🌸

9 1 0
                                    



"Jadi?"

"Ya gimana papa entar, Vano cuma bisa bantu sedikit"

"Oke, Vero?"

"Aduh... mager mau ngikut... rencananya mau jadi tim hore aja sambil ngemil Pete, tapi yaudahlah nanti Vero bantu" pemuda berhadband itu menguap lebar, ia mengibaskan kaos oblong yang dikenakannya.

"Fix!"

🌸~

"AAAAA CUAKS! KENAPA GW JADI UMPAN BABI?!! WAAAAA CAPE BAMSATTT!" Teriak Vero menggila pada walkie talkie yang dia pegang, sementara pemuda itu harus berlari pontang-panting karena dibelakangnya ada sekitar sepuluh orang berjas dengan tampang seram yang kini mengejarnya tak kalah kencang.

"Tenang cil, lari teros! Arahin mereka ke belakang gedung lama yang ada di sebelah barat!" Perintah seseorang terdengar dari walkie talkie itu.

"JAUH AMAT NYING! GAADA GEDUNG LAIN APA?! ARGH! YANG ADA PEYOT DULUAN GW! HEH TUA BANGKA! NGASIH TUGAS YANG BENERAN DIKIT NAPA?!"

"Heh! Congor kau! Cepet!"

"NYENYENYE! AAAAAAAA! KURANG AJAR! PAKE ACARA LEMPAR-LEMPAR BATU SEGALA! SIALAN!" Hebohnya lagi setelah Vero merasakan ada yang sengaja melempar batu kearah kakinya, Untung saja itu tidak membuat kecepatan larinya berkurang. Malah, gedung yang dimasud oleh Xavier itu kini sudah nyaris didepan mata. Sesekali Vero menoleh ke arah belakang, memastikan apakah mereka masih tetap mengejarnya.

Ternyata masih, bagus!
Bodoh juga mereka.

"Hah.. hadeh... stop! Stop!" Ujar pemuda itu dengan nafas memburu, kini dia sudah sampai. Begitupun pria-pria yang tadi mengejarnya, bahkan mereka semua kini sudah berdiri membentuk formasi lingkaran yang mengelilingi Vero.

"Hehehe" tak lama, Vero malah terkekeh seperti orang idiot. Raut penakut itu sudah raib dari wajahnya, berganti dengan raut jahil dihiasi dengan senyum miring andalannya.

Kena kalian!

DOR!

Brugh!

Satu orang tumbang, timah panas itu tiba-tiba saja menemus dadanya. Semua orang disana terkejut, terkecuali Vero.
Gerakannya cepat dan sangat tepat, sampai-sampai pengawal seperti mereka saja terkecoh.

Ah, sepertinya mereka kurang pintar dalam merekrut orang.

"Ups! Ga sengaja" celetuknya santai, padahal dia baru saja membuat seseorang sekarat.

"Kurang ajar!" Gertak salah satu dari mereka.

"Lah, gw kan emang gaada yang ngajar"

Klak!

Seketika sembilan orang yang tersisa mengeluarkan pistol mereka, menodongkannya langsung pada Vero yang memang benar-benar ada ditengah.

"Yaelah keroyokan, banci!" Cibir Vero.

"Banyak omong lu bocah!"

"Eh... eh... eh... daripada situ tua bangka! Mana bau tanah!"

"Bacot-"

"DOR!!!!"

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!
Dor! Dor! Dor!
Dor!

"Yhaaa mampus!" Vero tertawa geli, pemuda itu menendangi semua pengawal yang kini sudah berceceran disekitar kakinya. Di punggung mereka semua sudah tertanam peluru yang melesat entah dari mana.

"Clear?" tanya Xavier yang tiba-tiba muncul, diikuti beberapa orang suruhan mereka.

"Yeah, clear" jawab Vero yakin, Xavier mengangguk.

Sekarang kita beralih pada Vano.

Tap... tap... tap...

Vano, pemuda itu berjalan santai dengan baju serba hitam yang ia kenakan. Tak lupa ia memakai topi hitam dan kacamata untuk menyempurnakan penyamarannya.

Kali ini pemuda itu tengah berada di depan gedung utama Reamur Corp, suasana saat itu cukup lengang karena para penjaga yang biasanya stand by didepan pintu sudah di alihkan oleh Vero.

Hal itu memudahkan akses masuk untuk Vano, salahkan saja perusahaan bodong yang memang hanya menyewa sedikit orang untuk menjaga. Hah! Mereka mungkin sedang dalam fase irit.

"Permisi, apakah tuan Jio ada?" Tanya Vano to the point pada seorang resepsionis dicounter depan, meski hanya melihatnya sekilas. Mata Vano sudah merasa risih dengan penampilan wanita didepannya, ini? Resepsionist?

Tampilannya saja, astaga. Bisakah dia mengancingkan kemejanya lebih keatas lagi. Memalukan, memang benar jika beberapa orang menyebut perusahaan ini tidak bermutu. Dari depan saja sudah begini.

"Ehm... apakah anda sudah ada janji sebelumnya?"

"Tidak, tapi aku kerabat jauhnya"

"Oh... begitu..." wanita itu meneliti penampilan Vano dengan pandangan memuja, ish! Tidak sadar diri!

"Ya, cepat tunjukkan ruangannya!"

"Em... kau tidak ingin bersamaku dulu tuan?" Tanpa tahu malu wanita itu mengedipkan mata, tangannya mulai nakal ingin menyentuh bahu Vano. Tentu saja pemuda itu langsung berkelit.

"Budeg? Gw bilang tunjukin ruangannya! Gw ga suka orang yang berbelit-belit! Lagi pula selera gw bukan rongsokan modelan elu! Cepet!" Murka Vano, suara pemuda itu sudah naik beberapa oktaf. Resepsionist itu seketika terdiam, lalu dengan terbata menunjukkan pada Vano dimana letak ruangan bosnya berada.

"I-itu tuan, di lantai tiga. Ruangan tuan Jio tepat berada di lantai tiga, pintu ruangannya digantungi dengan papan berisi nama lengkap tuan Jio"

"Hm.."

Tanpa membuang waktu lagi Vano melangkahkan kakinya menuju ruangan yang dimaksud, benar tidaknya ia belum tau. Awas saja jika jalang itu berbohong.

"Jio, wait me!"

|30 JUNI 2022|

Because U Are My Home (Fast Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang