4 years later..."Kak Saga!!!! Tolong betulin lampu!" Teriak seorang gadis, sambil mengelap meja-meja bekas tamu. Dia terus-terusan memanggil nama Saga yang entah kenapa sedari tadi tidak kunjung kelihatan batang hidungnya, padahal hari sudah mulai gelap.
Bersamaan dengan gelapnya kedai ayam mereka yang kini tampak seperti gua purba.
"KAK SAGA!!!!!!"
"OY!!! BENTAR WOY BENTAR! ADUH INI JEMPOL PAKE SEGALA KEPENTOK!" Dan setelah bermenit-menit pita suara Vanny bekerja ekstra, akhirnya ada suara lain yang menyahut.
"Astaga! Lama bener kak!" Sungut Vanny, ia memandang tak suka si Saga yang kini tengah membawa kotak perkakas dan satu lilin yang menyala.
"Ngepet dulu tadi" jawab pemuda itu asal, ia masih meratapi jempol kakinya yang kini tampak aduhai karena beberapa kali tersandung kaki meja.
"Yehhh, oma gimana?"
"Udah tiduran tadi"
"Ooo"
"Ooo aja kan ya!"
"Ya mau gimana?"
"Yi mii gimini?! Au kesel!"
"Lah" Vanny manyun, ah dia selalu saja terpancing emosi ketika meladeni Saga yang menyebalkan.
Fyi, Vanny sudah 4 tahun tinggal bersama Saga dan juga Oma. Tentu, dia memberitahukan hal itu kepada Dean. Namun gadis itu melarang sang ayah untuk memberitahu tentang keberadaannya kepada Vano, sebenarnya Xavier juga mengetahui hal itu. Namun ia memilih untuk bungkam, membiarkan sang anak berada dalam pencarian dalam waktu yang tidak singkat.
Karena Xavier menyadari, bahwa waktunya saja yang belum tepat untuk keduanya disatukan. Terlebih untuk Vanny, ia sama sekali belum siap untuk selamanya berada dalam satu gubuk bersama Vano.
4 tahun bukan waktu yang singkat, bersamaan dengan itu orang ikut berubah. Entah itu berubah menjadi lebih baik atau sebaliknya, tapi ada satu yang masih sama. Yaitu perasaan yang disimpan Vano untuk gadisnya.
Kini pemuda itu tumbuh menjadi sosok yang gagah serta lebih disegani, terlebih saat ini dirinya sudah berhasil membangun perusahaan dengan jerih payahnya sendiri
Entah bagaimana caranya, namun pencarian Vanny pun tidak ia hentikan bahkan dalam kurun waktu yang sudah selama ini.
"Sudah ditemukan?" Entah sudah berapa juta kali kalimat itu terucap dari bibir tebal milik Vano, seperti tidak ada bosannya. Kalimat itu akan selalu terucap ketika semua orang suruhannya mulai menghadap pemuda itu.
Tak hanya sampai disitu, selain memerintahkan bawahan. Dirinya juga terkadang turun tangan sendiri untuk melakukan pencarian, entah bagaimana tapi ambisinya masih tidak terelakkan.
"Hm, kalian boleh pergi" perintahnya setelah mendengar jawaban yang selalu serupa, berbarengan dengan kepergian para kaki tangannya. Vano kembali mendudukan diri di kursi kebanggaannya, matanya perlahan berubah sendu.
Satu tangannya meraih pigura kecil yang selalu berada diatas meja kerjanya, sosok itu tidak akan pernah Vano lupakan. Bahkan hingga saat ini.
"Ternyata susah juga ya, hah... ternyata gadisku ini tidak bisa terlalu diremehkan" sejenak Vano terkekeh, ia membelai figur yang terpampang di balik kaca pigura.
"Hah, sepertinya aku butuh liburan. Bukan begitu dear?" racau Vano, kemudian tangannya yang lain beranjak mengambil ponsel. Ia tampak menelpon seseorang.
"Juno, kosongkan jadwalku untuk besok"
Tutttt
Tanpa menunggu jawaban apalagi protesan dari lawan bicara, Vano memutus sambungannya. Diletakkannya kembali ponsel dan pigura itu diatas meja, kemudian pemuda itu tampak duduk dengan kepala bersender juga mata yang terpejam.
"Apa cuma perasaan gw?" lirihnya, tangannya menyentuh dada miliknya yang kini mulai berdebar.
|19 NOVEMBER 2022|
KAMU SEDANG MEMBACA
Because U Are My Home (Fast Update)
Teen FictionSequel NERDY GIRL DIBACA YA! KLO ENGGA GW PITES SATU-SATU NIH! Start : 28/10/2020 Finish: