4 - Audisi

62 15 3
                                    

🔸🔹🔸🔹🔸Bismillah🔹🔸🔹🔸🔹

Selamat membaca

Jangan lupa vote dan komen, ya

🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸

"Next!"

Sudah lebih dari 20 peserta yang ikut audisi ini. Akan tetapi, Zevan masih belum menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan calon pacar halalnya nanti. Ferdi juga sudah berusaha semaksimal mungkin. Apalagi Richal yang dari tadi sibuk menghitung total uang pendaftaran audisi ini.

"Ganti!"

Sudah terhitung satu jam mereka berada di kelas XII IPA 3 yang perlahan mulai sepi. Bahkan, sekitar satu jam lagi gerbang sekolah akan ditutup. Jika mereka telat, maka risikonya akan menginap di sekolah yang sunyi ini semalaman.

"Sore, Kak Zevan," sapa cewek bertubuh ideal itu seraya tersenyum manis.

"Sore juga, Am–mara," balas Zevan sambil membaca daftar nama peserta audisi.

Zevan mengangkat sebelah alisnya. "Mau nampilin apa?"

"Hari ini, aku mau baca puisi yang spesial buat Kak Zevan." Zevan menggangguk dan mempersilakan Ammara untuk mulai berpuisi.

Memang Zevan membebaskan semua peserta untuk menampilkan apa saja yang mereka bisa. Seperti sebelumnya, ada yang menyanyi, menari, membaca pantun, membaca puisi, bahkan ada yang menggombalnya. Bukannya Zevan yang meleleh, malah Richal yang pingsan karena gombalan cewek itu. Sungguh, Richal tidak jelas.

"Sekian, terima kasih."

Ketiga cowok itu bertepuk tangan setelah Ammara selesai membaca puisi buatannya sendiri. Menurut Zevan, isi puisinya sangat bagus, ditambah cara penyampaiannya yang terbilang sangat menghayati.

Zevan menghela napas berat. "Maaf, Ammara. Gue belum sreg sama lo."

Seketika Ammara menunduk. Alis tipisnya turun. Netranya berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan tangisan. Napasnya menjadi tidak teratur. Sudut bibirnya terangkat dan tersenyum kecut.

"Wah, parah lo, Van. Anak orang mewek, tuh. Gara-gara lo, sih," tukas Richal tanpa berhenti menghitung setumpuk uang di meja.

Zevan bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Ammara yang berdiri di depan kelas. Kedua tangannya menangkup pipi Ammara yang sudah basah. Cowok itu menghapus jejak air mata yang mengalir.

Zevan meminta agar Ammara berhenti menangisi dirinya. Dengan berat hati, gadis bertubuh ideal itu harus bisa menerima semua kenyataan ini.

"Aku pamit, ya. Assalamualaikum." Ammara berlari kencang meninggalkan ruangan itu dengan berderaian air mata.

"Waalaikumussalam." Zevan mengembuskan napas berat.

"Peserta terakhir, kenapa lo tolak lagi?" tanya Ferdi yang bersandar di daun pintu sambil melipat tangan di depan dada.

Richal menyampirkan tas di bahu kanan. "Iya, tuh. Lo mau cari ke mana lagi, Van? Semua cewek yang ikutan audisi, lo tolak semuanya. Menurut gue, mereka itu cantik-cantik. Emang lo parahnya kebangetan."

"Kalo gue jadi lo, udah gue bawa ke KUA sekarang juga, Van!" tegas Richal.

"Harusnya lo bersyukur, banyak cewek yang suka sama lo, bahkan ngejar-ngejar lo,” jelas Ferdi.

Zevan memijat kepalanya yang terasa pusing. Ia sangat merasa bersalah. Namun, ia juga tidak bisa menerima salah satu dari mereka. Hatinya menolak karena tidak ada rasa cinta yang bersemayam. Takutnya Zevan akan meninggalkan cewek itu suatu saat nanti.

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang