10. Papa Kanigara

252 190 351
                                    

"Namanya Bapak harus bisa jadi motivasi, bukannya buat anak jadi depresi."

Pagi buta, Asia sedang sarapan dengan Bi Marsih dan Papa Kanigara. Mama Inka? Ia sudah kembali ke Singapura, untuk urusan pekerjaan.
Sarapan pagi, Asia memang sudah dibiasakan sejak kecil oleh Nenek nya.

Sarapan kali ini terjadi tanpa suara. Hening, dan hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu dengan piring menandakan aktivitas mereka yang fokus hingga selesai.

"Asia, Papa tunggu kamu di ruang keluarga." Papa Kanigara beranjak dari duduknya.

Ini yang Asia hindari sedari awal ketika mengetahui kedatangan Papa nya dari Singapura. Makanya waktu itu Asia memaksa untuk ikut dengan Utara. Huh, kalau sudah seperti ini kan mau gimana lagi. Asia hanya bisa menuruti apa kata Papa nya itu.

"Bik, aku nemuin Papa dulu ya," izin Asia pada bi Marsih.

Bi Marsih menanggapi tersebut dengan anggukan dan tersenyum.

Asia segera beranjak bergegas menyusul Papa nya ke Ruang Keluarga. Setelah sampai ia duduk di hadapan Papa nya.

"Apa kamu sudah menemukan kejelasan?" tanya Papa Kanigara to the point.

"Belum Pah,"

"Kamu ini jawab nya selalu seperti itu, belum dan belum. Jangan mentang-mentang waktu kamu masih banyak, Asia."  hardik Papa Kanigara sembari memijat pelipis nya pelan.

"Asia udah berusaha Pah, aku janji dalam waktu dekat ini, pasti akan menemukan apa yang Papa mau." Ucapnya lirih.

"Janji kamu, apa dapat di percaya?" tanya Papa Kanigara menyepelekan.

Asia bungkam tidak membalas pertanyaan Papa nya. Ia hanya takut jika nanti nya, ia salah menjawab. Dan kejadian yang dulu akan terulang kembali.

"Jawab Asia!!" bentak Papa Kanigara.

Asia masih menutup rapat mulutnya
dengan isakan tangis yang tertahan.

"Asia, Papa bilang jawab!!" bentak nya lagi diakhiri dengan gebrakan meja.

Papah Kanigara melihat gelas kosong di meja, langsung saja ia mengambil dan melemparkan gelas tersebut ke arah Asia. Sebelum dilemparkannya gelas tersebut, Papa Kanigara sudah memecahkannya menjadi serpihan kaca.

"Akh," ringis Asia, karena serpihan kaca dari gelas tersebut tepat mengenai pergelangan tangan Asia. Kalau saja tadi ia tidak mengelak, Asia yakin wajah nya yang akan terkena serpihan kaca.

                *BASEBALL BAT*

Asia sekarang ini berada di koridor sekolah, ia tidak mau ketinggalan mata pelajaran hanya karena insident tadi pagi dengan Papanya.

Setelah sampai di depan kelas, ia langsung saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

"Ya, tumben lo baru datang," kata Kiyara sembari menyalin pekerjaan rumah (PR) milik Dina.

"Iya nih, masuk aja lima menit lagi. Kenapa baru datang?" tanya Clarissa.

"Biasa macet," dalih Asia singkat.

Lalu, Asia duduk di kursinya sambil mengeluarkan gadjet di balik saku seragam.

"Ya, tangan lo ini, kenapa?" tanya Dina yang tidak sengaja melihat pergelangan tangan Asia yang kemerahan.

"Ouh itu, biasa ke jedot pintu."

"Lah gimana caranya tangan lo ke jedot pintu, Ya?" tanya Clarissa heran.

Kiyara memicingkan matanya. "Gue mencium bau-bau kebohongan. Lo bohong ya?"

Mereka bertiga menatap Asia dengan tatapan mengintimidasi.

The Baseball Bat GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang