16 - Perpisahan yang Menyakitkan

34 9 0
                                    

🔹🔸🔹🔸🔹Bismillah🔸🔹🔸🔹🔸

Selamat membaca

Jangan lupa vote dan komen, ya

🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹🔸🔹

"E–eh, kenapa berhenti, Bang?"

Zevan menoleh dan menautkan kedua alis tebalnya. Dahinya mengerut saat melihat lelaki di sampingnya keluar dari mobil. Baru saja mobil yang dikendarai Edwin berjalan beberapa meter dari lahan kosong, sekarang tiba-tiba berhenti di jalanan berbatu dan berpasir hitam yang dikelilingi ratusan petak sawah.

"Kenapa si Bang Edwin, Van?" tanya cowok yang duduk di kursi penumpang bagian belakang.

Zevan menggeleng seraya mengangkat bahunya. Ia benar-benar tidak tahu apa alasan Edwin keluar dari mobil. Sedari tadi ia hanya melamun, memikirkan sang pujaan hati yang tak kunjung melepas hati. Berbagai cara sudah ia tempuri agar bisa menghapus benih-benih cinta yang tertanam kuat di hati. Akan tetapi, hanya kegagalan yang selalu ia dapati.

Lelaki 17 tahun itu segera menepis bayang-bayang Mola yang lagi-lagi terlintas di pikirannya. Mengembuskan napas berat dan perlahan beranjak menghampiri Edwin yang sedang membungkuk di samping ban belakang. "Bannya kenapa, Bang? Kempes bukan?"

Zevan mengikuti arah pandang Edwin pada sebuah paku yang menancap penuh di ban belakang. Ia berdecak dan mencebik kesal. Suasana hatinya semakin memburuk. Niat diri ingin segera pergi dari kampung yang penuh dengan sejuta kenangan indah ini. Akan tetapi, berhasil menggores luka di hatinya dalam waktu sekejap.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Semua rencana yang sudah dirangkai dengan sangat baik dan juga matang, perlahan mulai memudar dan menghilang bersama debu-debu yang berterbangan. Sakit, perih, dan kecewa. Mungkin tiga kata yang cocok menggambarkan perasaan hati Zevan Khayri Rivandra sekarang.

"Ada ban serep?"

"Kayaknya ada, Bang."

***

Suasana hening kian menyelimuti keadaan di dalam mobil sedan berwarna putih. Sedari tadi gadis 17 tahun itu mengetuk-ngetuk sofa berwana krem yang didudukinya. Ia mendesah sekaligus memperhatikan sekelilingnya yang dipenuhi pemukiman warga dan jurang yang sangat dalam. Tak ada rasa takut yang hinggap di hatinya, kini hanya terbalut rasa gelisah memikirkan seseorang yang sangat berarti akan pergi dari kehidupannya.

"Bapak, ayo lebih cepet lagi."

Mola menggoyang-goyangkan lengan bapaknya yang tengah bersandar di sebelahnya. "Sabar, Sayang. Kita gak boleh ngebut, takut kenapa-napa nanti."

Gadis cantik itu menghela napas berat sembari memijat pangkal hidungnya perlahan. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa kepada Sang Pencipta agar bisa dipertemukan kembali dengan sang pujaan hati.

Sepuluh menit telah berlalu, kini mobil sedan itu melewati jalanan yang penuh dengan bebatuan kecil dan pasir-pasir hitam ikut bertaburan di atasnya. Ghani mengendarai mobil dengan sangat santai sembari menggenggam erat jari-jemari sang istri yang sangat ia cintai. Ia benar-benar tidak tahu pasal Mola yang ingin cepat-cepat sampai di rumah.

"Pa, kenapa mobil Zevan diparkir di situ?"

Sontak saja kaki Ghani menginjak pedal rem secara perlahan dan langsung mengatur tuas gigi dengan tangan kirinya. Mendengar nama Zevan, mata Mola membulat sempurna diiringi dengan senyuman bahagia yang terbit di wajahnya. Secercah harapan yang tercetak di benaknya kian bertambah.

Ini (Bukan) Perjodohan |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang