31. Flashback (2)

64 35 322
                                    

"Sesayang-sayangnya gue sama lo, tapi gue juga masih sayang nama gue."

9 tahun kemudian...

Salah satu SMP Negri yang terdapat di Kota Bogor tengah di ramai kan oleh siswa-siswi yang akan lulus pada tahun angkatan tersebut, di ballroom sekolah tepatnya.

Pelepasan berlangsung, yang di dahulukan oleh sambutan Ibu kepala Sekolah, beliau pun sudah bersiap untuk membuka acara pelepasan angkatan. Ibu Marni-- Ibu Kepala Sekolah-- menyambut anak didiknya dengan senyum hangat, lalu di buka dengan pidato nya yang singkat.

Acara pun berlanjut dengan tari-tarian adat, selepasnya pengambilan gambar dan pengucapan 'terimakasih' dari murid untuk pengajarnya.

Setelahnya, gadis berkebaya merah maroon berlarian menuju pintu gerbang. Ia terkekeh melihat teman akrab sekaligus teman seangkatannya menangis. "Lo kenapa? Kok nangis sih?"

"Yah, nangis lah orang gue mau pindah ke Jakarta,"

"Uh, temen baik gue mau pindah ke Jakarta, nih ye," goda gadis berkebaya merah maroon.

"Ais, lo malah ngeledek. Gue sedih tau, mau pisah sama lo,"

"Sini, sini peyuk,"

Mereka berpelukkan dengan singkatnya, "Jangan lupain gue ya, Qi. Gue juga sedih tau, tapi mau gimana lagi? Gue juga harus nangis gitu kaya lo?"

"Gak gitu juga, udah ah gue mau pamit dulu ya, bye.."

"Dadah, Aqira,"

Pertemuan mereka berpisah tepat di depan gerbang Sekolah yang sudah menjadi tempat mereka untuk menimba ilmu. Tidak disangka tempat itu pula yang menjadi saksi bisu akan perpisahan mereka untuk waktu yang entah sampai kapan lamanya. Karna sekarang gadis berkebaya merah maroon kedatangan kedua orangtuanya.

"Loh, Mama sama Papa kenapa ke sini?" herannya. Seingatnya mereka sudah lama tidak pernah mengunjungi dirinya. Terakhir mungkin, ketika Neneknya menghembuskan nafas terakhirnya.  

"Kita ke sini mau bawa kamu ke Bandung lagi,"

"Tapi, kan Asia udah bilang gak mau ke Bandung lagi. Mau tinggal di sini aja," jawaban yang sama yang diberikan oleh Asia si gadis berkebaya merah maroon.

"Kamu sendiri di sini, Nenek kamu meninggal terus kamu mau tinggal di sini sendiri gitu?"  

"Asia udah bilang Pa, kalo Asia mau belajar mandiri di sini," masih kekeuh dengan pilihannya.

"Kalo Papa bilang Australia udah meninggal. Apa kamu mau tetep di sini? Gak mau nemenin hari-hari Papa yang sendiri ini?"

Deg!

Apa Australia memang benar meninggal? Tapi, "Papa bohong, kan?" ia berusaha untuk memperjelas apa perkataan Papa nya.

Kanigara menghela nafas, "Maaf, Nak. Australia meninggal, lebih tepatnya sebulan yang lalu,"

Lagi, Papa nya tidak memberi tahu hal sepenting ini. Kabar ini tentunya penting, bukan? Asia jadi bingung, ia itu di anggap sebagai keluarga atau tidak? Jika sifat Ayah nya saja seperti ini, memberi tahu hal penting di waktu yang antah berantah.  

Pantas saja akhir-akhir bulan yang lalu, ia merasakan sakit pada tubuhnya. Mungkin itu bentuk ikatan batinnya bersama dengan Australia.

"Gimana kamu mau ikut Papa, kan?"

The Baseball Bat GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang