🌸

10 1 0
                                    


"Waktunya makan...." ujar Van, gadis itu membawa nampan besar dibantu oleh Lala. Di susul dengan Vano dibelakangnya.

Kedai paman Nil memang menerapkan adanya istirahat sekaligus makan malam untuk para pegawai ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, pria paruh baya itu bahkan tanpa segan memasang papan bertuliskan "Break" di kaca jendela kedai.

Dia sengaja melakukan hal itu agar para pegawai bisa benar-benar beristirahat juga menikmati makanan mereka masing-masing, tanpa terganggu dengan kemunculan pelanggan secara tiba-tiba.

"Wihhh mantap!" Sorak Rendy yang sudah stand by di meja makan, mata pemuda itu berbinar-binar melihat penampakan makanan yang satu persatu di tata diatas meja.

Dia gak kerja, kok ikut makan?
Solidaritas cuy...
Yakali ga dikasih makan, cuma suruh liatin doang...
Nyimak doang...
kasian anak orang:)

Nanti merasa terkucilkan...
Sedih tau! Sampe rasanya pen banting meja!
Gw pernah...
Dan sekarang ya lebih milih gausah dateng kalo ada acara, buat apa kalo dateng? Buat diri lo jadi topeng monyet didepan orang-orang yang sok iye?!
Gila aja!
Ogah!
Bukannya seneng bisa kumpul, jatohnya malah jadi sepet!!!!
Dark!

"Selamat makan!" Ujar paman Nil, setelah itu mereka mulai menikmati semua hidangan yang disediakan sembari berbincang ringan.


🌸~


"Waduh Van! Gawat! Ni gawatttt!" Heboh Rendy sembari mengguncang bahu Van yang ringkih.

"Apa? Apanya yang gawat?!" Gadis itu ikutan panik melihat gelagat rekannya.

"Anu... lupa bilang kalo main kesini! Hihi... emak gw ngomel tadi ditelpon... katanya gw disuruh balek, mana gw tadi dikatain gangguin lu kerja lagi. Trus gw dibanding-bandingin juga sama elu, kata mak gw. Apaan punya anak laki bisanya main mulu! Kayak Van dong kerja! Dah balik aja! Kancutmu di rumah minta dicuci! Udah numpuk! Gitu..." jelas pemuda itu panjang lebar, disusul air mukanya yang mulai berubah menjadi kusut.

Van terkekeh, gadis itu menepuk kepala Rendy.
"Yaudah, kamu pulang duluan gapapa. Aku nanti bisa lah nyari tumpangan buat pulang"

"Ya tapi kan... nanti kalo ada apa-apa gimana?" Ujar Rendy cemas.

"Gapapa Ren, santai aja. Aku udah biasa kok, nanti kalau ada apa-apa aku telfon kamu deh."

"Humm, oke. Gw balik dulu ya... tataaaaa" pamit pemuda itu, kedua tangannya melambai ditambah dengan senyuman riang yang tercetak dibibir. Sebelum akhirnya ia menghilang dibalik pintu kedai.

"Aku nanti bareng siapa ya?" Diam-diam gadis itu bergumam kecil, tidak mungkin kan dia harus menyewa Taxi?
Yang ada bangkrut duluan!
Biasanya kan dia pulang bareng Lala karena jalan menuju rumah gadis itu searah dengannya, naik mobil pula.

Ingat kan kalau Lala itu anak orang berada tapi gabut dan milih buat kerja?

Dan sekarang gadis muda itu sudah pulang duluan. karena adanya urusan mendadak, jadilah disini Van menjadi oknum yang paling bingung.

Apa jalan kaki aja?
Naik kaki?

Gadis itu menggeleng, tampak tak setuju dengan opini yang muncul di otaknya. Bukan masalah dia tidak mau jalan kaki, tapi jalanan yang dilewati memang lumayan beresiko.

Selain ramai dan padat lalu lintas, disana juga terkadang ada Copet, Jambret, Bajing loncat, bahkan tukang Gendam pun ada!
Munculnya juga tidak bisa diperkirakan macam ramalan cuaca.

Woilah komplit bat!

Meski Van mengaku tidak memiliki apa-apa, bisa saja kan mereka berlaku nekat? Digorok misal...
Hiii!!! Amit-amit!

🌸~

Dan tibalah saatnya jam pulang, satu persatu pegawai mulai meninggalkan kedai dengan kendaraan mereka. Sedangkan Van kini hanya berdiri sambil termenung, mana gerimis.

Arghh! Jinjja!

"Belum pulang?"

"Astagfirullah!" Van memegang dadanya karena terkejut, salah siapa tiba-tiba suara berat itu mengalun seram dari arah belakang. Ketika menoleh, Van mendapati Vano yang kini mengenakan setelan kaos putih yang dibalut dengan jaket Denim.

"Belum, kamu sendiri kok belum pulang?" Tanya Van balik.

"Hm... ini gw mau balik. Nebeng? Kebetulann gw bawa satu helm lagi dalem jok, gerimis ginian meski lu tunggu juga ga bakal berenti. Mending sekalian terobos aja, gimana?" Tawar pemuda itu, Van yang sepertinya sudah tidak memiliki jalan lain pun terpaksa setuju.

"Iya deh boleh"

"Oke, ayo"

Mereka berdua berjalan menghampiri motor matic milik Agatha yang Vano parkir di parkiran khusus pegawai, pemuda itu langsung membuka jok dan mengambil helm putih milik ibunya yang sebenarnya selalu ada didalam sana.

"Nih" Vano menyerahkan helm itu pada Van.

"Makasih" gadis itu kemudian langsung memakainya.

"Hm, kalo pake helm. Meski kehujanan, kepala jadinya gaakan terlalu basah. Gaakan gampang sakit nanti" jelas Vano tanpa diminta.

Van hanya ber-oh ria.

"Naik" perintah Vano.

"Oke" Van mulai naik dan menduduki jok motor, seperti ketika dirinya dibonceng oleh Rendy. Gadis itu menaruh kedua tangannya diatas pundak Vano untuk berpegangan.

Tentu saja hal itu membuat Vano diam-diam tersenyum tipis dibalik kaca helmnya.

"Gw gaakan bilang kalo gw serasa jadi tukang ojek, tapi gw lebih suka kalo pegangan itu di pinggang" ujar Vano membuat Van yang berada dibelakang sempat tersentak.

Ada yang curiga?
Kalimatnya lain gak sih dari yang selalu diucapin Vano biasanya?

Ajaran Vero?
YA? TEPAT SEKALI BESTIE!
Sebelumnya Vano dibisikin kan sama tu orang?
Nahhh ini nih!
Kayak gini jadinya!

"Ha?" Van loading beberapa saat sebelum akhirnya ia mengalah pada Vano tanpa rasa curiga, masih untung ada yang kasih tumpangan. Pikirnya.

Keinginannya yang dituruti langsung oleh Van membuat senyum sumringah Vano tercetak jelas, ternyata berhasil juga.

Dan akhirnya mereka berdua bersama-sama melewati jalanan malam yang di penuhi dengan kerlap kerlip cahaya lampu kendaraan, dan juga gerimis yang menerjang sepanjang jalan.

|26 Juni 2022|

Because U Are My Home (Fast Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang