mola, sosok perempuan yang mampu meluluhkan hatinya dalam sekejap.
"Hei, Mola cantik gak boleh nangis."
Mola mendongak dan menatap lekat lelaki yang mampu mengguncangkan hatinya semalam. Perasaannya kembali kacau saat melirik bapaknya yang sedang tak sadarkan diri. Badannya lemas menatap wajah pucat pria yang sangat berjasa dalam hidupnya.
"Bapak ...."
Mola menangis tersedu-sedu untuk ke sekian kalinya. Zevan benar-benar tidak tega melihat keadaan Mola seperti ini. Ingin sekali rasanya Zevan membawa Mola ke dalam dekapan hangatnya. Namun, hal itu tidak akan pernah terjadi, sebelum ada kata 'sah' di antara mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|
Teen FictionHARAP JAGA KEWARASAN DAN DILARANG KETAWA SAAT MEMBACA! * Bismilllah. Sebelum membaca, alangkah baiknya teman-teman follow akun saya dulu, ya. 🌹🌷🌹 Teror demi teror datang mengusik rumah tangga Zevan dan Mola yang tergolong masih seusia jagung. Pa...