🌸

10 1 0
                                    

Brakkkk

Pintu terbuka secara kasar, dari mulut pintu tampak Van yang berdiri dengan mukanya yang masih sangat bantal. Gadis itu celingak-celinguk, sesekali dirinya menggelengkan kepala untuk segera mendapatkan kesadaran penuh.

"Hei... sudah bangun?" Sapa Agatha, wanita yang tengah duduk di tepi ranjang itu masih bisa tersenyum tulus disamping meneteskan obat merah pada kapas yang dipegangnya.

Van yang disapa hanya bisa tersenyum kikuk, bagaimana bisa tadi dia bertingkah seperti setan di rumah orang. Apalagi setelah melihat siapa yang kini tengah berbaring di samping wanita itu, Van tampak terlihat semakin payah lagi.

"Kemarilah" ujar Agatha lembut, ibu dari si kembar itu menepuk sisi kasur disebelahnya.

Van mengangguk ragu, namun gadis itu tetap melangkah menghampiri Agatha.

"Duduk"

Sekali lagi ia mengangguk, ah sepertinya ada yang tidak beres.

"Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"

"Emm... i-ya ma" jawab Van seadanya, membuat wanita itu mengangguk.

"Ooo baguslah"

"Emmm" Van memainkan jarinya, gadis itu tertunduk. Tampak bingung harus berkata apa, terlebih lagi Agatha kini tengah sibuk mengobati Vano yang tampak luar biasa babak belur.

"Ada apa?"

"Emm, V-vano kenapa?"

"Ohh biasa, urusan laki-laki. Tidak perlu terlalu dicemaskan" sahut wanita itu santai, sepertinya hal itu benar-benar biasa terjadi dilingkungan keluarganya.

"Tapi dia terlihat sangat parah, apakah perlu dipanggilkan dokter?"

Agatha menyudahi kegiatannya, ia menatap Van dalam. Kedua tangan wanita itu menggenggam tangan Van.

"Tidak perlu, dia akan baik-baik saja setelah ini. Oh ya, kau belum makan malam kan?"

"Ah... itu aku tidak lapar"

"Benarkah? Tidak perlu sungkan-sungkan. Kita ini keluarga, ayo kita kebawah! Semua orang mungkin sudah menunggu" ajak Agatha, namun Van tidak bergeming. Mata gadis itu melirik Vano yang terbaring dengan mata terpejam, dan Agatha tau itu.

"Van" tegurnya, membuat Van sedikit terkejut.

"A- itu aku... aku disini saja, aku akan menjaga Vano selagi kalian makan malam. Takutnya nanti dia terbangun dan mungkin membutuhkan sesuatu"

"Hhh kau ini Van, tapi benar tidak apa?"

"Huum" Van mengangguk mantap, membuat senyum Agatha kian terbit.

"Baiklah jika itu maumu, aku akan segera kembali" ujar Agatha, tangannya mengelus surai Van kemudian beranjak dari sana.

Setelah kepergian Agatha, Van kembali menatap Vano. Gadis itu meringis, membayangkan betapa sakitnya semua luka itu.

"Habis gelud sama siapa sih ini orang?" Gumam Van, tangan mungilnya menyentuh rahang Vano yang juga terdapat memar disana.

"Aduh pasti sakit" lanjutnya prihatin, kemudian menaikkan selimut sampai sebatas dada pemuda itu.

"Ada yang lebih sakit"

Degh!

Van melebarkan matanya, suara itu. Satu detik kemudian fokus gadis itu beralih pada kedua mata Vano yang secara perlahan terbuka.

"Ada yang lebih sakit" kata pemuda itu lagi, satu tangannya menyentuh dada.

"Disini"

"Hah!"

"Sakit... sekali..."

"Hah? Maksudmu? apakah kau merasa sesak di paru-parumu? Kau kesulitan bernafas?"

Vano menggeleng, ia mencekal tangan Van lalu ia tempelkan pada dadanya.

Deg... deg... deg... deg...

"Kau bisa merasakannya?"

Van yang masih tidak paham hanya mematung, gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali karena memang mungkin otaknya juga belum terlalu connect akibat baru saja bangun tidur.

Melihat itu tiba-tiba seringaian tipis terbit di bibir Vano.

Brugh!!!

"AAAAA-" tangan besar Vano membekap mulut Van yang berteriak cukup keras, entah bagaimana Vano melakukannya. Gadis kecil itu kini sudah berada dalam kungkungannya, bahkan bisa Vano lihat dengan jelas wajah terkejut Van yang ada dibawahnya.

"Ssst... diamlah"

Tit!!!
Cklek! Cklek!!!

Bunyi itu tiba-tiba saja terdengar setelah tanpa sepengetahuan siapa pun Vano memencet sebuah remot kecil yang entah sejak kapan ada ditangannya. Bersamaan dengan itu seluruh akses untuk masuk kamar terkunci, Vano melepaskan bekapannya.

Pemuda itu tersenyum.

"Berteriaklah... tidak ada yang bisa mendengarmu" bisiknya, membuat Van yang sadar dirinya dijebak mulai meronta.

"Dasar curang!!! Lepaskan aku!"

"Setelah semua yang sudah aku lewati? Tidak akan" Vano mendekatkan wajahnya, membuat Van semakin panik.

"Mau apa kau?"

"Berikan obatku!"

"Ish! aku tidak punya!"

"Berikan!"

"Kubilang tidak ada!"

"Haha kau bahkan selalu memilikinya"

"Ti-"

Ucapan Van terhenti kala Vano benar-benar melahap habis bibirnya, rasa anyir darah gadis itu rasakan ketika bibir Vano yang terluka kembali mengeluarkan darah.

Lembut...
Sangat lembut Vano melakukannya...
Hingga Van tidak bisa berkutik, jantungnya berdetak begitu cepat seolah ingin segera melompat dari tempatnya.

Vano sungguh gila!
Bibir pemuda itu menyesap setiap inci bibir Van dengan lihai.

Jika biasanya ia akan melawan, namun kali ini tidak. Dirinya kini sudah terlanjur tenggelam dalam belaian yang pemuda itu berikan, dan memilih untuk menyerahkan semuanya.

Next?

|17 JULY 2023|


Because U Are My Home (Fast Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang