"Semuanya hancur, Ra. Gue udah gak sanggup."
Asia pulang cepat dengan mengatas namakan 'Izin', ia pulang cepat bukan tanpa alasan. Tadi Bi Marsih menelepon dirinya, dan memberitahukan jika di rumah ada sesuatu yang terjadi. Untuk itu lah Asia pulang cepat.
Ditengah perjalanan Kiyara menelepon dirinya, untuk itu Asia menerima panggilan tersebut.
Belum juga Asia menyapa si penelepon di sebrang sana. Namun, Kiyara sudah lebih dulu bersuara.
"Lo, kemana, hah?! Bentar lagi mau UH Inggris nih."
"Gue izin Ra. Bilangin aja gue izin, tadi juga udah lapor kok ke piket."
Ih gue pengen ngomong, sini handphone nya, Ra!
Gak ah, gue dulu aja, Sa.
Apaan sih, Ra, Sa, udah deh sini gue aja yang ngomong.
Suara saling bersahutan di sebrang sana, membuat Asia terkekeh mendengar perdebatan kecil mereka.
"Loh, lo izin emang ada apa, Ya?" suara Dina, yang artinya ia berhasil membuat kedua temannya kalah telak.
"Gak tau nih gue juga. Oh, ya! Din, gue titip izin ya."
"Oh, lo juga belum tau. Iya, nanti gue izinin. Eh ya, lo pulang naik apa?"
"Pesen taksi online gue." balas Asia, mengingat memang ia tidak membawa kendaraan tadi pagi.
"Udah ya, Din. Gue tutup." sambung Asia lagi.
"Iya, tutup aja. Tihati Ya, dijalan."
Asia menanggapi tersebut dengan anggukan kepala, walau nyatanya ia tahu jika disebrang sana tidak dapat mengetahuinya. Ia pun menekan kata call yang berwarna merah, dan sambungan pun terputus.
Setelah ditutup, Asia menyimpan kembali handphone-nya pada saku seragam SMA nya.
Asia pun memperhatikan jalan yang penuh dengan kendaraan tersebut.
Dibarengi oleh pikirannya yang kali ini berkecamuk. Pikir saja Bi Marsih meneleponnya pasti ada hal yang sangat penting bukan? Kalau tidak penting, untuk apa ia menelepon dirinya ditengah ia sedang bersekolah.*BASEBALL BAT*
Setibanya di rumah Asia langsung berlari kecil ke dalam rumah. Ia menatap Mama nya tidak percaya.
Lihat saja Mama nya sedang menyeret keluar dua koper ukuran jumbo berwarna hitam dari kamar utama-- kamar kedua orangtua nya."Mah! Mamah mau kemana?" gumam Asia terhadap Mama Inka yang tepat sekali ada di hadapannya itu.
Mama Inka memejamkan mata sembari menghembuskan nafasnya secara kasar. "Mama mau pergi,"
Cukup kaget ketika Mamanya berbicara seperti itu. "Maksud Mama? Mama mau keluar negri lagi?" Masih dengan tanyanya yang sarat akan penjelasan itu.
Mama Inka yang sedari tadi menatap lurus ke depan, mengalihkan atensinya pada Asia.
"Mama mau pergi, bukan pergi keluar negri seperti biasanya tapi Mama mau pergi dari rumah ini untuk selamanya,"
Asia membulatkan matanya, apa ia salah mendengar respon dari Mamanya itu?
"Kenapa Mama mau pergi?" lirih Asia menatap kosong lantai pijakannya.
"Kamu gak harus tahu apa alasan dari Mama pergi. Suatu saat kamu juga akan mengetahuinya, mungkin jika kamu tahu yang sebenarnya, kamu sendiri yang akan mengusir Mama dari sini,"
Mengusir? Apa benar Asia dapat mengusir Mamanya sendiri? Tidak! Tidak mungkin bukan Asia melakukan itu. Terus apa sebabnya Mama Inka berpikiran seperti itu terhadapnya? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu apa sebabnya.
"Aku gak mungkin ngusir Mama dari sini," tampik Asia.
Mama Inka tersenyum sinis kearah Asia. "Kamu udah gak sayang lagi sama Mama. Bukannya selama ini kamu juga menjaga jarak dengan Mama. Iyakan?"
"Iya, aku akui kalo aku selama ini menjaga jarak dari Mama. Tapi, bukan itu alasannya. Alasan aku melakukan itu karna aku ingin mendapat perhatian dari Mama," sergah Asia.
Dari awal ia pulang dari Bogor --Rumah Nenek, Mama Inka seakan melupakan dirinya. Untuk itu Asia sedikit memberikan jarak pada Mama Inka. Namun, menjaga jarak di salah artikan oleh Mama Inka.
"Mama jangan pergi dari sini! Aku udah kehilangan dia, sekarang aku gak mau kehilangan yang kedua kalinya." Dengan suara parau Asia menahan lengan Mamanya yang akan kembali menyeret kopernya.
Mama Inka menyentak tangan Asia. "Mama pergi!"
Mama Inka menarik paksa koper hitamnya, berjalan keluar. Memberhentikan taksi, lalu memasukkan diri ke dalam taksi tersebut.
Asia yang melihat, hanya dapat menatap nanar Mama Inka yang berjalan keluar hingga memasuki taksi tersebut.
"Kehilangan lagi? Udah biasa."
*BASEBALL BAT*
Huft! Menghembuskan nafas dan meraup udara dengan serakahnya. Ia berjalan menaiki tangga menuju kamar, sesampainya ia membuka pintu kamar lalu kembali ia tutup dengan kasar hingga menimbulkan suara keras.
Asia menghempaskan bokongnya pada kursi, lalu menelungkupkan tangannya pada tas ransel yang ia taruh di meja belajarnya.
Asia mengambil earphone dan mendengarkan musik guna menghilangkan kegundahan, tapi itu sia-sia karna semakin larut ia dalam musik semakin terpikirkan juga masalahnya.
Asia mencabut paksa earphone tersebut, seraya berkata, "Lo nyusahin gue Ra!"
"Gue benci sama lo!"
"Gue capek, gue gak sejahat lo tapi kenapa lo sendiri yang buat gue capek, Ra?"
"Hidup nyusahin, mati juga tetep nyusahin."
Racauan demi racauan Asia lontarkan, mengeluarkan segala unek-unek yang selama ini ia simpan.
Ia mendongakkan kepalanya ketika segala unek-unek sudah ia keluarkan. Asia mengambil bingkai foto yang terdapat gambar dua orang gadis.
Asia terkekeh dengan nada getirnya. "Semuanya hancur, Ra. Gue udah gak sanggup."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baseball Bat Girl
Teen FictionAsia Charity Baskara, yang terkenal dengan jabatannya sebagai Ketua Osis SMA Jagat Putih. Jangan lupa pada ciri khasnya yang selalu membawa tongkat baseball, menambah kesan jutek. Tapi, ciri khas yang dimiliki Asia membuat murid SMA Jagat Putih jad...