🌸

20 2 0
                                    

Kini Van sudah berada disebuah Cafe Resto mewah setelah sekiranya 30 menit ia menunggangi kereta besi milik keluarga Vano, matanya melihat kesana kemari mengaggumi arsitekturnya yang memang patut di acungi jempol. Jika biasanya sebuah Cafe kekinian akan mengusung tema yang sedang trend, maka berbeda sekali dengan yang ini.

Justru disini mereka menonjolkan tema kebudayaan Romawi Kuno, bukan hanya dalam segi interiornya saja. Namun peralatan yang digunakan pun mereka adaptasi dari sana, mulai dari gelas-gelas cangkir dan teko serta lain sebagainya.

"Ekhem"

Seketika hayalan Van hilang berterbangan menjadi debu, kepalanya menoleh dan lagi-lagi menatap Vano datar.

"Makan" Vano bersuara rendah, membuat mata bulat itu mengalihkan pandangannya ke meja yang entah sejak kapan dipenuhi oleh berbagai makanan, mulai dari makanan pembuka sampai penutup. Kalau dihitung, ada sekitar 5 porsi untuk satu orang dalam sekali makan.

Ya Tuhan apa ini, selain terkejut dengan jumlahnya. Van juga masih asing dengan tampilannya, yang bisa ia kenali disini hanyalah daging lebar yang di baluri saus berwarna coklat dan kue dengan es krim. Selebihnya nol bulat, ia tidak paham apakah makanan itu bisa diterima di perutnya atau tidak.

"Makan bi!" Tegasnya lagi, namun kali ini juga sempat menjejalkan potongan besar steak ke mulut Van.

Sedangkan Van
Gadis itu tambah merasa pundung, apa-apaan coba?
Bi?
Vano mengatainya babi?!
Dasar menyebalkan!

Vano diam-diam mengamati gerak-gerik Van, sesekali ia tersenyum tipis. Meski gadis itu terlihat luar biasa dongkol, dirinya tidak protes dan menurut pada Vano untuk memakan semua yg telah ia sediakan.

Manis sekali...
Vano menggelengkan kepalanya, tidak! Manis dari mana coba?! Makan dengan pipi menggembung dan mulut penuh saus. Jorok...

Eits...
Hati memang bisa bilang seperti itu, tapi bagaimana jika tubuh sama sekali tidak sinkron dengan hati...
Buktinya Vano masih saja betah curi-curi pandang kearah Van:)

Tentu saja Van diam-diam mengetahui hal itu, tapi dia memilih untuk tetap diam dan berkonsentrasi pada makanannya. Toh makanannya enak sekali bagi dirinya yang sama sekali belum pernah mengenalnya, daripada membuang waktu untuk menatap balik Vano kan hanya membuang waktu.

"Uhukk uhukk" tiba-tiba saja Van tersedak hebat, sepertinya ia terlalu bersemangat.

"Nih" tak disangka
Vano tergesa-gesa mengambil air dan menyodorkannya, Van yang sudah semakin terbatuk pun tanpa basa basi lagi langsung mengambil dan meminumnya hingga tandas.

"Rakus" cowo itu menepuk kepala Van cukup keras hingga si empu meringis dan mengaduh.

"Enak tau" elak Van tak terima dikatai rakus, tapi memang benar sih😌

"Y"

Kumat~ batin Van

"Udah, aku pulang" gadis itu mengelap bibirnya menggunakan tisu dan beranjak berdiri dari duduknya.

Srettt

"Tunggu" Vano mencekal tangan Van, mencegah gadis itu untuk pergi.

"Balik bareng" lanjutnya kemudian menyusul berdiri namun masih mencekal tangan itu erat.

"Gausah, ga enak sama tetangga kalo aku dianterin mobil. Dikira macem-macem lagi" Kali ini Van menolak halus dengan bibir sedikit terangkat keatas.

"Gapeduli, ayo" seperti tadi
Van juga diseret-seret, sebagai korban gadis itu kali ini tidak berontak. Karena tentu tidak akan berguna, tenaga cowo ini jauh lebih besar.

Hobi banget nyeret perasaan
Tiap hari ketemu juga ada aja acaranya, kali ini bisa di sebut makan siang bareng. Tapi orang yg traktir ngomongnya cuma sepenggal sepenggal kyk ga niat ngeluarin suara sama sekali, tapi yaudahlah gratisan juga.



🌸~



Cittt

Brakkk

Sampailah kedua insan itu di rumah Van, tubuh mereka yg awalnya santai kini mendadak menegang setelah turun dari mobil. Ayah Van berdiri di depan pintu sambil menatap nyalang keduanya, Van yang dikuasai rasa takut langsung menunduk dalam-dalam. Kedua kakinya seperti sudah tidak dapat menopang tubuh dengan baik, berbeda lagi dengan Vano yang masih dapat mengendalikan ekspresinya untuk tetap datar.

"Bagus! Darimana kamu?! Habis jual diri? Cuih dasar anak tidak berguna! Pembawa aib!" Suara pria itu meninggi seiring ia melanjutkan ucapannya, matanya yang merah karena efek minum menatap hina sang putri.

"A-ayah t..."

Plakkk

Bruk

Tesss

Van tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya, ia kini sudah tersungkur sambil memegangi pipinya yang berdenyut bekas tamparan dari sang ayah. Tak hanya itu, sudut bibir gadis itu sampai robek dan air matanya luruh dengan deras.

Sungguh
Ayahnya kini sudah benar-benar berubah, semua kasih sayangnya ikut pergi bersama sang bunda yang telah meninggalkannya untuk memenuhi panggilan tuhan.

Vano
Rahang cowo itu sudah mengeras, melihat pemandangan di depannya sungguh membuat hatinya teriris. Dia dengan upayanya segera membantu Van untuk bangkit, tanpa peduli dengan pria paruh baya itu. Vano menggiring gadis malang itu agar duduk di jok mobil bersama supirnya yg masih setia berada disana, setelah itu dirinya kembali untuk menghadap ayah Van.

"Heh! Siapa kamu?! Tidak usah sok jadi pahlawan kamu bocah! Ini urusan saya dan anak itu!"

"Ekhem, maaf om sebelumnya. Saya sebenarnya tidak berniat untuk ikut campur, tapi tindakan anda sungguh keterlaluan. Apakah pantas jika anda memperlakukan putri kandung anda sendiri seperti itu? Dimana rasa kemanusiaan anda?"

"Udah! Kamu gatau apa-apa! Jangan ikut campur! Kembalikan anak itu dan pulanglah! Saya tidak menerima ceramah kamu yang tidak berguna itu"

Nafas Vano mulai memburu, amarahnya kini mulai sudah tidak dapat dibendung lagi. Jika yang di depannya ini bukan orang tua, sudah di pastikan Vano akan menghajarnya habis-habisan.

"Tidak akan, jika anda tetap seperti ini" cowo itu menjawab dengan mata yg ia pejamkan dan kedua tangan yg sudah mengepal kuat.

"BERANINYA KAMU!!!"

Takkk

Vano menangkis pukulan laki-laki itu, mata tajamnya kini mulai menunjukkan eksistensinya.

"IYA! SAYA BERANI! OM MAU APA?! LEBIH BAIK PUTRI OM IKUT DENGAN SAYA DARIPADA TERUS MENERUS HARUS MENGHADAPI AYAHNYA YANG SEPERTI IBLIS INI!"

"KAMU!!!"

Bugh!

Vano tak kuasa lagi menahan amarahnya, pukulan telak itu telah menghujam lelaki paruh baya yg tak lain adalah ayah Van. Tanpa peduli, cowo itu segera melangkahkan kaki dan memasuki mobil.

Didalamnya mobil
Van sudah membekap mulutnya tak percaya, ia ingin turun untuk membantu ayahnya. Namun terlambat, Vano sudah memerintahkan supir untuk menjalankan kendaraannya.

"Hiks... hiks... kenapa? Kenapa kamu mukul ayah Van? Hiks..." gadis itu semakin menangis sesenggukan, bagaimana pun ia tidak akan tega melihat ayahnya terluka meski ia terlebih dahulu telah dilukai.

"Dia pantas mendapatkannya" sahut Vano

"T...tapi"

"Sstt udah" Vano merengkuh tubuh Van dalam dekapan hangatnya, sesekali mengelus surai hitam gadis itu agar dirinya lekas tenang.










31 jan 2021
Tbc:')


Because U Are My Home (Fast Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang